Setelah habis dari rapat Haris mengajak yang lainnya untuk makan malam bersama sebelum pulang ke rumah masing-masing, merayakan hari yang bersejarah bagi mereka menjadi rekan tim yang baru.
"Eh bagaimana kalau kita makan malam di angkringan, mau tidak?" saran Haris menanyakan kepada yang lainnya.
"Aku setuju," jawab Adit sambil tersenyum melihat yang lainnya.
"Aku tidak bisa. Maaf!" sahut Andrew lalu pergi melanjutkan perjalanannya menuju parkiran mobilnya.
Mereka semua memperhatikan Andrew yang berjalan pergi sendirian, membuat mereka menduga bahwa Andrew pria yang sangat angkuh.
"Sombong sekali!" ucap Ramon sambil melihat Andrew yang masuk dalam mobilnya.
"Iya, aku tidak suka dengannya," jawab Adit sambil menepuk bahu Ramon.
"Mungkin saja dia memiliki urusan, lagi pula bukan hanya dia yang tidak bisa ikut. Aku juga tidak bisa," ucap Reni sambil tersenyum tidak enak.
"Kenapa memangnya, ah! Tidak asyik tahu," jawab Haris dengan sangat kecewa.
"Aku harus pindah kos hari ini, jadi maafkan aku. Aku harus pergi sekarang. Happy Fun ya," pamit Reni sambil berjalan lalu melambaikan tangannya ke arah mereka bertiga dan berbalik mempercepat langkahnya menuju mobilnya.
Sekarang sisa Adit, Ramon, dan Harus yang saling menatap satu sama lain.
"Bagaimana lanjut tidak ini?" tanya Haris kepada kedua rekannya.
"Lanjut saja aku malas pulang ke rumah, istriku pasti sedang sibuk kalau sore seperti ini," jawab Adit kepada sambil mengeluhkan kepada kedua rekannya.
"Ya sudah ayo, aku juga malas pulang ke kos," ajak Ramon kepada mereka.
Mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya menuju tempat nongkrong yang ada di dekat kantor polisi.
Di lampu merah saat mobil sedang berhenti, Reni melihat mobil sekitar dan tak sengaja dia melihat Andrew yang sedang memegang setir mobilnya. Lalu dia tersenyum tipis memandanginya.
"Tampan sekali dia, terlihat dingin sekali," gumamnya sambil melihat mobil Andrew melaju pergi dan terkejut saat klakson mobil belakang telah menegurnya untuk jalan.
"Cerewet sekali," gumamnya sambil melajukan kendaraannya.
Di perjalanan Andrew melihat kue putu ayu, lalu dia teringat kalau Sonia juga sangat menyukai makanan itu. Dengan cepat dia menepikan mobilnya, untuk menghentikan penjual yang memakai sepeda itu.
"Bang... Bang....Beli," panggilnya sambil melambaikan tangannya.
Abang itu menghentikan laju sepedanya, lalu berbalik dan berjalan menghampiri Andrew yang memanggilnya.
"Bang beli dua puluh ribu ya," ucapnya sambil tersenyum melihat cerobong asap yang ada di atas pemanas untuk pembuatan kue putu mayangnya.
"Kelapanya dicampur atau dipisah?" tanya penjual sambil meletakkan kuenya di atas pemanas.
"Dipisah saja, soalnya rumah saya masih jauh dari sini," jawab Andrew kepada penjual kue putu mayang.
Di seberang jalan Mathew yang sedang ada di dalam mobil, melihat kue putu Mayang yang sedang berhenti dipinggir jalan. Lalu dia meminta James untuk menghentikan mobilnya.
"Stop James," perintah Mathew kepada James yang sedang mengendarai mobilnya.
"Okay," jawab James lalu menepikan mobilnya ke tepi jalan.
"Ada apa Mathew?" tanya James kepada Mathew yang sedang melihat ke arah seberang jalan.
"Aku ingin kue itu, aku turun dulu ya," jawab Mathew sambil tersenyum lalu membuka pintu mobilnya.
"Biar aku saja, kamu tunggu di sini," ucap James yang tidak memberi ijin Mathew untuk keluar.
Dengan terpaksa Mathew menuruti keinginan James yang melarangnya turun, dia tetap di tempatnya sambil melihat James yang sedang menyeberang jalan membeli kue putu.
"Aku sudah tidak sabar menikmati kue itu, sudah lama sekali rasanya," gumamnya sambil melihat James sudah sampai di penjualnya.
James melihat pria yang ada di sampingnya, sedang menunggu kuenya dengan santai. Setelah itu dia memesan kuenya untuk Mathew.
"Tolong bungkus ya, tiga puluh ribu," pinta James kepada penjual kue putu.
"Baik Pak," jawab penjual sambil memberikan plastik berisi kue kepada Andrew. "Ini Pak kuenya sudah jadi," ucap penjual kepada Andrew.
"Ini uangnya, terima kasih ya Pak," Andrew menerima plastik putih berisi kuenya lalu pergi menuju mobil yang dia parkir di tepi jalan.
James melihat punggung pria yang barusan membeli kue, merasa bahwa pria itu sangat mirip dengan atasannya, hanya beda tinggi saja. Mathew lebih tinggi, dibandingkan pria itu.
"Mirip sekali dengan Mathew, atau jangan-jangan dia adiknya, tapi bukankah adiknya buta," batin James lalu terkejut saat penjual memberikan plastik yang sama.
Di tempat nongkrong mereka membahas soal tugas yang diberikan atasannya, membasmi narkoba. Membuat mereka tertawa lucu.
"Aku sebenarnya sangat ingin ditugaskan di divisi kejahatan atau pembunuhan, bukannya narkoba seperti ini," ucap Adit sambil memakan camilannya.
"Memangnya kenapa?" tanya haris penasaran sambil melihat Adit.
"Menangkap gembong narkoba sama saja bohong, narkoba tidak akan pernah bisa dikurangi, obat-obatan seperti itu sudah meluas ke penjuru negeri, termasuk negara kita ini," jelasnya dengan nada pelan kepada kedua rekannya.
"Benar katamu aku setuju, sebenarnya aku juga tidak setuju dalam menerima tugas ini, tapi apalah daya aku hanya seorang petugas biasa. Percuma saja kita menangkap gembongnya, aku yakin di atasnya masih ada lagi gembong-gembong yang lainnya," sahut Ramon sambil menyalakan api rokoknya.
"Apa salahnya jika kita berusaha, apalagi obat ini benar-benar sangat berbahaya bagi masa depan anak-anak kita kelak nantinya," ucap Haris yang tidak setuju dengan mereka berdua.
"Benar juga sih apa katamu, tapi aku tidak yakin dengan ini," jawab Adit sambil menggelengkan kepalanya.
"Semoga saja kita bisa menangkapnya, supaya berkurang para pengedar di negara tercinta ini," ucap Ramon sambil tersenyum melihat kedua rekannya.
"Semangat! Kita harus semangat, supaya kita bisa memajukan bangsa ini," Haris mengangkat kedua tangan mereka yang ada di kedua sampingnya sambil menyemangati mereka.
Sesampainya di depan rumah Andrew melihat lampu liar yang begitu gelap, dengan cepat dia keluar dari mobilnya untuk segera bertemu dengan Sonia.
"Tok....Tok....Tok..."
"Sonia...Buka sekarang!" perintah Andrew dengan sangat cemas sekali. "Sonia... Jangan membuatku cemas, cepat buka," desak Andrew memanggil Sonia yang tidak menyahut.
Di kamar Sonia membuka matanya, mendengar suara bising memanggil namanya. Lalu dia beranjak dari ranjangnya, berjalan sambil menyalakan lampu. Dia keluar untuk membukakan pintunya.
"Berisik sekali kamu ini," tegur Sonia melihat wajah cemas Andrew yang ada di depannya.
"Habis kamu dari tadi aku panggil-panggil, enggak menyahut sama sekali, ya aku cemas," jawab Andrew sambil masuk ke dalam rumah.
"Kamu tidak pulang saja ke rumahmu," ucap Sonia berharap Andrew pergi dari rumahnya.
"Duduk sini, aku akan pulang setelah memastikan kamu memakannya," jawab Andrew sambil membuka plastik kue putu mayangnya yang ada di atas meja.