Dari berbagai macam ujian dan hinaan itu, dengan selalu berikhtiar dan berdoa kepada sang maha Kuasa Emil masih saja harus kembali mengalami tekanan.. yang kali ini justru datangnya dari ibunda sang suami yang saat itu sedang sakit keras bahkan dokter sudah angkat tangan masalah kesembuhannya. Hal demikian membuat Beliau mengutarakan keinginan terdalamnya yakni ingin menimang cucu sebelum ajal menjemput, tidak harus dari rahim Emil.. bahkan ibunda Haris ingin anaknya segera menikah lagi dengan wanita lain supaya bisa lebih cepat mendapatkan keturunan itu.
Apalagi pihak dokter saat itu sudah resmi memvonis Emil bahwa sampai kapanpun ia memang tidak akan pernah bisa hamil, Sudah bisa dibayangkan akan sekalut apa Emil menghadapi kenyataan tersebut, sedang sang suami masih saja menyuruhnya untuk senantiasa bersabar.
Jika Emil masih belum bisa hamil, Riha justru tengah berbahagia. Ketika usia kehamilannya memasuki usia 4 bulan, ia dan sang suami sepakat tuk mengadakan tasyakuran dan kembali mengundang keluarga dekatnya. Vio kemudian pulang tuk memberitahukan hal tersebut kepada ibunda dan kedua sahabatnya yakni Emil dan Haris atas permintaan Riha.
Seperti biasa sesampainya di daerah tempat tinggalnya Vio terlebih dahulu menemui sang Bunda meskipun sebelumnya melewati rumah Emil yang lokasinya memang berada di kompleks perumahan dekat jalan raya, maka kadang tak heran jika Emil sering tahu ketika Vio berkunjung ke rumah ibundanya karna Vio sering menyapanya ketika sedang berada di luar rumah. Namun siang itu Vio melihat rumah Emil dalam keadaan sepi, mungkin keduanya memang sedang tidak ada di rumah hingga Vio pun mengurungkan niatnya ketika hendak memanggil sahabatnya itu.
Tak berapa lama kemudian Vio pun sampai di rumahnya dan langsung menemui sang Bunda, setelah usai menyampaikan amanat Riha dan istirahat sebentar ia kemudian pamit kepada sang Bunda tuk menemui Emil namun baru beberapa langkah ia berjalan tiba-tiba ada seorang wanita yang mengucapkan salam di pintu depan rumahnya. Vio sangat mengenal suara itu meski kali ini terdengar serak, ia pun langsung membuka pintu seraya menjawab salamnya Dan benar saja dugaan Vio, gadis itu adalah Emil.
"Vii.. hiks.. hiks.." isak Emil yang kala itu langsung memeluk Vio, gadis itu pun bingung karna tidak seperti biasanya Emil datang dalam keadaan kacau seperti itu apalagi tanpa di temani Haris.
"Astagfirullah.. ada pa Mil... ?? Mana ka Haris.. ?? Kamu kenapa ??" Tanya Vio terkejut, hingga sang Bunda menghampiri keduanya. Namun Emil tetap menangis dalam pelukan Vio, nafasnya sudah tidak beraturan dan kesegukan. Ia pun langsung di bawah masuk kedalam, sedang ibunda Vio mengambilkan air putih tuknya. Setelah Emil sudah merasa tenang ia pun mulai bercerita, ternyata Emil semula hanya ingin menemui sang Bunda namun kebetulan Vio sedang ada di rumah hingga tepat bagi Emil tuk langsung mengungkapkan maksudnya itu pada Vio.
"Vii.. di usia pernikahan aku yang sudah hampir enam tahun ini dokter malah memvonis bahwa aku memang Nda bisa hamil, aku Nda bisa punya anak Vi.. aku Nda bisa memberikan keturunan tuk ka Haris, aku mandul Vi.. aku tidak punya kesempatan itu. Hiks hiks.." ujarnya dengan deraian airmata penuh kesedihan, Vio dan ibundanya pun ikut menangis.
"Sekarang aku bingung harus apa, aku Nda punya siapa-siapa lagi selain kamu dan Umi. Dan aku ikhlas jika harus bercerai dengan ka Haris.. tapi yang membuat aku sesak Vi, ibunda ka Haris meminta aku tuk bertanggung jawab mengenai masalah ini. Beliau memberikan aku waktu tiga bulan tuk bisa memberikannya cucu dari rahimku atau jika Nda dari rahim maduku, sedang ka Haris Nda mau berta'aduud.." isaknya lagi.
"Viii... aku mohon, kamulah satu-satunya harapanku. Aku yakin ka Haris mau jika menikah dengan mu.. tolong aku Vii..!!" Pinta Emil pada Vio seraya memegangi tangan gadis itu, Vio pun buru-buru menarik tangannya dan menggelengkan kepala.
"Maaf Mil.. aku tidak bisa.." ucapnya. Ibunda Vio hanya terdiam, ia bingung harus berkata apa meski merasa iba namun sungguh keputusan itu hanya ada di tangan putrinya.
"Kenapa Vi... ?? Bukankah Nda ada yang bisa kamu harapkan lagi dari ka Faiz, dia sudah bahagia dengan istrinya. Apa kamu masih tetap berharap tuk jadi madunya..??" Ujar Emil dengan penuh kekecewaan, Vio pun terperangah ia tak percaya jika Emil bisa berkata seperti itu padanya seakan membuka kembali luka lama. Vio sedikit emosi, namun Vio tak sanggup melampiaskannya pada Emil. Ia pun hanya bisa menunduk dengan linangan airmata yang terus membasahi hijabnya. Namun tiba-tiba Emil langsung berlutut dihadapan Vio dan hampir mencium kakinya seraya berkata:
"Vi... aku mohon.. menikahlah dengan ka Haris, meski kamu Nda peduli dengan kami seNdanya pikirkanlah keinginan terbesar orang tua kami, beliau sedang sakit Vi.. ia mengharapkan kehadiran seorang cucu. Aku mohon pikirkanlah Vii.. hiks hiks" Vio langsung ikut terduduk dilantai, ia tak ingin Emil mencium kakinya. Meski tak tega namun Vio tetap pada pendiriannya..
"Maaf Mil.. maaf.. sekali lagi maaf. Aku benar-benar Nda bisa.. tolong hargai keputusan ku.." ucapnya, ia pun bangkit dan menghindari Emil. Sementara gadis itu masih terisak di lantai, ibunda Vio kemudian memegang pundak putrinya tersebut. Beliau berharap Vio bisa berubah pikiran, ia pun menganggukan kepalanya pada Vio namun gadis itu malah menurunkan tangan sang bunda seraya menggelengkan kepalanya dan kemudian berlalu meninggalkan keduanya menuju kamar.
"Vii.. aku mohon Vii.. bantu lah aku Vii.. aku mohon hiks.. hiks.." rengek Emil mencoba bangkit mengejar Vio, namun ia terjatuh karna kakinya sudah tak kuasa tuk berjalan. Emil terlihat lemah dan pucat, Ibunda Vio pun langsung memeluknya.
"Istighfar nak.. Istighfar.." ujar wanita paru baya itu yang juga ikut menangis.
"Umi.. tolong bujuk Vii Umi, Emil mohon.. tolong Umi... Umi sayang kan sama Emil, bujuk Vi .. Umi.." pinta Emil memelas, namun tiba-tiba Haris datang dan langsung berlari menghampiri istrinya.
"Sayangg.. ya Allah.. apa yang Emil lakukan di sini.. ?? Kita pulang ya sayang ya.. jangan membuat keributan di sini" seru Haris memapah tubuh istrinya.
"Maaf Umi, Haris lancang karna sudah masuk ke rumah Umi tanpa permisi..!!"
"Ka hariis.. Vi sekarang ada di rumah, dia sudah pulang.. Kakak tolong bilang sama Vi ya, Kakak mau kan menikah dengan Vi.. ini tuk ibu kita ka, ayoo bujuk dia Ka.. ayoo." Ajak Emil sembari menarik tangan suaminya.
"Nda sayaangg... Emil berkata apa sih, ayo kita pulang. Nda akan terjadi apa-apa dengan ibu.. Emil tenang ya sayang.. kita pulang" bujuk Haris lagi.
"TIDAK KAK.. KAKAK JAHAT, KITA HARUS TEMUI VII, DIA HARUS MENIKAH DENGAN KA HARIS. KENAPA KAKAK NDA MAU MENGERTI !! KENAPA NDA ADA YANG MAU MENGERTI !! Emil benci pada kalian.. Emil.. aah" tiba-tiba Emil lunglai dan jatuh pingsan tak sadarkan diri mungkin karna saking sesaknya menahan emosi.
Haris pun buru-buru mengangkat tubuh Emil dan membawanya keluar, setelah sebelumnya pamit dan meminta maaf pada ibunda Vio serta mengirimkan salam maaf juga tuk Vio. Sedang Vio masih termenung di kamarnya, ia enggan tuk keluar menemui Emil dan Haris. Vio merasa tertekan dan serba salah namun masih sempat melihat Haris mengangkat tubuh Emil masuk kedalam mobilnya dari balik kaca jendela. Sejujurnya Vio tak tega melihat keadaan Emil seperti itu, namun sungguh ia tak sanggup memenuhi permintaan sahabatnya tersebut.