Aku gegas membuka aplikasi si hijau untuk membaca chat dari pria yang begitu aku cintai ini. Tidak mau menunggu lama-lama, ku buat suara ku sedikit sendu dengan memperhalus gaya bicaraku yang awalnya! ya, mereka juga tahu lah bagaimana aku kalau mereka sudah kenal aku dari dulu.
Ceplas-ceplos juga sedikit kasar kalau mau bicara sesuatu, langsung saja tanpa ada basa-basi tidak peduli orang lain tersinggung dengan ucapan ku. Tapi tidak untuk pria ini, nada bicara ku harus lembut dan hati-hati supaya bisa menjaga kharisma ku di depan pria ini.
"Ehmm...emm! Oke, aku harus terdengar lembut dan seksi ketika mau bicara!" Berbicara pada diri ku sendiri, sambil ku buat helaan nafas panjang dulu.
Ku tekan nomor yang terpajang paling depan di layar ponsel ku, untuk langsung menghubungi dia agar bisa mendengar suaranya yang seksi itu.
"Hallo! Ada apa? Tumbenan menghubungiku, ada sesuatu yang penting?" Dengan tegang aku mengucap kata demi kata yang sedikit ku perhalus, meskipun tidak selembut mereka yang sudah terbiasa seperti itu.
"Tidak ada. Aku hanya ingin menanyakan tentang kabar mu saja! Bagaimana keadaanmu sekarang, kau baikkan?" Ya, ampun..pria ini bikin geregetan saja kalau sedang berbicara. Dia perhatian sekali kepada ku, membuat aku jadi lebih tertarik pada pria ini. Ingatanku tertuju pada jakunnya yang seksi itu, ingin sekali aku menggigit nya dengan manja. Jadi terbayang kejadian beberapa hari lalu, saat kita menyatukan cinta kita. Walaupun hanya satu malam, tapi bayangan itu tidak mungkin aku lupa sampai kapanpun. Oh..Alexa ku! Batinku terus menyebut namanya, yang padahal dia sedang berbicara dengan ku di sambungan telepon.
Ku lanjutkan percakapan ini, sambil melangkahkan kan kaki untuk menghampiri Mamy di ruangannya.
"Mau nanya kabar aku, atau kau sedang merindukan aku nih? Kalau bisa langsung saja katakan kalau kamu sedang merindukan aku, supaya lebih semangat aku menjawab teleponnya" Rayuan maut ku, mulai aku gunakan untuk lebih memikat Alexa dan membuat dia semakin kelepekan kepadaku. Terserahlah dengan ibunya yang judes itu, yang pasti aku sangat mencintai putranya ini. Akan ku buat pria ini tergila-gila sama aku, setelah itu baru aku taklukkan calon ibu mertua ku nanti.
Melangkah dengan agak cepat terus berjalan menuju ruang Mamy, agar cepat selesai dengan urusan ku dengan wanita itu. Tapi ingat! Aku tidak boleh lupa kalau saat ini, aku masih berbincang dengan Alexa. Jangan sampai aku asal bicara jika bertemu dengan teman-teman yang lain, atau bertemu Mamy. Bisa-bisa aku ketahuan, gawat kalau ketahuan. Alexa pasti tidak akan mau lagi bertemu dengan ku.
Ku hembuskan nafas terdalam ku, untuk membuang ketegangan ini agar aku tidak hilang fokus. Akan tetapi, baru saja aku berniat untuk berhati-hati seseorang menghampiri ku dari belakang. Kata-kata nya membuat aku sedikit takut, takut Alexa mendengar nya.
"Kak! Kelihatannya sudah siap, kakak mau pergi? Itu siapa! Apa pelanggan mu?" Tanya gadis bernama Reina yang aku tolong tempo hari. Dia bicara lantang, dan tanpa ragu menyapa ku dengan polosnya. Kubuat Reina terdiam memberi nya tanda dengan kedipan mataku, supaya dia mengerti dan menghentikan perkataannya.
Namun, Reina malah tersenyum dia tidak mengerti apa maksudku. Reina kembali membuat ku harus menghentikan nya dengan cara yang lain.
"Kakak! Kau kelilipan? Matamu kok seperti itu, mau ku bantu untuk memeriksa nya?" Reina, ya Tuhan. Dengan polosnya, dia malah memeriksa mataku yang aku kedipkan. Setahu dia mungkin aku seperti itu, akibat kelilipan sesuatu bukan untuk memberinya kode.
"Bukan Reina. Ini...aduh gimana aku cara jelasinnya? Pokoknya kau diam dulu, oke!" Ucapku greget sekali.
"Apa kak? Iya. Itu telepon dari seseorang, kan? Pelanggan kakak. Aku tahu kok, kakak hari ini mau pergi menemui dia." Reina semakin membuat aku kesal. Untungnya ponsel ku sedikit aku hindarkan tidak terlalu dekat dengan nya, semoga saja Alexa tidak mendengar. Masih berharap walaupun kecil kemungkinannya.
Dari pada tensi darah ku naik karena tingkahnya, lebih baik aku buat dia pergi dari hadapan ku. Kemana saja, jalan-jalan keluar ataupun bercanda dengan orang-orang di apartemen ini. Sekarang aku sudah tidak khawatir lagi dengan Reina, selain dia terlihat tidak sedih lagi Mamy memutuskan untuk tidak melibatkan dia dalam prostitusi itu.
Katanya Momy mau memperkerjakan Reina sebagai asiten kita di apartemen nya ini, sebagai bayaran uang yang om Fredy ambil dari Mamy. Dan Reina harus membayar nya dengan menjadi asisten. Tidak apa, yang penting Reina tidak dibuat seperti ku. Menjadi asisten itu pilihan yang terbaik saat ini, dari pada menjadi wanita penghibur. Kalau di pikirkan, ternyata wanita mucikari ini masih punya perasaan juga. Aku kira dia tidak akan punya hati, yang dia pikirkan hanya uang dan uang tapi ternyata aku salah.
Yang lebih lega lagi seperti nya, Reina terlihat sudah agak terbiasa dengan keadaan di tempat ini. Dia sering berjalan-jalan di luar kamar bahkan sampai ke luar apartement ini.
Reina saat ini terlihat lebih tenang tidak ketakutan lagi, seperti saat pertama kali aku temui.
Tetapi tingkah nya yang ini membuat ku kesal, aku harus extra sabar untuk menghadapi nya. Menjelaskan apa yang terjadi tanpa harus terlalu detail, agar dia tidak terlalu tahu juga dengan pekerjaan ini. Menjelaskan tapi dengan cara untuk gadis seumur dia, itu lebih susah dibanding apapun. Sangat melelahkan kepala ini, mengolah kata juga pikiran untuk bisa dia terima dengan baik tanpa mempengaruhi akal sehatnya.
"Ssstt... jangan keras-keras bicaranya! Nanti dia dengar." Ku buat tulunjukku menghalang bibir nya yang mau bicara tentang keadaan ku yang sebenarnya.
"Pelanggan? Kau pasti sedang kerja? Restoran, atau Cafe? Dimana tempat nya, supaya aku datang makan-makan, atau sekedar minum kopi di tempatmu bekerja. Aku akan menjadi pelanggan mu setiap hari, setiap jam dan setiap detik." Cetus Alexa kini dia menggodaku dengan khasnya, hingga kini aku yang akan dibuatnya kelepekan.
Beruntung nya Alexa tidak menyadari dengan perkataan Reina tadi, sehingga aku sedikit lega sudah terbebas untuk sementara waktu ini.
"Cafe, tempat kerja ku di sebuah Cafe." Jawabku dengan tiba-tiba tercetus di benakku tentang pekerjaan ini.
Sudah kepalang tanggung dan terpaksa aku harus berbohong tentang pekerjaan ku, terserah nanti mau bagaimana yang terpenting aku bisa menghindari dulu kekacauan ini. Mau tidak mau aku harus bisa terima, kalau Alexa meninggalkan aku di saat dia sudah tahu siapa aku yang sekarang ini. Aku sadar tidak akan ada pria yang mau menerima diri ku sebagai wanita yang akan mendampingi mereka, sebab nama baiknya akan tercoreng oleh posisi ku sebagai wanita yang hina ini.
Begitu pula dengan Alexa yang posisinya sebagai direktur perusahaan terbesar di negara ini, hingga ke luar negeri dan mempunyai beberapa perusahaan lain sudah pasti dia akan malu jika menikahi diriku. Maka dari itu aku tidak boleh banyak berharap untuk itu! Lagian keluarga besar Alexa tidak akan mau menerimaku, walaupun Alexa mau menerima keadaan ku.
"Hey! Kau masih di situ, kan? Kok, tidak menjawab pertanyaan ku? Bosan? Hallo! Anes?" Alexa membuat kaget, dengan perkataan nya yang di buat lumayan keras karena aku tidak membalasnya.
"Kak! Kau tidak apa-apa kan? teleponnya belum di tutup, kak. Dia masih memanggilmu." Reina menepuk pundakku, dan mengingat kan aku supaya kembali terfokus.
Astaga, kenapa aku bisa sampai lupa? Aku ini masih sedang berbicara dengan Alexa, dan aku membiarkan dia bicara sendiri tapi aku hanya sibuk dengan melamun? Ini kesempatanmu, Aneska…jangan sia-siakan ini! Ayo sadar jangan diam saja, cepat kembali bicara dengan nya sebelum dia marah dan menutup teleponnya! batinku terus menyadarkan diriku.7