Chereads / BROTHERHOOD : Pengorbanan seorang Kakak / Chapter 1 - Jaringan Narkoba

BROTHERHOOD : Pengorbanan seorang Kakak

Shella_Riia
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 88.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Jaringan Narkoba

Jaringan narkoba di dunia berkembang sangat pesat, terutama di negara Indonesia ini. Efek samping obat terlarang ini sungguh sangat berbahaya, di antaranya dapat merusak sistem jaringan otak, susahnya berkonsentrasi, juga dapat menyebabkan kematian bagi penggunanya. Bahkan narkoba juga bisa menyebabkan seseorang bertindak kriminal, hanya untuk mendapatkan obat terlarang itu. Banyak macam varian dan jenisnya, penggunanya juga dari semua kalangan termasuk para pelajar yang masih remaja.

Saat ini kepolisian dari polres yang ada di Indonesia, telah kewalahan untuk membasmi pengedar ataupun pengguna. Sehingga saat ini mereka menggunakan cara yang efektif dengan cara menyadarkan masyarakat Indonesia tentang bahayanya efek dari Narkoba sendiri.

***

Di kota Jakarta...

Mobil patroli berhenti di sebuah warung kecil, Andrew Alexander 30 seorang petugas yang tingginya 172 cm, dengan kulit kuning langsat, dan berwajah tampan dan manis baru saja keluar dari mobilnya.

Andrew mengambil sebotol air putih di kulkas. "Bu, aku beli minum. Berapa harganya?" tanya Andrew sambil minum airnya.

"5000 Pak," jawab pemilik warung dengan melihat seragam coklat yang bertuliskan polisi serta mobil patroli di belakangnya. "Pak polisi haus ya," ledek pemilik warung sambil cengengesan.

"Polisi juga kan manusia Bu," balas Andrew tersenyum lalu memberikan uang 5000 kepada pemilik warung. "Terima kasih ya Bu," ucap Andrew sambil menutup botol airnya.

"Sama-sama Pak," jawab Pemilik warung lalu masuk ke dalam.

Andrew melanjutkan perjalanannya lagi, berpatroli untuk menjaga keamanan daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Hari ini dia merasa sedikit bosan, karena rekan kerjanya tidak masuk bekerja.

"Coba ada si Malik, pasti tidak akan sesepi ini," ucap Andrew sambil menyetir mobilnya dengan pelan dan melirik ke sekitarnya.

Tiba-tiba ponselnya berdering panggilan dari seseorang yang membuatnya tersenyum lalu menepikan mobilnya ke pinggir jalan.

"Tumben meneleponku," ucap Andrew tersenyum-senyum sendiri sambil melihat ke jalan dari kaca mobilnya.

"Aku hanya ingin bilang bahwa aku di terima kerja di minimarket, aku baru saja ambil seragamnya," jawab wanita itu yang sedang duduk di busway.

"Selamat ya, terus sekarang kamu ditempatkan di daerah mana?" tanya Andrew penasaran.

"Di dekat jalan Sudirman, lumayan dekatlah dengan rumah paling 20-30 menit dari rumah," jawabnya dengan senyum sumringah. "Ya sudah sampai ketemu ya di rumah," pamitnya mematikan panggilan.

Sonia 27 tahun seorang pengangguran yang baru saja mendapatkan pekerjaan di sebuah minimarket, menjadi pengangguran bukanlah keinginannya. Melainkan karena keadaan yang menyulitkannya, selain banyak kriteria untuk bekerja saat ini juga memerlukan uang untuk menyogok calo. Jika tidak seperti itu, kemungkinan akan sulit untuk bekerja seperti Sonia yang memilih bersabar.

"Sebenarnya bukan bersabar, melainkan karena tidak memiliki uang untuk menyogok calo," gumamnya membalas narasi penulis sambil tersenyum.

Dengan tinggi 165 cm, berkulit putih dan juga cantik. Tidak membuat dia memilih untuk menjadi seorang pekerja malam dengan gaji yang lumayan besar.

"Kalian tidak tahu saja kalau aku memiliki koreng di pantatku," gumam Sonia sambil menganggukkan kepalanya.

Tapi begitulah Sonia wanita yang kuat, dan dia juga bersahabat dengan Andrew dari kecil. Bukan hanya itu rumah mereka juga bertetangga. Andrew yang saat ini sedang di jalan memiliki permasalahan dengan seorang pelajar yang sedang nongkrong di pinggir jalan di jam sekolah. Dia harus menegur seorang pelajar SMA yang berani sekali membolos di jam pelajaran.

"Woi!" tegur Andrew berjalan menghampiri ke arah 6 siswa yang sedang merokok di gang dekat pinggir jalan.

Keenam siswa langsung mematikan rokoknya setelah melihat Andrew dengan seragam coklatnya. "Polisi matikan cepat," ucap salah satu siswa.

"Berdiri dengan sikap sempurna. Cepat!!!" perintah Andrew berdiri di hadapan mereka.

Keenam siswa berdiri dengan berjejer memasang wajah tegang dan takut kepada Andrew yang begitu tegas.

"Kenapa kalian di sini, bukannya ini masih jam sekolah, terus ini apa! Rokok. Memangnya pelajar boleh merokok!" tegur Andrew dengan tatapan tajam memarahi keenam pelajar itu.

"Ampun Pak...

"Maaf Pak, kita tidak akan mengulangi lagi.

"Kita coba-coba Pak. Kita janji tidak akan mengulangi lagi.

Lalu siswa yang paling ujung maju satu langkah lalu membalas balik tatapan tajam Andrew yang berani menegur gengnya.

"KITA BOSAN!" tegas pelajar itu dengan sangat berani. "Lagi pula ini itu bukan urusan Anda, untuk apa menegur kita! Memangnya kita minta uang dari Anda," ledeknya sambil tertawa terbahak-bahak lalu melihat semua temannya yang takut kepada polisi. "Ngapain kalian takut, hanya karena dia berseragam! Memang kalian pikir dia ini tidak pernah berbuat nakal," teriaknya memarahi gengnya.

Andrew sudah tidak tahan lalu dia memelintir tangan siswa itu, lalu memborgolnya membuat semua teman yang melihat langsung berlutut meminta maaf kepada Andrew.

"Maafkan kami Pak...

"Jangan bawa kami ke kantor Pak...

"Kalian pulanglah ke rumah, minta maaf kepada kedua orang tua kalian, dan satu hal lagi jangan ulangi hal ini!" perintah Andrew lalu membawa ketua gengnya untuk masuk dan duduk di kursi belakang mobilnya.

Semua siswa yang takut langsung berlari meninggalkan tempat. Di perjalanan Andrew melirik dari kaca spionnya, lalu mulai menegur siswa yang berani kepadanya yang jelas usianya ada di atasnya.

"Apa di sekolah tidak diajarkan sopan santun," tegur Andrew sambil mengendarai mobilnya menuju kantor.

"Saya tidak ingin menjelaskannya! Lebih baik kita ke kantor sekarang dan lihat Anda akan menyesal karena menangkap orang yang salah!" jawab siswa itu dengan sangat tidak sopan dan menantang Andrew.

"Saya tidak akan pernah menyesal menangkap orang jahat apalagi orang yang tidak tahu sopan santun sepertimu. Jadi jangan harap saya akan takut, siapa pun! Mau kamu anak pejabat, anak presiden sekalipun yang salah tetap salah!" tegas Andrew melirik siswa yang sedang tersenyum meledeknya.

Setibanya di rumah Sonia meletakkan seragamnya, lalu dia langsung memasak nasi untuk neneknya yang selama ini tinggal bersamanya setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Selesai memasak nasi, dia langsung menghampiri Neneknya yang sedang berada di kamarnya.

"Tok...Tok...Tok..." Sonia mengetuk pintu kamar neneknya. "Nek Sonia masuk ya," Sonia membuka pintu dan masuk perlahan ke dalam melihat neneknya yang sedang berbaring di ranjang. "Nek...Nek...Bangun," ucap Sonia membangunkan neneknya.

Neneknya tak bangun, membuat Sonia cemas lalu memeriksa dahi dan lehernya. Dia langsung berlari keluar rumah untuk pergi ke klinik terdekat mencari dokter.

"Semoga nenek baik-baik saja, ya Allah selamatkan nenek. Aku sudah tidak memiliki siapa pun selain nenek yang selalu mengurus aku sampai dewasa seperti ini," batin Sonia berlari sambil memasuki sebuah klinik untuk mencari bantuan dokter ke rumahnya.