"Umi... hiks hiks, ka Faiz ternyata bukan jodoh Vi Umi.. Dia akan menikah dengan mba Riha, harusnya Vi bahagia. Tapi.. kenapa hati Vi sakit sekali melihat mereka berdua Umi... hiks hiks, Vi ingin pulang Umi.. tolong Vi, dada Vi sesak Umi, hiks hiks". Rintihnya dengan penuh kepedihan dan terduduk dilantai. Ia kemudian meremas hijab itu dan membenamkan wajahnya pada hijab tersebut hingga semakin bersimbah airmata.
Mungkin Vio memang harus mengubur semua impiannya tentang laki-laki itu bahkan ia pun harus memupus doa indahnya tersebut, dan kali ini Vio bukan hanya takut kehilangan Riha namun justru ia sendiri yang harus pelan-pelan pergi dari kehidupan Akhwat tersebut.
Cukup lama Vio terisak dengan posisinya yang seperti itu, bahkan Airmata Vio tak henti-hentinya mengalir. Ia seakan larut dalam kesedihan yang menimpanya namun tiba-tiba ia terhenyak, karna bayangan Emil seakan berkata padanya:
"Kenapa harus menangisi dia yang memang akan segera menjadi imam saudarimu Vi, bukankah harusnya kamu bahagia ?? Lantas apa yang membuatmu bersedih, dia Nda pernah menjanjikan apa-apa padamu. Dirimu saja yang terlalu melukai perasaan mu sendiri dengan berharap terlalu banyak tentangnya,, apa kamu rela menghancurkan kebahagiaan Riha. Wanita yang sudah menganggap dirimu keluarganya, sanggupkah engkau membuat wanita yatim piatu itu menitikkan airmata sedang ia sangat menyayangi mu bahkan Nda akan rela bila melihat engkau menangis." Vio semakin terisak,
"Tapi aku sangat menyanyangi ka Faiz.. Mil, hiks hiks.." ucapnya, namun Vio kembali terhenyak karna kali ini ia justru seperti merasakan sang bunda memeluknya.
"Viii... yang sabar ya sayang, Allah pasti punya rencana yang lebih indah tuk Vi. Ikhlaskan saja laki-laki itu bersama Riha, Vi harus kuat ya sayang..!!" Ujarnya. Tiba-tiba bayangan itu pun menghilang,
"Tapi Umi... ??" Cegah Vio, namun lagi-lagi sebuah suara kembali mengejutkannya.
"Viii... putri Abi Nda selemah ini kan hanya karna seorang Laki-laki, putri Abi wanita yang tegar dan istiqomah. Jika Vi seperti ini, Abi sangat sedih sayang.." ujarnya seraya mengusap rambut Vio.
"Abi... Vi kangen Abi, maaf sudah membuat Abi bersedih. Vi ingin ikut Abi.. hiks hiks" pinta Vio sambil memeluk ayahandanya, pelukan yang baru kali ini ia rasakan.
"Nda sekarang sayang.. Vi harus kembali.." ujar ayahnya lagi melepas pelukan Vio.
"Abi... Abi.. Vi ikut Abi.. Abi" tiba-tiba sebuah suara tuk yang kesekian kalinya kembali mengejutkan Vio,
"Vi... bangun sayang, Vi... ini mba..." sebuah suara yang kali ini mampu membuat Vio tersadar dan membuka matanya.
"Alhamdulillah... Vi nda kenapa-kenapa kan.. ??" Tanya Riha seraya mengelus pipi Vio dengan sangat cemasnya. Namun Vio justru terlihat bingung, kenapa malah Riha yang ada didepannya.
"Memang Vi kenapa mba ??" Tanyanya pelan.
"Tadi selesai acara lamaran, mba cari-cari Vi di sana... tapi nda ada. Jadi mba buru-buru ke sini. Pas masuk ke kamar Vi, mba lihat Vi sudah tergeletak di lantai seperti ini. Apa Vi ada masalah..??" Ujar Riha menjelaskan. Vio baru ingat mungkin tadi saking sesaknya ketika ia menangis hingga menyebabkan ia tak sadarkan diri. Namun Vio tidak mungkin jujur dengan masalah yang tengah dihadapinya, ia pun berkilah.
"Mungkin Vi hanya kecapean saja mba.. maaf tadi Vi nda bisa menemani.."
"Viii.. mba tau ko Vi berbohong.. bukan itu kan alasannya ??" ucap Riha seraya memegangi tangan Vio. Gadis itu pun terkejut dan meneteskan airmata, sungguh Vio tak kuasa menahan sesaknya namun mana mungkin ia akan tega menyakiti perasaan Riha.
"Vi sedih kan karna mba akan segera menikah, dan Vi takut kehilangan mba ??" Ujarnya lagi. Vio sedikit lega karna Riha hanya bisa menebak sebagian alasan dirinya mengalami kesedihan yang memuncak hingga tak sadarkan diri, ia pun hanya menganggukkan kepala.
"Ya Allah Vi... mba minta maaf karna sudah buat Vi seperti ini. tapi Vi nda usah khawatir.. mba akan melakukan apapun yang Vi mau, atau mba bilang saja ke pak kyai tuk nikahkan Vi dengan mas Ilham juga, jadi kita bisa tetap bersama.. kita rawat mas Ilham sama-sama ya" ujar Riha yang sudah mulai menitikkan airmata..
Pernyataan Riha kali ini semakin membuat Vio tertekan dan serba salah, apalagi ia harus melihat butir airmata mengalir di pipi akhwat yang sangat ia sayangi tersebut. Riha ternyata benar-benar sangat menyayanginya hingga ia bisa berkata seperti itu dengan sangat mudah dan seperti tanpa beban.
"Mba.. kalo Vi juga nikah sama mas Ilham, terus ka Faiz nya bagaimana ?? Kan kasihan kalo nanti dia datang tapi Vi nya sudah bersuami, apa mba tega melenyapkan impian yang sudah bertahun tahun ia bangun.." Bohongnya.
"Nda kan mba ?? Jadi.. mba nda usah khawatir ya, kan masih ada kamar Riris dan Ayu. Vi janji.. in sya allah akan baik-baik saja. Mungkin tuk saat ini hati Vi hanya belum tertata dengan baik, jadi harus kalut seperti ini. Maaf ya mba..". Ujarnya lagi, ia masih berusaha menahan egonya, meski sangat menyakitkan namun sungguh ia mampu memutar keadaan selayaknya Riha yang selalu berjiwa tegar.
"Iya Vi... mba mengerti, tapi... hiks hiks." Riha langsung memeluk tubuh gadis itu,
"Sungguh Vii.. mba Rela berbagi dengan mu, apapun asal Vi bisa tersenyum dan kita selalu bersama.." ujarnya lagi. Vio terdiam, airmata nya kembali mengalir namun Ia terpejam dalam dekapan erat tubuh Riha. Meresapi tiap detik dentuman jantung Riha yang semakin lama semakin tak beraturan, resahnya isakan Riha yang terdengar begitu memilukan.
"Masya Allah.. inilah yunda ku.. yunda istri pertama suamiku jika aku mau menuruti permintaannya, yang sesungguhnya ia rapuh namun berusaha menguatkan hati calon madunya. Ia tak memperdulikan keceriaannya, atau harus egois seperti wanita kebanyakan yang tak ingin suaminya berta'aduud. Ya Allah ya Robb, inilah kakakku.. kakak saudari seimanku, haruskah ku membahagiakan beliau dengan menjadi madunya.. ?? Berbagi suami yang engkau ridhoi, namun belum tentu Hamba ikhlas menjalani, jangan Ya Allah.. jangan berikan hamba jalan tuk seperti itu, hamba menyayanginya ya robb.. Untuk kebahagiaannya hamba akan belajar ikhlas, Limpahkanlah kebahagiaan atasnya sebaik-baiknya kebahagiaan yang Engkau Ridhoi. Aamiin.." Gumamnya membatin. Vio kemudian melepas pelukan Riha, menyeka Airmata nya dan memegangi kedua tangannya.
"Nda mungkin Vi bisa melakukan itu mba, Vi ingin setia sama ka Faiz. Jadi skali lagi mba nda usah khawatir ya.. Vi mohon mba jangan sedih. Vi seperti ini hanya benar-benar karna belum terbiasa jauh dari mba saja, Nanti kalo sudah saatnya pasti Vi bisa lebih tenang. Sekarang.. mba jangan nangis lagi ya, mba kan nda suka nangis. Hehehe.." hibur Vio mencoba mengendalikan kesedihan Riha, padahal hatinya sendiri masih menangis. Riha buru-buru mengusap airmata nya dan tersenyum bangga..
"Janji ya jangan seperti itu lagi, mba nda mau liat Vi sedih.. apalagi di pernikahan mba nanti.." ujarnya seraya menarik hidung Vio dan kembali memeluknya. Riha memang benar-benar sayang pada gadis itu, Vio pun menyambutnya dengan manja.
"Oh iya mba.. gimana acara tadi.. ?? Heemmm.. sepertinya ada yang langsung jatuh cinta nih.. hhee." Ejek Vio.
"Apaan siihh, Vi nakal deehh. Biasa aja ko, hhhmmm... cuma sedikit canggung juga siih tadi. Soalnya pak kyai sampai salah orang segala gara-gara namanya mirip.. hhehe", jawab Riha dengan begitu sangat cerianya, Vio tidak pernah melihat Riha sesuka cita itu dalam bercerita. Sepertinya Riha memang sudah benar-benar jatuh cinta pada ilham yang ternyata nama tersebut adalah nama kesayangan sang bunda. Mungkin keputusan Vio sudah tepat tuk bisa melupakan laki-laki itu.
"Tapi lumayan bikin mba was was juga Vi.. dan shock" ucap Riha sedikit merengut.
"Apa maksud mba..??" Tanya Vio kaget, ia takut Ikhwan itu bercerita tentangnya.
"Seperti yang Vi takuti, ternyata sebenarnya ia memang sudah mempunyai calonnya sendiri.." balas Riha.
"Astagfirullah.. terus gimana mba ?? Memang sebelumnya dia bilang apa ??" Tanya Vio lagi dengan sangat cemas, hatinya sudah mulai berontak.