Emil yang ikut duduk di samping Riha melihat Vio masih nampak tertekan, ia seakan larut tatkala pak Kyai mengucapkan kata-kata khidmatnya. Airmata itu seakan tak pernah bisa habis tuknya, sementara Riha terlihat Gelisah tatkala menunggu kalimat tanda cinta sucinya terpatri di sebrang sana. Ia was-was dan khawatir Namun tak sedikitpun mengurangi kecantikannya. karna sangat terharu Emil pun ikut menitikkan airmata namun tiba-tiba Vio memegangi tangannya dan menggelengkan kepala mengisyaratkan Emil tuk tidak menangis. Sahabatnya itu pun semakin tak tega melihatnya terlebih lagi ketika Faiz mengucapkan kalimatnya:
"QOBILTU NIKAAHAHAA WATAZWIIJAHAA BIL MAHRIL MADZ_KUUR HAALAN.."
Pak kyai pun bertanya "Syah..?" Dan di jawab oleh saksi "Syah.."
"Alhamdulillah..." ucap Riha dengan penuh luapan kegembiraan seraya memeluk Vio yang kemudian ucapannya di ikuti seluruh tamu yang hadir. Emil masih memandangi Vio yang Airmatanya semakin berderai mengiringi doa yang dibacakan pak Kyai, sungguh ia sanggup memendam kesakitannya di hadapan Riha. Emil benar-benar merasa tersiksa menyaksikan pemandangan itu, Namun tugas Vio masih belum selesai, ia harus mengantarkan Riha bertemu Faiz di pelaminan.
Riha bangkit dari posisinya, ia sudah bersiap tuk menemui sang imam yang tengah menunggunya di hadapan pak kyai. Sebagai perwakilan dari pihak mempelai wanita, istri pak kyai menuntun Riha dengan memegangi tangan kanannya, sementara di sebelah kiri ada Vio yang tangannya selalu di genggam erat oleh Riha kemudian di ikuti Emil, bunda Vio dan para santriawati yang lain. Langkah demi langkah yang tertinggal semakin mendekatkan pandangan Vio pada sosok laki-laki yang pernah ia harapkan itu, bahkan alunan syahdu sholawat "Ya 'Ala Baitin Nabi" yang dilantunkan seakan membuat Vio semakin larut dalam kesedihan, hingga kakinya seakan berat tuk di injakan ke tanah namun ketika jarak keduanya semakin dekat Riha melepaskan genggaman tangannya pada Vio. Dengan pelan-pelan Vio pun mulai mundur kebelakang, ia menyelinap dan bersembunyi di balik tubuh Riha dengan begitu Akhwat tersebut akan tetap merasa di dampingi olehnya dan ia pun aman tanpa terlihat Faiz karna jika harus meninggalkan tempat itu sepertinya tidak mungkin.
Namun setelah keduanya saling berhadapan tiba-tiba Riha malah kembali menggapai tangan Vio, ia seakan tak mau gadis itu berada di belakangnya yang ia harapkan Vio tetap berada disampingnya. Vio melirik wajah Emil, sebuah lirikan yang menandakan ketidakberdayaannya melakukan itu. Emil pun hanya bisa menitikkan airmata, sungguh ia sangat mengerti dengan kegelisahan sahabatnya itu namun dengan berat hati pula Emil menggenggam tangan Vio dan menganggukkan kepalanya sebagai isyarat bahwa Vio harus kuat dan tegar tuk bisa melakukannya. Mata Vio terpejam, ia seperti menghela nafas panjang dan mengucapkan sesuatu, ia pun melepas tangan Emil dan perlahan keluar dari balik badan Riha dengan wajah yang tertunduk. Kontan saja hal demikian membuat Faiz terperangah kaget tak percaya, ia hampir saja berseru memanggil nama Vio namun Haris yang memang dari awal sudah berada di samping Faiz langsung menggenggam tangannya sementara Vio dengan wajah memelas menggelengkan kepalanya pada Faiz supaya laki-laki itu bersikap biasa saja. Bahkan Emil turut melambaikan tangan padanya hingga seketika itu juga Faiz kembali fokus kepada Riha, meski sedikit canggung dan ragu. Sesekali Faiz melihat Vio yang sepertinya sudah sangat tertekan dengan acara pernikahannya tersebut, ada rasa iba, bersalah dan tak tega pada sosok itu. Namun Faiz kembali terlihat semangat tatkala Riha mencium tangannya dan ia juga harus membacakan doa seraya memegang kepala Riha karna bagaimana pun juga beginilah keadaannya dan seperti ini juga kenyataannya, jadi mau tidak mau Vio harus bisa terima itu.
Ketika keduanya sudah duduk di pelaminan Riha langsung memeluk Vio, ia bahagia sekaligus bangga dan berterima kasih kepada gadis itu karna sudah memenuhi permintaannya. Vio pun turut bahagia melihat Riha seperti itu karna sungguh rasa sakitnya tersebut mampu teredam dengan senyum kebahagiaan akhwat itu, baginya Riha adalah segalanya. Melihat persaudaraan dua akhwat yang begitu mengharukan itu, Faiz pun ikut terhenyak. Ia tak menyangka jika Vio ternyata mampu setegar itu, Faiz pun terkagum. Namun ia juga salut akan sikap kedewasaan Riha yang sangat berakhlak mulia, yang seolah Riha ingin Faiz juga menikahi Vio agar Ia bisa tetap bersama dengan gadis itu padahal Riha tidak tahu sama sekali bahwa Faiz dan Vio sudah saling mengenal.
"Vi.. terimakasih..!!" Ujar Akhwat itu.
"Sama-sama mba, SAMAWA ya.." Vio berusaha tegar.
"Selamat ya mas Ilham.. Jaga mba Riha baik-baik !!" Gadis itu memberanikan diri berbicara dengan Faiz tanpa sedikitpun melihat wajahnya, ia selalu menunduk tidak berani menatap mata Ikhwan yang kini sudah resmi menjadi suami saudaranya itu. Entah mengapa hati Faiz begitu sakit mendengar ucapan Vio, bahkan Faiz merasa tak ikhlas jika gadis itu harus merelakannya. Namun lagi-lagi Faiz tersadar, disampingnya sudah ada Riha yang saat ini sudah Syah menjadi mahramnya.
Setelah di rasa cukup saling mencurahkan isi hati dan saling memeluk Vio pun beranjak, sebenarnya Riha masih menginginkan Vio tuk tetap di sisinya namun ia tak ingin egois karna sudah ada Faiz di sampingnya oleh sebab itu Riha pun mengizinkan Vio tuk turun dari pelaminan. Beranjaknya Vio dari tempat itu, naiklah para tamu undangan tuk mengucapkan selamat pada keduanya yang saling berbaris satu persatu. Dalam keadaan seperti itu, Vio langsung mempercepat langkahnya tuk keluar menjauhi mereka yang sudah dari tadi di tahannya. Vio sudah tak sanggup menahan rasa sesak itu hingga di suatu tempat pecahlah sudah isakan tangisnya.
Kini tugas Vio telah selesai, ia sudah berhasil mewujudkan keinginan Riha. Saat ini yang harus dilakukan Vio adalah memulihkan luka hatinya dengan hal yang bermanfaat, ia harus bangkit dan semangat karna Vio percaya bahwa jodohnya sudah di atur oleh Allah Swt.
Cukup lama Vio termenung dan introspeksi diri, bahkan airmata nya masih mengalir namun tiba-tiba.
"Assalamualaikum Ukhty.. butuh ini.. ??" Sapa salah seorang laki-laki di belakangnya seraya menjulurkan tisu kepada Vio. Gadis itu terkejut dan buru-buru mengambil tisu itu tuk mengusap airmata nya.
"Wa alaikum salam, terima kasih" ucap Vio.
"Ana I'am.. Ahmad Khairul Nizam.. adik kandung mas Ilham. Ana nda ngerti kenapa ukhty begitu terlihat sedih menyaksikan kakak Ana menikah dengan ustadzah Riha, bukankah beliau itu saudara dekat ukhty.. ?? Bukannya Ana sok tahu atau ingin mencampuri urusan ukhty, namun jujur Ana lihat dari mulai acara berlangsung ukhty nampak tertekan.. sebenarnya ada masalah apa dengan mas Ilham ??" Tanya ikhwan itu lagi.
Sadar akan rahasia yang tengah dihadapinya itu di curigai I'am dan kebetulan mereka hanya berdua, Vio pun buru-buru pamit dan meninggalkan ikhwan tersebut. Sementara I'am tetap terpaku pada posisinya, ia bingung namun cukup memahami keadaan sekitar yang mungkin Vio tak ingin menimbulkan fitnah karena berdua dengannya. Padahal laki-laki itu sudah lama memperhatikan Vio, ternyata selama ini I'am diam-diam menyukai Vio. Kedatangan Ikhwan ke pesantren yang kerap kali menimbulkan spekulasi tersebut ternyata semata-mata hanya ingin lebih dekat dengan gadis itu.
Vio yang saat itu meninggalkan I'am nampak buru-buru masuk tuk kembali hadir di tengah-tengah para undangan yang memang sudah hampir sejam ia meninggalkan acara tersebut, namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika sebuah tangan menariknya keluar kembali.
"Vi.. darimana saja ?? Ini ada surat dari ka Faiz tukmu, ia menitipkan itu pada ka Haris dan menyuruhku tuk menyampaikannya padamu.." ujar Emil setengah berbisik. Keduanya pun menghindar dari tempat itu.