Chereads / ANESKA BELAVINA / Chapter 5 - ERVIN WIJAYA

Chapter 5 - ERVIN WIJAYA

Aneska tersenyum melihat wajah Ibunya yang masih kebingungan. "Ibu, tidurnya pindah ke kamar."

"Ibu ketiduran di sini," kata Ibu sambil menguap lalu bangun dan pergi ke kamarnya.

Aneska langsung mematikan lampu ruangan tengah dan pergi ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Malam semakin larut, di luar terdengar suara gonggongan Anjing yang memecah kesunyian, juga terdengar suara jangkrik yang mengiringi musik di malam hari. Sungguh suasana desa yang sangat aman dan tentram, jauh dari bisingnya kendaraan dan polusi udara yang mencemari lingkungan.

...

Jauh dari Desa yang tenang dan tentram, di sebuah rumah yang cukup besar dengan segala fasilitas yang tersedia didalamnya nampak sepasang suami istri sedang makan malam. Hanya suara sendok dan garpu yang memecah kesunyian.

"Bibi," panggil sang Nyonya rumah.

"Iya Nyonya," jawab wanita setengah umur yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Tolong buatkan jus jeruk untukku yang sedikit asam dan bawa ke kamar. Aku sudah selesai makan."

"Baik Nyonya," Bibi lalu pergi ke dapur untuk membuat jus jeruk pesanan majikannya.

"Kenapa makanmu sedikit sekali? Kamu bisa sakit Serlin," kata lelaki yang duduk di depannya.

"Aku tidak mau tubuhku jadi melar karena banyak makan. Seharusnya aku juga tidak makan nasi kalau malam tetapi kamu memaksaku terus untuk makan, Tuan Ervin," jawabnya dengan ketus.

"Tidak masalah untukku bila tubuhmu melar atau bulat sekali pun, aku akan tetap menjadi suamimu," jawabnya sambil makan dengan tenangnya.

"Aku tidak mau. Tubuhku adalah aset buatku, selain paras yang cantik seorang model juga harus punya penampilan yang menunjang," ucapnya.

"Aku sudah menyuruhmu untuk berhenti menjadi model. Sudah lama kita menikah, aku ingin punya anak! Sampai kapan kamu akan hidup dengan duniamu sendiri? Pergi ke berbagai negara seperti wanita yang belum punya suami, meninggalkan rumah berminggu minggu!"

"Kenapa baru sekarang kamu merasa keberatan dengan apa yang aku lakukan?! Bukankah sebelum aku menikah denganmu, aku sudah menjadi model dan mengijinkan aku untuk terus berkarir?! Sekarang aku sedang di puncak popularitas dan kamu menyuruhku untuk berhenti? Mimpi kamu!!" Teriaknya lalu bergegas pergi dengan amarah.

Ervin langsung menaruh sendok dan garpunya ke atas piring, hilang sudah selera makannya. Setiap berbicara dengan istrinya, selalu diakhiri dengan pertengkaran.

Sementara di dalam kamar, Serlin sedang membanting apa pun barang yang ada dihadapannya. Tangannya terkepal, wajahnya memerah. "Aku tidak mau berhenti jadi model!!" Teriaknya.

Pintu di ketuk dari luar. "Nyonya, ini jus jeruknya." Terdengar suara bibi dari luar.

" Masuk bi," jawab Serlin.

Bibi masuk dan sempat terpaku beberapa detik melihat kamar yang sudah seperti kapal pecah. "Ada apa Nyonya? Kenapa berantakan begini?"

"Simpan jusnya di atas meja dan segera ke luar!" Serlin tidak menjawab pertanyaan Bibi.

"Baik, Nyonya," jawab Bibi buru-buru menyimpan jus di atas meja lalu dengan cepat pergi ke luar dari kamar.

Serlin mengambil jus jeruknya, perasaannya sedikit lega setelah jus melewati tenggorokannya. Tidak lama kemudian terdengar ponselnya bergetar yang berada di atas lemari kecil.

Dilihatnya layar ponsel yang menampilkan nama manajernya. "Halo."

Terdengar suara dari ujung telepon dan Serlin mendengarkannya dengan sangat serius.

"Malam ini juga? Singapura? Baiklah, aku akan bersiap siap, setengah jam lagi jemput ke sini." Serlin langsung menutup ponselnya dan bergegas ke walk in closet.

Hampir 20 menit Serlin berkemas memasukan bajunya ke dalam koper. "Aku rasa ini sudah cukup," gumamnya sendiri. Kemudian dengan cepat pula, Serlin mengganti pakaiannya dan memasukkan semua alat make up ke dalam biutikis.

Tanpa menghiraukan kamarnya yang sudah berantakan tidak berbentuk lagi, Serlin menarik kopernya ke luar dari kamar.

"Mau ke mana lagi kamu?!" tanya Ervin begitu melihat istrinya sedang menuruni tangga.

"Aku ada pemotretan di Singapura selama 2 minggu," jawabnya tanpa melihat sedikit pun ke arah suaminya.

"Lagi? Pemotretan lagi?! Baru 3 hari yang lalu kamu pulang dari Tokyo dan sekarang pergi lagi?! Aku tidak mengijinkannya!!" Teriak Ervin marah.

Serlin berhenti tepat di depan Ervin. Ditatapnya mata suaminya dengan tajam. "Aku tidak perlu ijinmu!" Ucapnya penuh dengan penekanan.

"Serlin!!" Teriak Ervin habis kesabaran.

Terdengar dari arah luar suara klakson mobil yang sengaja dibunyikan. "Aku pergi!" Serlin dengan cepat menarik kopernya ke luar dari rumah.

Napas Ervin naik turun, mengontrol emosinya. Dadanya bergemuruh, menahan amarah. Tangannya terkepal melihat istrinya yang bergegas pergi dan menghilang dari balik pintu.

Bibi yang dari tadi melihat, merasa kasihan kepada Tuannya. "Kasihan sekali Tuan Ervin, padahal dia sangat sayang sama istrinya tetapi kenapa Nyonya selalu menyakitinya?"

Ervin segera pergi ke ruang kerjanya, menutup pintu dengan dibanting dan menjatuhkan semua barang yang ada di meja kerjanya. "Brengsek!!!" Teriaknya.

Setelah puas meluapkan emosinya, Ervin duduk disinggasananya. Wajahnya terlihat kusut, matanya melihat langit-langit. "Kenapa jadi seperti ini?" Hanya kata itu yang ke luar dari bibirnya.

Semuanya nampak indah ketika istrinya masih mau mendengarkan semua ucapannya. Pernikahan yang sudah berjalan 4 tahun hanya bisa dirasakan manis saat di awal saja.

"Serlin sekarang banyak berubah, aku seperti tidak bisa mengenalnya. Tidak ada lagi Serlin yang dulu penuh kelembutan, menuruti semua ucapanku. Serlin sekarang penuh dengan ambisi, bahkan seperti tidak peduli lagi dengan pernikahan ini."

"Aku sungguh tidak mengenalnya. Apa yang kurang dari diriku. Uang? Aku banyak uang. Cinta? Aku bahkan menikahinya karena cinta. Semua apa yang dia inginkan selalu aku turuti. Tetapi kenapa jadi seperti ini?" Ervin melamun, di dalam pikirannya banyak sekali pertanyaan.

"Bahkan yang aku lihat, sepertinya Serlin tidak ada keinginan untuk punya anak. Aku sudah membahasnya berulang kali tetapi dia selalu menghindar. Padahal dia sangat tahu kalau aku menginginkan seorang anak. Rumah ini sepi tanpa suara anak-anak."

Sementara itu di dalam sebuah mobil yang berwarna hitam, nampak Serlin sedang duduk di kursi belakang dengan wajah yang penuh kekesalan.

"Kenapa suamiku tidak pernah mau mengerti dengan keinginanku? Berada di puncak karir seperti sekarang ini tidak mudah aku raih, banyak halangan dan rintangan. Lalu aku di suruh berhenti? Enak sekali di bicara, menjadi model terkenal seperti adalah impianku sejak kecil. Tidak mungkin aku melepasnya begitu saja."

Sopir melihat Serlin dari kaca spion dalam. "Apa ada masalah?" tanyanya, karena sopir sudah sangat mengenal Serlin dengan baik sering menjemputnya ke rumah.

"Biasa Pak, Ervin rewel lagi," jawabnya melihat ke kaca spion dalam.

"O, apa Pak Ervin tidak mengijinkan Ibu pergi?" tanyanya lagi.

"Begitulah, setiap aku mau pergi pasti selalu dilarangnya. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana memberinya pengertian kalau menjadi seorang model itu adalah impianku."

"Bersabar saja Bu, di dalam pernikahan memang selalu ada pertengkaran," kata sopir sambil menatap jalan yang terlihat mulai lengang.