"Hentikan!! Kalian ini sudah tua, kenapa bertingkah seperti anak kecil?!" Teriak Ervin galak. "Lihat! Semua orang melihat kalian!" Kata Ervin.
Thomas dan Josh langsung berhenti seketika dan melihat orang-orang yang sedang memperhatikan mereka berdua.
"Minggir! minggir!" Dari arah belakang orang-orang yang melihat mereka, muncul dua orang laki-laki yang bertubuh tegap.
"Ada apa ini?" tanyanya dengan suara baritonnya ke arah Thomas dan Josh yang telah duduk kembali.
"Tidak ada apa-apa, aku dan dia," tunjuk Josh ke dirinya dan Thomas. "Sedang bercanda. Memangnya kamu tidak kenal kami?" tanya Josh balik bertanya.
"Kami kira kalian sedang berduel," jawab si penjaga. "Kami di sini sangat mengenal kalian bertiga. Kalau tidak ada apa-apa, kami permisi." Semua orang yang sedang menonton mereka akhirnya membubarkan diri.
"Gara-gara kelakuan kalian yang seperti bocah, akhirnya kita jadi tontonan mereka," kata Ervin.
Josh dan Thomas terdiam. Apa yang dikatakan Ervin memang benar.
"Aku mau pulang, rasanya kepalaku sudah sakit," kata Ervin lagi, meneguk minumannya lagi lalu berdiri.
"Kenapa pulang? Ini masih sore." tanya Josh, melihat Ervin yang sedang membetulkan jaketnya.
"Besok aku ada tender. Pagi sekali harus ke kantor," jawab Ervin.
"Tadi kamu bilang mau minum sampai mabuk, kenapa sekarang pulang?" tanya Josh lagi sedikit protes.
"Tadinya begitu tapi aku baru ingat kalau besok ada tender besar, aku harus mempersiapkannya agar tidak kalah," jawab Ervin lagi.
"Kalau begitu aku juga mau pulang. Rasanya ngantuk sekali," ucap Thomas.
"Kamu juga pulang? Bagaimana sih kalian ini tidak ada rasa solider sama sekali, masa aku ditinggal sendirian di sini," ucap Josh protes.
"Kalau tidak mau sendirian, kamu pulang!" Jawab Thomas.
"Di rumah aku tidak ada orang, justru ke sini karena aku kesepian sendirian," jawab Josh dengan wajah yang tiba-tiba mendung.
"Tapi aku tidak bisa. Aku pergi," jawab Ervin segera pergi dari tempat itu, menerobos kerumunan orang yang mulai berjingkrak tidak beraturan.
"Aku juga mau pergi. Sampai ketemu lagi sahabat tercintaku," ucap Thomas menggoda Josh yang sedang kesal dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Najis!" Ucap Josh melempar Thomas dengan kulit kacang.
Thomas tertawa terbahak, kemudian segera pergi sebelum Josh menangkapnya lagi.
"Tinggal aku sendirian sekarang," Josh menyandarkan tubuhnya ke kursi.
Tidak berapa lama kemudian, dua wanita datang menghampirinya dan langsung duduk disebelah Josh yang sedang memejamkan matanya.
"Sendirian saja Tuan," terdengar suaranya menyapa Josh.
Josh langsung membuka matanya. "Kalau kalian mau, temani aku," jawab Josh.
"Dengan senang hati Tuan," jawab wanita yang berbaju biru langsung menyandarkan dadanya ditangan Josh.
"Siapa namamu?" tanya Josh ke wanita yang berbaju biru.
"Ririn Tuan," jawabnya manja dengan bibir lipstik merahnya.
"Dan kamu, siapa namamu?" tanya Josh melihat yang satunya lagi, wanita yang pertama kali menyapanya.
"Dewi Tuan," jawabnya tidak kalah manja dari Ririn.
"Temani aku malam ini," kata Josh langsung merangkul kedua wanita tersebut.
"Dengan senang hati Tuan," jawab keduanya. Mereka bertiga pun tertawa bersama.
Suara musik yang semakin kencang menambah suasana semakin panas. Entah sudah berapa botol minuman yang Josh habiskan, tubuhnya sudah terlihat limbung dengan wajah dan mata yang sudah memerah.
Malam semakin beranjak larut dan meninggalkan segala cerita di hari itu, yang akan diganti dengan esok hari.
"Bibi," Ervin memanggil satu satunya orang yang sangat dipercayanya.
Bibi yang kebetulan berada di luar kamar Ervin bergegas masuk karena pintu kamar yang terbuka. "Iya, Tuan."
"Cepat sekali datangnya," kata Ervin yang sedang memasang dasinya di depan cermin.
"Bibi kebetulan sedang berada di depan pintu kamar," jawab Bibi.
"Buatkan aku kopi Bi, jangan terlalu manis dan juga roti bakar. Hari ini, aku ada meeting penting jadi cepat buatkan Bi," kata Ervin.
"Iya, baik. Dengan segera akan aku buatkan." Bi Sumi dengan cepat segera ke luar dari kamar.
Setelah selesai memakai dasinya dan jasnya serta bercermin kembali. Ervin mengambil tas kerjanya dan melangkah ke luar dari kamarnya.
"Sudah Bi?" tanya Ervin melihat Bibinya di ruang makan.
"Sudah Tuan," jawab Bibi.
"Bawa ke sini saja." Ervin melangkah menuju meja kecil yang menghadap ke taman belakang rumahnya. Udara segar terasa menerpa wajahnya begitu dirinya duduk.
"Bibi, koran hari ini mana?" tanya Ervin.
"Ini Tuan," jawab Bibi yang membawa nampan kopi dan roti bakar lengkap dengan koran didalamnya.
"Terima kasih Bi," jawab Ervin langsung mengambil korannya. Sementara Bi Sumi meletakkan kopi dan roti bakar di depan Ervin.
"Sarapannya Tuan," kata Bi Sumi.
"Iya, terima kasih," jawab Ervin. "Bilang ke sopir untuk menyiapkan mobil. Aku mau bawa sendiri mobilnya."
"Iya," Bi Sumi segera pergi mencari sopir pribadi Tuannya.
Setelah beberapa menit membaca Koran yang penting pentingnya saja, Ervin dengan cepat menghabiskan sarapannya lalu bergegas pergi ke luar.
Nampak Bi Sumi sedang bersama suaminya menunggu Ervin.
"Tuan, apa sebaiknya memakai sopir saja untuk ke kantor," kata Bi Sumi.
"Tidak usah, aku ingin bawa mobil sendiri. Sudah lama aku tidak bawa mobil," jawab Ervin langsung masuk ke dalam mobilnya.
Bi Sumi dan suaminya masih berdiri melihat mobil yang bergerak ke luar dari halaman dan melewati pintu gerbang yang otomatis terbuka sendiri.
"Tuan Ervin itu lelaki yang baik dan juga suami yang baik. Aku kasihan melihatnya. Hampir setiap hari selalu sendiri padahal dia punya istri," kata Bi Sumi yang masih melihat ke arah pintu gerbang padahal mobil Ervin sudah tidak terlihat.
"Aku juga kasihan padanya, Sumi. Tetapi kita tidak bisa masuk campur urusan mereka. Itu urusan pribadi mereka," jawab suaminya.
"Iya, Pak. Kita doakan saja semoga Tuan mendapatkan kebahagiaan. Jangan terus terusan seperti itu. Dia masih sangat muda. Kita membesarkannya dari kecil, sejak orang tuanya masih ada."
"Iya. Sebaiknya kita masuk saja. Aku ingin kopi, sejak pagi belum minum kopi." Ajak suaminya menggandeng tangan istrinya masuk ke dalam rumah.
Ervin melajukan mobilnya menembus jalanan Ibukota yang tidak pernah absen dari kemacetan. "Aku benci dengan macet ini." Dilihatnya jam tangan yang melingkar ditangan kanannya.
Suara klakson mobil yang saling bersahutan semakin menambah suasana menjadi semerawut. Asap polusi dari kendaraan bermotor membuat para pemakai jalan harus ekstra sabar menghadapi kemacetan yang luar biasa di jam-jam kerja seperti ini.
Ponsel Ervin yang berada di saku celananya bergetar. Dilihatnya layar ponsel memunculkan nama sekretarisnya.
"Halo, Bianca." Kata pertama yang ke luar dari Ervin begitu menjawab telponnya.
Terdengar suara dari seberang sana. "Selamat pagi Pak, setengah jam lagi meeting akan dimulai. Bapak ada di mana?" tanya Bianca.
"Masih di jalan. Macet sekali. Aku akan usahakan sampai dalam setengah jam," jawab Ervin dan langsung menutup ponselnya.