Ervin ke luar dari ruang kerjanya langsung melangkah menuju kamarnya.
"Serlin ngamuk lagi, Bi?" tanya Ervin, melihat asisten rumah tangganya sedang membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai kamar.
"Iya, Tuan. Tadi sewaktu Bibi mau kasih jus jeruk, Nyonya sedang marah," jawab Bibi.
Ervin terdiam. Dirinya pun sama, baru saja menghancurkan barang-barang yang ada di ruang kerjanya.
Setelah selesai membersihkan kamar Tuannya, Bibi segera ke luar dari kamar.
"Bibi," panggil Ervin.
"Iya Tuan," jawab Bibi kembali lagi karena namanya di panggil.
"Bereskan ruang kerjaku juga," kata Ervin datar.
"Iya, Tuan," jawab Bibi langsung ke luar lagi dari kamar.
Ervin mengambil rokok yang ada di atas lemari kecil disamping tempat tidur, langkah kakinya menuju ke jendela yang terbuka lebar. Angin malam terlihat mempermainkan gorden tipis yang menjuntai tinggi.
Diambilnya satu batang rokok, tidak lama kemudian terlihat kepulan asap putih menutupi sebagian wajahnya.
"Seharusnya aku bahagia karena punya segalanya tetapi aku merasa hampa, seperti tidak punya apa-apa. Uangku banyak, rumah yang besar dan istri yang cantik tetap saja aku kesepian."
Ervin menghisap rokoknya kuat-kuat, dihembuskannya lewat hidung dan mulutnya. "Lebih baik aku ke luar saja mencari hiburan."
Ervin lalu mematikan rokoknya di asbak, lalu masuk ke dalam walk in closet. Tidak berapa kemudian, pakaian yang dikenakannya sudah berganti, memakai jaket kulit senada dengan sepatu pantofel yang dipakainya.
Ervin terus melangkah menuruni anak tangga hingga sampai di depan pintu ke luar. "Bibi!" panggilnya teriak.
Tidak ada jawaban, yang datang malah Pak Gatot dengan terburu buru mendekati Tuannya. "Bibi sedang membersihkan ruang kerja Tuan."
"Aku mau ke luar, jaga rumah baik-baik. Mungkin larut malam aku baru pulang."
"Iya Tuan," jawab Pak Gatot.
Ervin ke luar langsung menuju ke mobilnya yang sudah terparkir di halaman rumah. Tidak lama kemudian terdengar suara mobil semakin menjauh meninggalkan pekarangan.
Bibi baru saja ke luar dari ruang kerja, selesai membersihkan ruangan.
"Sudah selesai Sumi?" tanya Gatot.
"Sudah suamiku?" jawab Bibi, sambil membawa sapu ditangannya.
"Tadi Tuan menanyakan kamu," kata Pak Gatot.
"Mau apa?" tanya Bibi Sumi.
"Mungkin karena mau pergi saja," jawab suaminya.
Pak Gatot dan Bibi Sumi adalah orang kepercayaan Ervin, sejak kecil suami istri itu telah bekerja di rumah orang tuanya. Mereka selalu ada buat Ervin setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil 20 tahun yang lalu.
"Aku tadi baru saja membersihkan kamar Nyonya karena banyak pecahan kaca yang berserakan dari vas bunga yang pecah lalu berlanjut ke ruang kerja Tuan, karena hal yang sama. Mereka berdua baru saja bertengkar lagi."
"Mereka selalu bertengkar, kalau sehari saja Nyonya ada di rumah pasti mereka bertengkar. Aku merasa Nyonya yang banyak berubah. Sebagai suami, sudah sewajarnya menegur istrinya agar selalu berada di rumah," kata Pak Gatot mengikuti istrinya berjalan ke dapur.
"Iya, tadi juga aku mendengar mereka bertengkar hal yang sama. Aku merasa kasihan dengan Tuan," kata Bibi Sumi.
"Aku juga, Tuan itu orang baik. Hatinya sangat lembut tetapi punya istri yang sangat ambisius, tidak pernah puas," kata Pak Gatot.
"Aku kalau jadi istrinya Tuan Ervin, pasti akan menjadi istri yang baik dan penurut. Punya suami yang tampan dan kaya raya, dambaan setiap wanita. Tetapi Nyonya tidak bersyukur dengan semua itu. Setelah kehilangan Tuan suatu saat nanti, baru akan menyesal seumur hidup," kata Bibi.
"Hus! Jangan sembarangan kalau bicara. Nanti kalau berpisah? Kamu mendoakan mereka berpisah?" kata Pak Gatot menegur istrinya karena sembarangan bicara.
"Aku tidak mendoakan mereka berpisah suamiku. Ada sebab ada akibat. Kita lihat saja nanti," kata Bibi Sumi.
"Kamu semakin ngawur saja kalau bicara." Pak Gatot lalu ke luar dari dapur.
"Mau ke mana? Ini sudah malam!" Teriak Bibi.
"Mau berkeliling rumah, memeriksa keadaan di luar," jawab suaminya dengan berteriak juga.
"Ya sudah, lebih baik aku tidur saja. Tubuhku lelah sekali." Bibi lalu pergi ke kamarnya untuk mengistirahatkan dirinya supaya besok kembali segar.
...
Di sebuah klub malam elite di Ibukota, Ervin baru saja memarkirkan mobilnya. Tangannya mengambil ponsel yang ada di saku jaketnya lalu menghubungi seseorang.
"Halo. Aku sudah sampai. Kamu di mana?" tanya Ervin lewat telepon.
Terdengar jawaban dari seberang telepon, sesaat Ervin terdiam.
"Ok, aku masuk." Ervin kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaketnya dan bergegas ke luar dari dalam mobil.
"Tuan Ervin," sapa seorang petugas keamanan yang berjaga di depan pintu. "Rasanya sudah lama sekali Tuan tidak pernah ke sini. Apa kabarmu Tuan?" tanyanya.
"Kabarku baik, aku masih hidup makanya sekarang aku ke sini," jawab Ervin bercanda. "Dan kamu sendiri bagaimana? Ototmu semakin besar saja," kata Ervin sambil memukul dada orang itu.
"Kabarku juga baik Tuan," jawab orang itu yang tidak meringis sedikit pun ketika Ervin memukul dadanya. "Teman Tuan sudah di sini dari tadi, mereka ada di dalam."
"Iya, aku sudah janjian dengannya untuk bertemu di sini." Ervin lalu merogoh dompet yang ada di saku celana jeansnya, lalu mengambil beberapa lembar uang yang berwarna merah. "Ini untukmu, beri juga temanmu itu," kata Ervin memberikan uangnya.
"Terima kasih Tuan, rejeki." Langsung diambilnya uang yang ada di tangan Ervin.
"Aku masuk, jaga baik-baik di sini. Jangan sampai ada kericuhan," kata Ervin langsung masuk.
"Iya, Tuan. Terima kasih. Selamat bersenang senang." Teriaknya kegirangan mendapatkan uang tips dari Ervin.
Begitu memasuki ruangan, terasa sekali ruangan yang sangat berisik. Ervin mengedarkan pandangannya mencari orang yang tadi dihubunginya.
"Ervin!!! Di sini!!" Teriak seseorang mengalahkan suara musik yang berdentum sangat keras.
Ervin langsung melihat ke asal suara, matanya memicing untuk melihat dengan jelas karena suasana lampu yang temaram.
"Di sini!!" Sekali lagi orang itu berteriak sambil melambaikan tangannya.
Ervin melihat temannya sedang duduk di apit dua wanita dengan pakaian yang serba kurang bahan. "Dasar Playboy," gumamnya sambil melangkah mendekati temannya.
"Kamu sendirian? Aku kira dengan si Thomas," ucapnya.
"Mungkin dia masih di jalan," jawab Ervin masih berdiri, melihat dua wanita yang bergelayut manja ditangan temannya tetapi menatap dirinya.
"Kenapa berdiri saja?" tanya temannya. "Duduklah."
Ervin tidak menjawab tetapi matanya melihat ke arah dua wanita disisi kanan dan kiri temannya.
"Kalian pergi dulu, nanti aku panggil lagi," ucapnya pada dua wanita tersebut karena dirinya tahu Ervin tidak suka ada wanita nakal di sekitarnya.
Setelah menerima uang tips, dua wanita tersebut lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Ubahlah kebiasaan kamu itu, John. Jangan main perempuan terus, sampai kapan akan seperti itu terus," kata Ervin sambil duduk di sebelah temannnya.