Aku berlari ke dalam kamar setelah mendengar ucapan juga cacian dari ibu Alexa tadi. Meskipun aku mencoba untuk tegar juga tidak ku ambil hati semua perkataan nya, akan tetapi tidak bisa di pungkiri bahwa hatiku rasanya bagaikan tersayat sembilu. Perih dan terasa pahit hingga tidak bisa ditahan lagi, karena pisau belati itu terus mengoyak hatiku yang rapuh ini.
Ku jatuhkan badan di tempat tidur, sambil ku ambil bantal guling untuk menutupi mulut supaya tidak ada yang mendengar aku menangis. Di sinilah aku tumpahkan semua rasa sakit dan kecewaku, tanpa ada satupun orang yang tahu. Menangis dan terus menangis, hingga tidak terasa waktuku menangis sudah hampir satu jam saja.
Kurasakan dada sudah sangat sesak, sampai tubuhku melemah seakan tidak bisa berdaya lagi. Semua tenagaku habis terkuras pada saat aku menangis menumpahkan kesedihan ku, yang ku pendam sendiri karena tidak mungkin aku bisa tumpahkan pada orang lain. Mereka akan lelah dan bosan kalau harus mendengar ceritaku yang panjang ini. sehingga aku putuskan untuk tidak bicara pada siapapun termasuk Mamy.
Aku menangis bukan hanya di hina ibu Alexa, tetapi karena penyesalan ku juga meratapi nasib hidupku yang jauh dari kata baik.
Andai saja papah masih duduk di kursi direktur perusahaan nya, mungkin hidupku tidak akan menderita begini. Dan mungkin sekolahku masih tetap berlanjut hingga kuliah, bahkan menjadi pramugari sesuai cita-cita ku selama ini. Aku pun akan sangat diterima di keluarga Alexa termasuk ibunya, yang juga menginginkan punya menantu seorang pramugari atau wanita karir.
Ah, aku sangat menyesal hal itu tidak terjadi kepada ku. Sedangkan aku sangat menginginkan Alexa untuk menjadi pendamping hidupku, juga mau membingbing diriku ke jalan yang seperti dulu lagi.
Melepaskan aku dari dunia kelam, dengan menjadikan aku sebagai seorang wanita halalnya.
Setelah aku puas melampiaskan kemarahanku, dengan tangisan ini. Ku coba bangun untuk melepaskan kepenatan ku, dengan guyuran air shower di kamar mandi. Aku berniat untuk kembali bekerja supaya bisa pulang dengan membawa uang bagi keluargaku yang sedang menunggu ku di kampung.
Namun belum juga kaki ini melangkah, suara ketukan pintu kamar terdengar sangat nyaring sekali di pendengaran ku. Setelah itu aku mendengar suara cempreng khas Mamy meminta aku untuk membuka pintu kamar.
"Anes! Kau sudah bangun? Biarkan Mamy masuk ke kamar mu! Ada yang mau Mamy bicarakan padamu." Teriak Mamy dari luar, dengan tangan yang tidak henti-hentinya mengetuk pintu kamar.
"Iya, Mam. Akan ku bukakan pintu untuk mu." Aku berjalan menuju arah pintu masuk untuk menghampiri Mamy yang saat ini sedang menunggu ku di luar.
Aku melangkah, hingga mau sampai ke depan pintu kamar. Namun sebelum aku sampai di sana, tidak sengaja kepalaku menoleh ke arah kaca lemari yang berdiri hampir dua meter itu di sampingku. Aku menatap wajahku yang kini ada di pantulan cermin itu, dengan sangat terkejut.
Bagaimana tidak. Aku melihat wajahku pucat, lingkaran hitam di bawah mataku terlihat jelas, juga mataku yang begitu sembab menghiasi wajah ku. Ku sentuh dan ku perhatikan seluruh wajah ini mungkin salah, semoga saja ini bukan wajahku yang sebenarnya. Ku buat cubitan di pipiku, ternyata sangat sakit sehingga aku yakin kalau wajah yang ada di pantulan kaca itu adalah wajah ku.
Jika seperti ini keadaannya, bagaimana aku bisa menemui Mamy? Dia pasti akan bertanya penyebab wajah ku seperti ini, tidak mungkinkan kalau aku menyembunyikan wajahku dulu pada saat mau menemui dia? Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Mamy ingin menemui ku secara pribadi, itu tandanya ada sesuatu yang sangat penting yang ingin dibicarakan kepada ku.
Ku buat kakiku hanya mondar-mandir saja di dalam kamar, memutar pikiran ku supaya bisa aku temukan ide untuk menghindari dulu pertemuan denga Mamy.
"Anes! Kenapa lama sekali sih, buka pintunya? Kau tidur lagi?" Mamy kembali membuat suara juga pintu yang diketuk terdengar lagi. Sehingga aku terkejut jantung hampir saja copot, akibat terlalu fokus berpikir sesuatu.
"I-iya Mam. Emm. Aku, aku. Sebentar lagi aku akan keluar. Tapi boleh tidak, aku menemuimu setelah beberapa menit lagi? Tadi malam aku mimpi sesuatu yang memalukan, sehingga aku harus mandi dulu sebelum menemuimu. Mamy juga pasti tidak akan mau, bertemu aku dengan keadaan yang seperti ini." Oke! Ini satu-satunya cara yang aku temukan dalam pikiran ku selama beberapa menit ini.
"Kamu jorok sekali. Bisa-bisanya kamu mimpi seperti itu, ini nih kalau orang yang seringan buat masalah. Selalu kabur saat mendapatkan pelanggan, padahal Mereka sudah membayar mahal dirimu." Cibir Mamy terdengar mengejek diriku, yang menurutnya aku keras kepala tidak mau mendengarkan semua permintaan nya.
Tidak apa, lah. Yang penting Mamy tidak memaksa mau menemui aku sekarang, walaupun nantinya dia akan kembali setelah aku selesai mandi. Padahal aku juga tidak tahu, sembab di mataku akan hilang atau tidak. Yang penting tidak bengkak seperti ini, kalau setelah aku mandi mungkin saja akan sedikit berkurang ketika menemui dirinya.
"Maaf, Mam! Tapi nanti aku tidak akan kabur-kabur lagi kalau sama mereka, aku janji!"
"Ya sudah. Kau mandi saja dulu, setelah itu temui Mamy di tempat Mamy! Jangan lama-lama mandinya! Mamy akan segera pergi, ada urusan penting yang harus Mamy lakukan." Pinta dia terdengar tegas.
"Baik, Mam. Aku tidak akan lama, mungkin hanya perlu beberapa menit untuk membuat tubuhku bersih. Setelah itu, aku akan pergi ke tempat mu dengan segera." Sebuah janji, ku buat agar Wanita itu menunda dulu niat bertemu dengan ku.
Dalam hati berbicara, menerka-nerka sesuatu yang belum pasti tentang maksud Mamy yang katanya ada urusan penting itu. Apa dia akan pergi ke tempat hiburan malam yang sudah disita itu, untuk mengambil kembali bangun tersebut? Atau mungkin ada hal lain yang belum aku tahu masalah itu. Yang jelas Mamy bilang dia mau ada urusan setelah aku menemui dia.
"Mau kemana Mamy? Apa dia mau mengambil kembali bangun untuk klub kita? Atau ada sesuatu yang penting lain, yang akan dia selesai kan? Tapi semoga saja itu tentang klub, supaya kita punya tempat untuk mencari uang lagi. Dan yang paling penting, apartemen ini tidak mereka gunakan lagi untuk bermain di sini. Ribet banget kalau harus setiap hari, mana berantakan lagi. Yang lebih aku takutkan adalah, bagaimana kalau apartemen ini disita? Dimana kita akan tinggal?" Aku terus berbicara sendiri di kamar mandi, membahas tentang masalah klub kami.
Dengan adanya kejadian ini, aku jadi lupa dengan semua yang aku lalui tadi pagi. Hinaan ibu Alexa, juga penyesalan ku, kini sudah tidak lagi aku rasakan. Pikiran ku teralihkan oleh bayangan tentang hilangnya pekerjaan aku, kalau harus kena razia mulu. Sedangkan biaya pengobatan papah, masih sangat lama hingga masih membutuhkan biaya yang lumayan besar.
Kalau seandainya kita berhenti beroperasi, maka pengobatan papah juga akan ikut terhenti. Berarti aku harus mencari pekerjaan lain lagi, di sini? Tidak mungkin, mencari pekerjaan di kota ini sedikit susah apalagi dengan diriku yang ijazah SMA ku, tidak sampai aku dapatkan.
Setelah aku berganti pakaian, sehabis membuat tubuh ku kembali fit lagi, ku lanjutkan maksud ini untuk menemui Mamy di ruangannya. Aku juga berniat untuk pergi ikut Mamy jika dia mau ke tempat klub kami.
Kubuat kaki jenjang ini melangkah cepat, akan tetapi suara getar di ponsel ku mengalihkan fokus ku saat berjalan. Ku buka, ternyata aplikasi si hijau menunjukkan ada sebuah pesan singkat masuk dari seseorang. Ku buka, dan ku lihat siapa yang telah menghubungi ku. Semoga saja ada orang yang mem booking ku malam ini!
Pada saat kulihat, sedikit tertegun di tempat. Mataku hanya menatap layar ponsel ini dengan tatapan yang kosong. Ku buat ponsel ku semakin dekat ke mataku, supaya lebih jelas lagi aku melihat foto profil nomor itu. Tapi nyatanya nomor itu memang punya pria ini, yang masuk ke dalam pikiran ku dari awal pertemuan kita beberapa hari yang lalu.