"Oh ngGiihh Ris, taruh saja di rak buku ruang tengah. Biar nanti kalau Vi main kesini Ana kasihkan, jadi nyarinya nda susah.." ujar Riha tanpa sedikitpun menyentuh buku itu, ia tengah serius membaca sebuah kitab. Riris hanya mengangguk, ia kemudian menuruti apa yang diperintahkan gurunya tersebut.
Sebulan setelah kepergian Vio tepatnya di malam jumat Faiz pun pulang, Ia membawa serta barang-barangnya. Karna malam sudah larut, Riha tak sempat membereskan barang-barang Faiz tersebut. Ia pun tidak bercerita tentang Kepulangan Vio pada sang suami, ia hanya menemaninya makan sebentar dan kemudian istirahat terlebih dahulu. Maklum kehamilannya yang sudah masuk delapan bulan lebih itu membuat Riha sering kecapean dan lebih cepat merasa mengantuk, Faiz pun mengerti akan kondisi sang istri hingga ia tidak ingin terlalu membebani.
Sementara itu di rumah Vio..
"Vi.. kamu mau pilih yang mana..??" Emil menunjukkan beberapa jenis undangan pada sebuah katalog dengan sangat antusias.
"Terserah kamu aja Mil, apapun yang kamu pilih Aku pasti suka.." jawab Vio pasrah.
"Menurut ka Haris yang mana..??" Pandangan Emil kini beralih pada sang suami yang duduk disampingnya.
"Yang mana saja, Kakak pasti setuju..!!" Laki-laki itu mengusap kepala sang istri.
"Kalian berdua kompak banget siih, Ayolah.. ini kan pernikahan kalian jadi harus sesuai selera kalian juga..!!" Gadis itu menatap keduanya secara bergantian.
Vio tersenyum hambar, sejujurnya saat ini ia masih ragu untuk memenuhi permintaan sahabat nya itu.
"Aku udah menyerahkan semuanya padamu mil bahkan masa depanku, bukankah sampai nanti Aku akan terikat dengan pengaturan mu juga. Jadi lakukanlah sesuka hati mu.. Toh aku hanya sebagai mesin penghasil anak saja untuk keluarga mu." Batinnya bergemuruh.
"Baiklah Aku pilih yang ini saja..!!" Tunjuk Vio asal. Emil mengernyitkan dahinya karena bingung, ia sangat tahu selera gadis itu seperti apa Hingga ia langsung menyadari bahwa Vio saat ini sebenarnya memang tidak begitu bahagia seperti dirinya.
"Aku akan mengambil air minum dulu sebentar..!!" Emil mengalihkan perhatian.
"Biar Aku aja Mil, kalian tunggulah di sini..!!"Vio langsung berinisiatif mengambilkan keduanya air minum di dapur.
Sepeninggal gadis itu Emil langsung mencerca sang suami, ia sengaja mengalihkan Vio agar dia bisa leluasa berbicara dengan suaminya itu.
"Apa kakak sudah berbicara yang bukan-bukan kepada Vi ?? Kenapa dia terlihat tidak bahagia kak..!!?"
Haris hanya tersenyum canggung menanggapi pertanyaan istrinya tersebut.
"Mana mungkin Vio akan merasa bahagia mil, jika dalam pernikahannya itu ia harus berbagi suami dengan sahabatnya sendiri bahkan hanya sebagai istri kedua.." Gumamnya dalam hati.
"Kakak Nda ngomong apa-apa ko sama Vi, mungkin Vi sedang kecapean saja..!!"
"Apa benar begitu.. ??"
Tidak Lama kemudian Vio datang dengan membawa minuman dan makanan ringan.
"Maaf ya.. bunda belum pulang dari pasar, kami hanya punya ini.. silahkan diminum..!!"
"Nda pa-pa Vi, ini udah lebih dari cukup..!!"
Haris merespon perkataan Vio.
"Nda usah sungkan Vi, kita kan sudah mau jadi satu keluarga.. suatu saat kita bertiga pasti bakal ngerasain Nda punya apa-apa kalo Ka Haris Nda bawa duit buat kita.. Hahaha !!" Emil tertawa dengan penuh luapan kegembiraan, sedang Vio masih tersenyum hambar. Apalagi Haris yang sangat tahu betul bagaimana perasaan gadis itu, ia hanya menatap Vio dengan wajah sayu.
Keesokan harinya Riha baru bisa membereskan barang-barang milik suaminya tersebut. Ketika itu sang suami sedang berada di kamar mandi, ia keluarkan satu persatu isi dalam tas itu namun tanpa di sengaja ketika ia mengangkat sebuah kitab jatuhlah sebuah benda. Riha mengambil benda tersebut dan memperhatikan nya secara seksama, ternyata benda itu adalah Alat pembatas kitab. Riha hendak menyelipkan benda itu kembali, namun ia terkejut karna ketika benda itu di balik ternyata terukir nama Violet di tengahnya.
"Violet... ?? Lho.. ini kan inisial nama Vi.. ??" Gumamnya. Riha langsung teringat dengan cerita Vio dulu tentang laki-laki yang bernama Faiz yang sangat diidam-idamkannya itu, yang ia hadiahkan sebuah alat pembatas buku dengan ukiran inisial namanya. Riha sudah mulai terlihat panik, jantungnya seakan berdetak dengan kencang. Namun Riha malah terlihat semakin kacau ketika ia baru teringat bahwa Faiz juga memberikan sebuah benda bersulam namanya pada Vio yang ternyata benda itu Vio titipkan padanya meski di simpan di kamar Ayu dan Riris. Tanpa pikir panjang Riha langsung keluar Hendak menuju kamar kedua Akhwat tersebut, namun ia merasa tak kuasa untuk melangkah karna usia kandungannya yang memang sudah mencapai Delapan bulan lebih dan ia pun dalam keadaan gemetar. Riha kemudian memanggil seorang santriawati yang kebetulan lewat didepan rumahnya tuk memberitahukan Riris supaya membawakan benda milik Vio ke rumahnya.
Tidak berapa lama kemudian Riris pun datang membawa benda tersebut yang ternyata benda itu terbungkus rapi dalam sebuah bingkisan.
Dengan sangat pelan Riha membuka bingkisan tersebut, terlihat sebuah kain hijab syar'i segi empat berwarna Violet. Ia kemudian merentangkan kain tersebut tuk bisa melihat nama ikhwan yang tersulam dan ternyata...
"Ahmad Faizul Ilham"
Kontan saja Riha langsung terisak, ia merasa terpukul karna selama ini ia telah menyakiti saudarinya sendiri. Hatinya kembali bergetar hebat, Riha kembali merenungkan perbuatannya terhadap Vio selama ini. Takkan terukur seberapa besar pengorbanan Vio untuknya, yang rela mengalah hanya demi kebahagiaanya. Namun meski begitu, ia masih saja egois dengan meminta Vio tuk melihat kemesraannya ketika di pernikahannya dulu, memaksa gadis itu tuk menyaksikan laki-laki yang sangat disayanginya itu menikahi orang lain, bahkan ia harus menambah luka hatinya dengan meminta Vio tuk mempertemukan dirinya di pelaminan dengan laki-laki yang ternyata dicintai Vio juga.
"Ya robb, Nda akan bisa di bayangkan betapa terlukanya Vi saat itu.. maaf kan mba Vi, maaf. Hiks hiks.." gumamnya. Bulir-bulir Airmata semakin mengalir di wajah akhwat itu, ia merasa rendah dan terhina. Namun Riha kembali teringat dengan buku catatan Vio yang di temukan Riris, mungkin kah Vio menulis sesuatu tentangnya. Ia pun buru-buru mengambil buku tersebut.. dan ternyata beginilah isinya.
"Bismillah..
Ya Allah, inilah aku dengan segala kekurangan ku.. yang berharap indah menjadi Violet di langit senja, memancar ceria bersama awan casanova, Menyapa lembut terangnya bintang kejora.
Namun.. bintang itu menyadarkanku ya robb, betapa rapuhnya aku yang ternyata hanya menjadi sebuah lilin kecil di bumi. Sebuah lilin yang tak mungkin sanggup menjadi pelita, aku retak sebelum menyala, aku hancur sebelum di bakar.. aku patah.. hatiku sudah patah.. 😢
Ya Rohmanu ya Rohiim.. inilah aku dengan segala kelemahanku, merekatkan kembali retakan asaku, berusaha utuh tuk saudariku.
Ia hendak menyalakan ku dalam terang rumahnya, bagaimana bisa ya robb.. lilin menyala di antara silaunya lentera, mungkin seseorang akan meniup ku karna di anggap tak berguna, Meski sesungguhnya ku bersedia terbakar habis untuknya..
Ya 'Azizu ya ghofur, inilah aku dan segala keterbatasan ku, memufuk sisa lelehan tubuhku.. karna sebuah rumah membutuhkan kehadiranku, kesediaanku tuk kembali membakar diri menjadi penerang kecil.. ya Allah... sesungguhnya aku sudah habis menjadi abu, aku sudah meleleh setahun yang lalu, masih sanggupkah ku bangkit.. Namun untuk sahabatku, ku ikhlas jika memang harus kembali habis menjadi lelehan tak berguna.. 😢
Meski ku tidak pernah tahu apa arti ikhlas itu sesungguhnya.
Ya ahadu ya shomad.. mungkin inilah takdirku, takdir tuk menjadi seorang istri kedua yang sesungguhnya aku tak sanggup melakukannya.. berilah aku petunjuk MU ya Robb. 😢
Aku rapuh, aku sakit...
(Tidak ada lanjutan)
Riha kembali terisak.. ia turut hanyut dalam rintihan hati gadis itu, Riha kalut dan terguncang. Tiba-tiba kandungannya mengalami kontraksi, ia pun memanggil sang suami yang saat itu sedang di kamarnya.
"Mas... mas Ilham.." panggilnya pelan. Namun suaminya tak kunjung keluar, Riha bangkit seraya menggapai sesuatu di pinggir rak buku itu namun sebuah vas bunga jatuh hingga Faiz berlari dari kamarnya.
"Ya Allah.. Kenapa de... ?? Astagfirullah.." teriaknya dengan penuh kepanikan.
"Telpon Vi mas... Riha mohon.. hiks hiks" pintanya, sedang air ketuban kandungannya sudah pecah.
"Iya tapi kita ke rumah sakit dulu ya.." ucap Faiz seraya mengangkat tubuh Riha. Ia setengah berlari menghampiri rumah pak Kyai, seisi pesantren pun panik dengan keadaan Riha. Setelah semuanya siap Riha pun di bawa ke rumah sakit.