Setelah semua berlalu, orang-orang yang memenuhi apartemen kami pun sudah pada keluar entah pulang atau lanjut pergi keluar bersama rekan ku. Yang pasti apartemen ini sudah sangat sepi setelah di pagi hari. Semua sudut ruangan aku telusuri untuk memeriksa keadaan di ruangan apartemen, sehabis mereka gunakan untuk bersenang-senang tadi malam.
Hah…..semua sangat, sangat berantakan. Tidak ada kata bersih di lantai itu, semua sampah bekas botol juga makanan ringan berserakan di mana-mana bagaikan kapal pecah menyelimuti bangunan ini. Aku berdiri menatap ruangan yang aku injak lantainya, dengan tatapan tajam ku menyorot garis-garis bangunan yang kini sudah tidak lagi terlihat sejuk.
"Waw. ini apartemen atau apa? Berantakan sekali. Mana teman-teman tidak ada yang akan membantuku, lagi? Ya sudahlah. Mungkin ini tugasku, karena aku tidak melakukan apapun tadi malam." Pasrah saja meskipun sebenarnya aku juga capek sekali.
Aku merasa tidak nyaman, melihat keadaan yang seperti ini. Tidak pernah aku melihat ruangan apartemen kita sehancur ini, selalu bersih dan harum hingga selalu memanjakan kami ketika memasuki ruangan itu setelah bepergian dari luar. Bukan seperti ini, mana bau alkohol yang masih menyengat, mungkin dari botol alkohol yang masih bergeletakan dilantai.
kata bersih itu terjadi sebelum kejadian tadi malam. Tapi kali ini, hmm...aku sudah tidak mau berkata apapun lagi. Lebih baik aku memulai membersihkan ruangan ini, sebelum banyak orang lagi yang datang. Aku harus membuat apartemen bersih seperti biasanya. Sapu dan lap ku ambil, tidak lupa aku menggunakan vacuum cleaner supaya lebih mempercepat dan mempermudah pekerjaan ku kali ini.
Bukan hanya tidak mau menguras waktu dan tenaga, tapi karena aku sendirian tidak ada yang membantuku sebab mereka tidak mungkin membantuku. Mereka pasti masih terlelap tidur sehabis dari bekerja hingga pagi, atau sebagian juga ada yang dibawa keluar oleh pria itu.
Sudah biasa sih kalau mereka masih ingin ditemani, maka mereka memutuskan untuk membawa kami pergi keluar mau itu keluar kota maupun keluar bangunan ini saja. Terkadang ada pula di antara mereka yang membawa kami hingga keluar negeri, sekedar liburan ataupun menghindari orang-orang yang dia kenal termasuk keluarga mereka sendiri.
"Huh..masih banyak yang harus di beres kan, capek nya. Biarlah, itung-itung olahraga biar tubuh ini sehat." Ikhlas, hanya itu yang harus aku lakukan.
Sudah hampir satu jam aku membersihkan apartemen, sudah hampir selesai pula bangun ini di bersihkan. Mungkin beberapa sudut lagi, aku harus membersihkan nya. setelah itu aku bisa mandi lalu istirahat. Namun tiba-tiba datang seorang wanita paruh baya menghampiri ku, dengan sepatu berhak tingginya yang menghiasi kaki jenjangnya. Indahnya luar biasa, namun sayang sepatu nya tidak dia copot.
Aku menoleh ke arah kaki, dengan sepatu yang tidak dilepas ketika berjalan di hadapan ku. Sedangkan lantai ini masih terlihat basah, sudah pasti lantainya akan kotor lagi jika di injak dengan sepatu yang baru saja di pakai dari luar. Tidak ku tegur dulu, sebelum aku tahu siapa yang datang ini. Takut dia orang penting untuk si Mamy, ataupun keluarga salah satu teman ku di sini. Ku tatap dia dari mulai ujung kaki, hingga ke bagian tubuhnya yang lain.
Sangat terkagum melihat pakaian yang dikenakan oleh nya, bukan hanya modis tapi juga itu semua barang branded import dari luar negeri. Aku juga tidak punya pakaian semewah ini sekarang. Mungkin dulu, sewaktu papah masih mempunyai banyak uang untuk mempunyai barang branded seperti ini sih sudah bukan hal asing lagi.
hampir setiap hari aku mengenakan nya, meski hanya di rumah saja. Tapi untuk saat ini, jangankan untuk membeli pakaian seperti itu untuk berobat papah ke rumah sakit saja aku harus kerja seperti ini. Menjadi Wanita penghibur, yang setiap harinya melayani para pria hidung belang.
"Siapa lagi, yang datang? Sepatunya tidak di lepas lagi. Tidak lihat apa, ada orang yang sedang membersihkan nya?" Batinku berbicara.
Ku hela nafas panjang, menghilangkan kekesalan yang ada dalam pikiran ku dan memutuskan untuk menyambut orang yang datang ini. Kini tatapan ku sudah berada di bagian wajah juga kepala. Dan aku sangat terkejut, dengan kedatangan nya.
"Ibu, Alexa!" Pekikku sambil melongo menatap wajah Wanita itu, tanpa melakukan apa-apa.
Batinku berbicara, sedang apa dia berada di sini? Mau menemui aku, atau bukan? Kalau memang iya, dia mau bertemu dengan ku lantas dari mana dia tahu tempat ini? Dari mana pula dia tahu ini adalah tempat tinggal ku? Apa mungkin….dia tahu aku… oh, tidak. Bagaimana kalau dia tahu pekerjaan ku di sini? Dia pasti akan semakin membenciku. Atau mungkinkah dia memang sudah tahu? Tidak mungkin, itu tidak benar. Aku tidak boleh tegang, harus tenang saat aku berbicara dengan nya.
"Buk, mau bertemu siapa?" Lirih ku mungkin jika ada yang melihat ku, pasti wajahku sangat tegang sekali. Hanya bisa menunduk tanpa mau menatap wajahnya saat ini.
"Buk, bak, buk-buk. Ngapain kamu panggil saya dengan sebutan itu? Saya ini bukan ibu kamu."
"Maaf, tante!"
"saya juga bukan Tante kamu. Kita tidak ada ikatan darah, kan? Ngapain kamu panggil aku seperti itu?" Ucap nya terdengar sangat melelahkan.
Aku kembali meminta maaf, karena telah salah menyebut nya. Perasaanku semakin tidak nyaman, kali ini aku pasti dalam masalah yang besar.
"Terus aku harus panggil apa? Jadi bingung." Ku buat alisku mengerut, karena terlalu bingung harus berbuat apa.
"Oh, saya lupa memperkenalkan diri. Panggil saya, nyonya! Jangan yang lain! Kedudukan kita jauh berbeda, bahkan sangat, sangat jauh. Enak saja kamu, jangan sok akrab! Kita tidak selevel, jadi jangan bikin kita terlihat dekat di depan orang lain!" Bentak ibu Alexa dengan wajah yang sangat beringas menatapku. Marah, dan selalu marah pada saat bertemu dengan ku. Kenapa? Apa salahku pada Wanita ini, sehingga dia membenciku?
Apa Karena aku orang tidak punya, atau dia tahu siapa aku? Aku menggelengkan kepalaku, terheran dengan sikap nya ini. Aku memang tidak terima, ingin sekali aku menjambak rambut pirang nya itu, atau cakaran kuku ku menghampiri wajahnya yang judes ini.
Tapi itu semua tidak boleh aku lakukan. Mengingat wanita ini adalah ibu Alexa, pria yang saat ini aku sukai juga aku dambakan. Lebih baik aku mengalah, pura-pura tidak dengar dan tidak aku ambil hati saja daripada membuat masalah semakin ribet.
"Iya, nyonya. Sekali lagi, maafkan aku! Boleh saya tahu, maksud nyonya datang ke tempat ini?" Seru ku, sambil memegang gagang pel sebagai alat untuk pelampiasannya, jika aku menahan marah.
"Jelas saya mau ketemu kamu. Siapa lagi orang yang saya kenal di sini, kalau bukan kamu? Kau juga satu-satunya orang yang selalu menggoda anak saya, meskipun kau tahu keadaanmu. Heh! Kau harus sadar diri! lihat posisi mu sekarang! ngaca, dong! Kau punya kaca, kan? Ini, di sini juga ada kaca. sebaiknya gunakan ini untuk kamu berkaca!" Dia menarik tanganku ke sudut yang terdapat kaca di sana. Mungkin untuk membuat aku sadar bahwa diriku tidak pantas untuk Alexa.
"Aku tahu nyonya, aku memang tidak pantas untuk Alexa. Tapi kami saling mencintai." Lirihku sedikit sesak menahan isak tangis ku.
"Oh, tidak bisa. pekerjaanmu yang seperti ini, apa cocok untuk anak saya?" Pertanyaannya membuat aku sedikit terkejut.
Bukan karena hinaan nya, tapi saat dia membahas tentang pekerjaan ku. Terlihat mengejek, dengan tatapan yang hina padaku. Ini piks, dia sudah tahu pekerjaanku sekarang. Pantas saja dia sangat membenciku, kalau bukan karena hal ini. Lebih baik aku tenang, siapa tahu bukan itu yang dia maksud!
"Maksud nyonya, pekerjaan apa yang menurut nyonya tidak pantas?" Rasa penasaran ku membuat aku sedikit cerewet.
"Ya, ini. Pekerjaan wanita yang tidak pantas untuk Alexa, ya pekerjaan macam ini. Seorang cleaning service, itu tidak pantas bersanding dengan putraku. Kamu kan seorang Obe di apartemen ini, bukan pemilik apartemen ini Iya, kan?" Helaan nafas ku, kembali ku hembuskan keluar.
Sedikit lega dia tidak mengetahui tentang diriku yang sebenarnya. Biarkan saja dia menganggap ku sebagai wanita Obe, daripada mengetahui keadaan ku yang sebenarnya. Sebab, pekerjaan itu lebih terhormat meski hanya sebagai wanita Obe saja. Untungnya aku sedang beberes waktu dia datang, bukan sedang melayani pria. Mungkin ini sebuah keberuntungan untukku, kegiatan yang bisa menyelamatkan posisiku di depan keluarga Alexa.
"Siapa menurut nyonya Wanita yang pantas untuk Alexa? Apa Wanita karir? Lalu, apa seorang wanita Obe tidak pantas untuk menyukai lawan jenis?" Berpura-pura untuk menjadi wanita Obe saja. Aku harus bisa mewakili kesedihan mereka, dengan menangis tersedu-sedu di hadapannya.
"Mau tahu Wanita yang harus mendampingi dia, kau mau tahu? Wanita yang harusnya mendampingi putra ku adalah, pramugari, wanita kantoran, dokter dan pekerjaan lainnya yang mempunyai gaji besar. Pokoknya selevel lah dengan Alexa. Bukan kamu yang kerjaanya hanya Obe. Dengan gaji, hanya sejuta atau dua juga." Ya Tuhan mulutnya yang ember itu, tidak mau memikirkan perasaan orang lain. Kalau saja dia bukan ibu Alexa, mungkin sudah aku bumkam mulutnya ini sampai tidak bernafas sekalian.