Chapter 30 - TERPAKSA

Perlahan lahan Vio bangkit dari posisinya, ia berjalan menuju kamar Emil. Vio ingin tahu apa yang dilakukan Emil di kamarnya sementara ibunda Vio dan Haris membuntutinya dari belakang. Ketika pintu kamar di buka.. Vio kembali menangis. Hatinya seakan tersayat melihat sahabatnya bersikap seperti itu, Emil terlihat tengah menggendong sebuah boneka dan menina bobokannya dengan lantunan sholawat yang sangat syahdu. Mengajaknya bicara dan bercanda, ia terlihat bersuka cita dengan boneka tersebut bahkan ia lebih terlihat ceria tatkala melihat Vio berdiri di pintu kamarnya.

"Ehh Vii.. ayo masuk, maaf ya jadi Nda terespon. Ini bayi ku, cantik ya kaya kamu. Hehe..." ujarnya sambil memperlihatkan boneka di gendongannya itu pada Vio.

"Lihat tuh sayang siapa yang datang.. itu namanya tante Vi, tante apa sayang.. ?? Tante VI.. O.. LA.. ihhh pinternya anak Umi.." ujarnya lagi sambil terus menciumi boneka tersebut. Vio semakin tak kuasa menahan tangisnya, ia benar-benar terpukul melihat keadaan Emil seperti itu. Apalagi Haris dan ibundanya yang memang sudah sangat terlihat kalut, Ia pun buru-buru menghampiri gadis itu dan berkata:

"Istighfar Mil.. itu bukan bayi, itu hanya sebuah boneka.. kamu harus sadar. Dia Nda hidup.. !!"

Namun Emil justru semakin erat memeluk boneka itu dan menggelengkan kepalanya,

"Nda Vi.. ini bayiku, tolong jangan kamu ambil.. aku sudah susah payah mendapatkannya. Aku mohon.." isaknya, kali ini Emil menangis ia pun mundur menghindari Vio.

"Tapi itu bukan bayi Mil.. itu hanya sebuah boneka, istighfar Mil.. Istighfar..!!" Ujar Vio lagi dengan tetap menghampiri Emil dan bermaksud merebut boneka itu. Namun Emil malah mendorongnya dan berlari menghampiri Haris.

"Ka.. tolong usir Vi dari sini, Vii sangat jahat ka.. dia ingin mengambil bayi kita.." rengeknya. Haris hanya terdiam, ia begitu terluka sedang Airmata terus mengalir di pipinya. Dalam keadaan seperti itu Vio langsung merampas boneka itu dari tangan Emil dan melemparkannya di sudut kamar. Sontak Emil langsung histeris dan mendorong Vio hingga gadis itu terjatuh,

"Kamu jahat Vi... kenapa kamu menyakiti anakku..!!"

Emil langsung berlari menghampiri boneka tersebut dan menciuminya lagi.

"Maafkan Umi sayang.. Umi Nda bisa menjagamu dengan baik, tapi kamu Nda apa-apa kan sayang.. Nda ada yang luka.. Alhamdulillah." Ujarnya lagi dengan penuh kedukaan seakan boneka itu nyata.

Vio semakin tak tahan, ia kembali menghampiri gadis itu dan..

PLAAKKK !!!

Kali ini Vio menamparnya. Haris sempat geram dengan ulah Vio tersebut, ia seperti tak terima dan hendak menghampiri keduanya namun ibunda Vio memegang tangan Haris dan melarangnya tuk tidak ikut campur dan mendekati kedua gadis itu.

Tamparan Vio membuat Emil terdiam, ia jatuh terduduk di lantai dengan tetap memegangi pipinya sementara boneka itu tidak ia hiraukan lagi. Airmata nya tetap mengalir namun ia tak bersuara, Vio pun ikut terduduk.

"Maaf Mil.. bukan maksudku seperti ini, tapi aku terpaksa melakukannya. Kamu harus sadar.. sikap kamu itu justru membuat orang-orang yang kamu sayang merasa tersakiti. Sadarlah Mil.. Istighfar." Ujar Vio mencoba membuat Emil sadar, namun Emil masih terdiam. Ia tetap memegangi pipinya dan berderai airmata.

"Aku tau Mil ini berat.. bahkan aku pun turut merasakannya. Tapi sampai kapan kamu harus seperti ini, larut dalam kesedihan.." ucap Vio lagi, namun Emil tetap tak bergeming. Vio terlihat pasrah, ia mengehela nafas panjang dan memejamkan matanya beberapa saat seraya melafadzkan sesuatu Kemudian ia pun kembali berkata:

"Baiklah Mil.. jika aku memang berguna untukmu, aku bersedia menjadi madumu.. maka nikahkanlah aku dengan ka Haris.." kali ini Emil memandangi wajah Vio, ia terlihat menyedihkan namun seketika itu juga ia langsung tersadar dan memeluk Vio seraya beristigfhar. Vio pun menyambut pelukan itu hingga Keduanya larut dalam dekapan yang penuh isakan, Haris kemudian keluar dari ruangan tersebut ia sudah tak kuasa menahan tangisnya. Sementara ibunda Vio menghampiri kedua gadis itu dan ikut memeluknya..

Tak berapa lama kemudian Emil melepaskan pelukan itu dan berkata:

"Ibu kami meninggal Vi.. hiks hiks, padahal kami belum bisa memberikannya cucu.. aku Nda sanggup melihatnya oleh sebab itu aku Nda ikut dalam penguburan beliau. Mungkin sekarang ka Haris juga belum pulang.." Vio kembali terkejut, Emil mengira bahwa mertuanya baru kemarin meninggal padahal sudah seminggu yang lalu ternyata selama itu Emil memang telah mengalami depresi berat dan baru sekarang ia sadar.

"Nak... beliau sudah meninggal dari minggu kemarin, bahkan nak Emil pun ikut ke makamnya bersama Umi.. nak Emil ingat kan.. ?? nak Haris juga sekarang ada di rumah ko." Ucap ibunda Vio dengan sangat hati-hati, ia tidak ingin Emil kembali kalut.

Emil terlihat bingung, ia seperti sedang mengingat sesuatu dan tiba-tiba..

"Vi... kamu mau kan menikah dengan ka Haris, aku mohon berilah keceriaan pada keluarga kecil kami yang sudah Nda mempunyai siapa-siapa lagi.." bujuknya memelas, sepertinya jiwa Emil memang sedang labil. Vio pun mengangguk, ia tak tahu apakah ia ikhlas atau mungkin terpaksa memenuhi permintaan Emil tersebut.

"Tapi beri aku waktu dulu dua bulan ya Mil.. untuk mempersiapkan segala sesuatunya, aku juga harus pamit dan izin dulu di pesantren.." pinta Vio.

"Iya Mil.. kapan pun itu aku tunggu." Jawabnya dengan luapan kegembiraan.

Setelah Emil cukup Tenang ia terlihat mengantuk.. Emil menguap beberapa kali hingga Vio dan sang bunda memapahnya untuk berbaring di atas kasur.

Tak berapa lama kemudian, Emil pun tertidur. Ia nampak lelah dengan sejuta penat yang ia rasakan, wajahnya pucat pasih dan nyaris seperti mayat hidup. Vio menyelimuti Emil dan kemudian kedua wanita itu pun keluar dari kamar tersebut.

Di ruang tamu Haris masih termenung, ia juga terlihat sedih dan serba salah. Melihat Vio dan Ibundanya keluar Laki-laki itu langsung mendongak.

"Bagaimana dengan Emil.. Umi..??" Tanya nya khawatir.

"Dia sudah tertidur, biarkan istri mu istirahat..!! Vi.. Umi akan memberikan kalian berdua waktu, bicarakanlah baik-baik.!!"

"NDA PERLU UMI..!!" Ujar Keduanya serentak. Ada kecanggungan diantara keduanya ketika Vio memutuskan untuk bersedia menjadi istri kedua Haris.

"Kalian pikir itu semua main-main..??"

Umi Vio terlihat marah.

"Vi... bukankah Vi sendiri yang sudah mengatakan bersedia dihadapan Nak Emil..!! Apakah semua itu hanya pura-pura ??!" Wanita itu menatap putrinya dengan penuh rasa kekecewaan. Sementara Vio dan Haris saling menunduk.

"Dan Nak Haris apakah kamu juga Nda mau memenuhi permintaan istrimu..??"

"Bukan begitu Umi, Haris hanya Nda mau menyakiti keduanya." Haris terlihat bingung.

"Itulah gunanya kalian membahas masalah itu Sekarang, duduklah Vi bicarakan ini baik-baik dengan nak Haris.. Umi harap kalian bisa bersikap lebih tenang dan berkepala dingin..!!" Setelah Vio duduk dihadapan Haris, wanita itu pun masuk kembali ke kamar Emil.

Sepeninggalnya sang Umi,

"Jadi bagaimana Vi..?? Kakak harap kamu pikirkan itu baik-baik, kakak Nda mau merusak kebahagiaan mu dengan hanya menjadi madu meski sejujurnya Kakak juga tidak bisa menolak keinginan Emil.."

"Vi Nda ada pilihan lain ka, bukankah tujuan kita sama ingin membahagiakan Emil.. jadi Ka Haris tenang saja, Vi Nda akan melanggar janji Vi kepada Emil.. Vi bersedia menjadi istri kedua Ka Haris..!?" Dengan sangat berat hati, Vio harus mengatakan semua itu.

Haris memandangi wajah Vio dengan perasaan sedih, sebenarnya dia juga tak tega.. dia masih tetap berharap jika suatu saat istrinya masih bisa hamil hingga ia tak harus menikahi Gadis didepannya ini yang sudah sangat tersakiti oleh Faiz. Namun jika takdir harus memaksanya untuk menikahi Vio juga, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa membahagiakan Vio.

"Vi.. Kakak harap kamu Nda menyesal.. Kakak akan berusaha adil untuk kalian berdua..!!" Haris memegang kepala Vio yang menandakan bahwa saat ini juga Haris telah mengkhitbahnya. Airmata Vio mengalir dengan sangat deras, ia tidak tahu apakah harus bahagia atau bersedih dengan semua ini.

"Ya Allah.. mudahkanlah segala urusan ini..!!" Vio membatin.