Sekarang aku sadar kalau pria yang waktu itu telah merenggut ke kesucian ku adalah Alexa, pria Ceo dari perusahaan Furniture ternama. Alexa, pria yang selama ini ku cari nyatanya sudah ada di dekatku. Kembali satu ranjang dengan ku, dan yang paling mengejutkan adalah, pria ini….....ya ampun kenapa sampai kebetulan seperti ini sih? Apa yang terjadi? Beberapa puluh jam yang lalu, dia pria baik, ya meskipun sedikit dingin. Tapi paling tidak, dia pria bermoral dan berpendidikan mengapa harus berada di hotel, dan dalam pengaruh alkohol pula.
Apa mungkin kejadian beberapa tahun lalu terulang kembali? Alexa di jebak lagi sama orang yang mempunyai dendam kepada nya, untuk menghancurkan karir nya. Dan aku, aku adalah pelampiasan nafsu laki-laki ini? Ya, Tuhan….apa yang harus aku lakukan? Aku bertemu sekaligus bercinta dengan Alexa, selalu di saat dia sedang tidak sadar seperti ini.
Tapi ku ingat satu hal, waktu kejadian yang pertamakali nya. Aku ingat saat aku terbangun dari tidurku, Alexa menyimpan sebuah amplop agak besar berwarna coklat di nakas kamar hotel. Alexa meninggalkan sebuah surat juga beberapa lembar uang seratus ribuan di amplop itu, sebelum dia pergi. Dan aku masih menyimpan amplop itu, sampai sekarang. Aku berniat untuk mengembalikan amplop itu padanya.
Uang yang Alexa berikan untukku, tidak pernah sepeserpun aku belikan. Ku simpan baik-baik, tanpa ku kasih tahu Mamy pula. Semua itu aku lakukan, karena pria ini tidak bersalah. Dia hanyalah Korban dari kejahatan sang asisten nya sendiri.
Aku tidak berhak atas uang itu, sebab itu semua adalah kesalahan ku juga. Di samping itu, biarlah aku yang menanggung nya karena meskipun bukan Alexa yang merenggut kesucian ku pastinya ada orang lain yang akan melakukan hal tersebut. Jadi, bagiku Alexa tidak harus merasa bersalah sedikitpun.
"Alexa! Pria yang selama ini aku cari, itu kamu? Kenapa kita selalu di pertemukan dalam keadaan yang sulit seperti ini? Padahal, aku sangat menginginkanmu. Tapi apa mungkin kau mau padaku, jika kau tahu aku wanita yang penuh noda?" Desahku sambil ku elus wajahnya yang lembut penuh berkarisma ini, tanpa mau ku perpaling.
"Kau tahu? Aku selalu ingat isi surat itu, isi surat permintaan maaf mu kala itu. Kau juga berjanji akan mencari ku, untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Padahal kau tidak sengaja melakukan itu, kau adalah korban dari kejahatan orang yang benci padamu. kau harus tahu, aku tidak pernah menyalahkan mu waktu itu. Dan yang paling kau harus tahu bahwa, aku bukan wanita baik-baik yang akan menjaga kehormatan ku." Lirihku berbicara pada orang yang kini sedang terlelap tidur di pelukan ku.
Walaupun Alexa tidur, dia selalu memeluk ku. Tangannya menggenggam ku dengan sangat kuat, sehingga aku tidak bisa bergeser sedikit pun dari dekapan nya.
Pikiran ku melayang tinggi, ke suatu kejadian di saat nanti Alexa sudah tahu siapa aku ini. Alexa pasti akan pergi meninggalkan ku, membatalkan janjinya yang dia tulis di surat itu dan tidak mau mengenalku lagi. Hatiku akan hancur seketika itu, meski aku tahu itu akan terjadi tapi mengapa hati ini rasanya tidak merelakan itu semua. Sebab harapan ku untuk menjadi nyonya Alexa pupus sudah. Harapan, hanya tinggal harapan tidak akan pernah terjadi. Apa lagi melihat ibu Alexa sudah tidak menyukai ku dari sekarang ini.
Hah! Rasanya sesak dadaku ketika harus bergulat memikirkan hal tersebut. Ingin sekali aku putar waktu, dimana aku pergi mau menjadi TKW tidak aku lakukan. Cari kerja saja di sini sendiri tanpa minta bantuan dari orang lain. Apa lagi om Fredy, yang nyatanya dia kaki tangan seorang mucikari. Aku terjebak, terjerumus, dalam lembah hitam yang tidak mungkin bisa kembali putih.
"Dimana kamu berada? Aku ingin bertemu lagi dengan mu!" Gumam Alexa terlihat sangat tegang ketika meminta pada seseorang. Alexa berbicara dalam keadaan yang sedang tertidur, namun kelihatannya seperti dalam kejadian yang nyata.
berbicara seakan sedang kehilangan seseorang yang dia cintai hingga terbawa mimpi seperti itu. Mungkinkah wanita itu pergi meninggalkan nya dengan lelaki lain, atau meninggal dunia?
Aku membuat bibir ku maju, kesal sekali karena ternyata Alexa sudah mempunyai wanita lain selain diriku. Kalau aku bisa, rasa nya ingin sekali aku menggantikan perempuan beruntung itu untuk menjadi wanita yang ada di dalam hati nya. Ku bertanya dengan penuh perasaan pada wajah yang kini ku tatap, tentang siapa wanita yang Alexa impikan itu? yang pasti bukan aku, kan?
"siapa wanita itu, Alexa? walaupun aku tidak tahu, tapi aku yakin dia wanita yang sangat beruntung sekali." Nada bicara ku sedikit tertahan, hatiku tidak rela dia mencintai orang lain.
"Aku mohon, maafkan aku! Aku sudah salah padamu, dan menghancurkan masa depan mu. Kemana aku harus mencari mu, dan melakukan tanggung jawab ku?" Alexa kembali bergumam dalam tidur nya, yang saat ini lebih parah lagi.
Tidurnya terlihat sudah tidak nyaman lagi, gelisah dengan bibir yang terus memanggil dan meminta maaf kepada wanita dalam mimpi nya itu. Keringat nya membasahi sekujur tubuh nya, juga cekalan tangan nya semakin kuat kala mencekal tanganku.
Ku bermaksud untuk membangunkan Alexa, khawatir kalau semakin lama di biarkan takut semakin parah lagi dan aku tidak mau itu terjadi.
"Hey! Ada apa? Kau sedang bermimpi?" Suaraku mendesah pelan ketika aku membangunkan Alexa. Sengaja ku buat seperti itu, sebab tidak mau terlalu kasar membangunkan Alexa. Takut dia kaget sekali pada saat terbangun nanti, apalagi dia akan melihat ku sudah ada di sampingnya.
Alexa tidak akan tahu kedatangan ku dari awal, karena aku datang tiba-tiba kepada nya di saat Alexa dalam keadaan yang tidak normal seratus persen. Pikirannya di pengaruhi oleh air beralkohol atau obat yang sejenis nya. Sehingga Alexa akan merasa kaget pada saat dia mendapati ku, yang kini sudah berada satu ruangan dengan nya.
"Mimpi apa? Bangunlah! Aku ada di sini." Pintaku sambil ku terus menggoyah kan tubuh Alexa secara perlahan.
"Tidak." Alexa bangun secara tiba-tiba dengan keadaan yang sangat tegang sekali.
Tangannya semakin kuat kala mencekal tanganku, hingga aku meringis kesakitan.
"Aww..sakit." lirihku menahan cekalan tangan Alexa.
"Hah? Kamu? Sedang apa kau disini?" Alexa terbelalak kaget, sangat kaget ketika melihat aku yang saat ini sedang berada di dekat nya. Tiba-tiba dia melepaskan genggaman tangan ku, dari tangan nya.
Mungkin Alexa merasa aneh ketika dia menatap ku yang tiba-tiba bersamanya, di satu ranjang lagi. Pasti Alexa akan merasa ini sebuah kejadian yang tidak di inginkan dan sangat mengejutkan baginya.
"A-aku, aku, juga tidak tahu." Jawabku dengan sangat terbata.
"Apa yang kamu katakan? Kamu juga tidak tahu apa yang terjadi? Kenapa selalu seperti ini?" Alexa memukul kepalanya sangat lumayan keras, mungkin menyesal dengan keadaan nya saat ini.
"Aku minta maaf! Kau tidak suka aku berada di sini? Kalau begitu, aku akan pergi." Suaraku bergetar menahan kesedihan karena Alexa ternyata tidak menginginkan kehadiran ku.
"Bukan, bukan itu maksud ku. Aku menyesal, bukan karena kehadiran mu di sini. Tapi karena aku yang selalu seperti ini." Jawab Alexa sangat merasa bersalah saat memandang wajah ku.
"Apa maksudmu selalu seperti ini? Kejadian ini, bukan yang pertama?" Seruku berpura-pura tidak tahu.
"Emm, Ini kejadian yang kedua kalinya. Belum juga aku bertemu dengan gadis itu untuk menembus kesalahanku, sekarang aku sudah melakukan kesalahan pada gadis lain. Yaitu kamu." Cetus Alexa mulai bercerita tentang yang telah terjadi padanya.
"Kau tahu gadis itu?"
"Tidak. Aku melihat wajahnya dengan samar-samar waktu itu. Sangat tidak jelas, karena mungkin aku masih belum normal seratus persen. Pikiran ku masih sangat kacau, Sehingga aku tidak mengenalnya dengan baik. ketika aku pergi aku hanya memberikan sebuah amplop berisi kan surat permintaan maaf ku, dan meminta dia untuk menemuiku kalau terjadi apa-apa padanya. Tapi bodohnya aku, identitasku tidak ku cantumkan di surat itu. Dia mungkin kesusahan mencari ku." Alexa menutup wajah dengan kedua tangan nya, sambil terus mengucek-ngucek nya melampiaskan kekesalannya kepada dirinya sendiri.
Aku mendadak terdiam di saat Alexa mengatakan tentang surat itu. Ingin aku katakan, bahwa Wanita itu adalah aku. Tapi berat rasanya Lidah ini berucap, sehingga aku memutuskan untuk menghela nafas panjang ku sambil mencoba menyembunyikan identitas gadis tersebut. walaupun aku bahagia, tapi tidak dapat di pungkiri bahwa aku memang takut.