"Assalamualaikum ustadzah.." sebuah suara dari luar menghentikan obrolan keduanya.
"Wa alaikum salam.." jawab mereka. Riha langsung beranjak dari posisinya tuk menemui sumber suara itu sementara Vio menaruh kembali benda yang belum sempat ia tunjukkan pada Riha tersebut.
"Ada apa mba.. ??" Tanya Vio ketika Riha kembali menghampiri dirinya.
"Mba di panggil pak kyai katanya Vi, ada yang mau di bicarakan lagi masalah tadi pagi", jawab Riha seraya merapikan hijabnya.
"Oo.. ngGiihh mba, kalo gitu Vi ke majlis saja." Ujar Vio.
Keduanya pun keluar dan menuju ke arah tujuan masing-masing.
Dua bulan kemudian Riha mendapat kabar bahwa keluarga besar pemilik panti itu akan datang lagi ke rumah pak kyai, namun kali ini beliau datang bersama calon pengantinnya sebagai langkah awal perkenalan keduanya yang selanjutnya mereka akan di beri kesempatan tuk bisa berbicara berdua namun masih dalam pengawasan keluarga. Saking gugupnya Riha, jauh-jauh hari ia sudah meminta Vio tuk bisa menemani dirinya ketika bersua dengan calonnya tersebut. Meski hanya sekedar menghantar sampai depan rumah pak Kyai, karna sejujurnya keinginan Riha yang sebenarnya adalah memperkenalkan Vio sebagai adiknya diantara kedua keluarga itu. Namun Gadis itu menolaknya, sehingga Riha hanya bisa membujuk Vio untuk mengantarnya saja, dan gadis itu pun menyanggupinya.
Namun Satu bulan belakangan ini Vio penasaran pada seorang laki-laki yang sudah beberapa hari ini sering bolak balik ke pesantren yang mobilnya mirip dengan pemilik panti asuhan yakni calon mertuanya Riha. Vio sudah berkali-kali memergoki Ikhwan itu sering menatap rumah Riha, bahkan seakan gugup dan salah tingkah tatkala Vio tak sengaja melihatnya. Hal tersebut Membuat Vio semakin penasaran dan curiga, Hingga saking penasarannya Ia sampai bertanya kepada pegawai pak Kyai,
"Mang.. kalo boleh tau Ikhwan yang sering kesini itu siapa ya .. ??"
"Oh maksud neng Vio nak I'am.. ?? kalo Nda salah beliau adalah calon suaminya ustadzah Riha.." Jawab si mamang itu.
"Masya Allah... benarkah mang ??" ujar Vio meyakinkan.
"Kurang lebih seperti itu.. karna beliau pernah mengantarkan Ayahnya kesini. tapi beliau Nda ikut berdiskusi palingan cuma duduk-duduk bareng santri di aula belakang.. tapi akhir-akhir ini Nda tau kenapa datangnya sendirian, bahkan tanpa bertemu dengan pak kyai lagi. Sepertinya beliau sedang mengamati sesuatu. Mungkin beliau ingin mengenal ustadzah Riha lebih dekat hingga Langsung berbaur dengan Santri disekitar sini." Mamang itu menjelaskan dengan panjang kali lebar.
Vio hanya mengangguk tanda mengerti, Bahkan sebagian santri termasuk Riris dan Ayu mengatakan hal yang sama, Vio merasa senang dan lega karna calon imam wanita yang sudah di anggap sebagai kakak kandungnya itu berparas rupawan dan shalih. Tidak ada cacat fisik sama sekali dan yang lebih membuat Vio semakin senang adalah ia lebih dulu tahu dari pada Riha, Sungguh sebuah kejutan manis tuk akhwat polos tersebut.
Namun yakinkah Vio sesenang itu, bukankah dengan dekatnya pernikahan Riha berarti semakin dekat pula perpisahan mereka. Lagi-lagi Vio harus menepiskan kebahagiaan itu, ia semakin gelisah dengan keadaan tersebut. Bahkan Vio seakan belum rela jika harus jauh dari Riha, Meski sejujurnya ia sangat ikut senang namun tak bisa dipungkiri kegelisahan didalam hatinya selalu bergemuruh yang menyebabkan rasa takut akan kehilangan sesuatu itu sangat besar.
Ketika hari yang di nanti itu tiba, bersiaplah Vio dan Riha tuk menyambut kedatangan sang calon imam beserta keluarga besarnya. Vio sudah mulai bisa mengendalikan perasaannya, Pelan-pelan ia sudah mampu meyakinkan hatinya bahwa bagaimana pun keadaannya nanti tuk saat ini kebahagiaan Riha lah yang terpenting. Saat itu Riha nampak tertekan, ia seperti gugup bahkan salah tingkah. Vio selalu tersenyum melihat Riha yang sebelumnya tidak pernah senervous itu, namun sangat di wajarkan juga karna Riha memang tidak pernah bertatap muka secara langsung dengan calonnya tersebut apalagi harus berbincang berdua meski pihak keluarga mengawasinya. Penampilan Riha saat itu nampak lebih anggun dari biasanya, ia memang cantik fisik dan juga hatinya hingga wajar banyak yang kagum akan sosok itu. Setelah pihak keluarga laki-laki di kabarkan sudah tiba di rumah pak kyai datanglah Riris dan Ayu yang kala itu di tugaskan istri pak kyai tuk memanggil Riha. Riha pun bangkit dari posisinya, ia memegang erat tangan Vio. Gadis itu bisa merasakan betapa gemetarnya Riha hingga tangannya pun begitu dingin, Vio berusaha menenangkan Riha dengan cara memeluknya.
"Tenang ya mba, semoga semuanya lancar.. Aamiin." Ucapnya, seraya melepas pelukan itu. Riha hanya tersenyum seraya menghela nafas panjang dan membaca basmallah, ia pun kembali tenang. sementara Vio ikut tersenyum lebar karna menyaksikan saudaranya yang seperti mengalami demam panggung.
Vio menuntun Riha menuju rumah pak Kyai di iringi Riris dan Ayu dibelakangnya, sedang Riha terus menggenggam erat tangan Vio. Namun setibanya di depan rumah pak kyai keduanya melihat keluarga besar tersebut justru baru sampai dan kemudian turun dari mobilnya. Ternyata Riha dan Vio datang lebih awal dari yang di rencanakan, mereka pun berinisiatif tuk masuk dari pintu belakang agar para tamu tidak melihatnya. Namun Tiba-tiba tanpa di sengaja Vio melihat seorang laki-laki yang begitu sangat ia kenal yang ternyata ikut turun juga dari mobil tersebut,
"Ka Faiz...??" Pekiknya dalam hati, iya Faiz... ikhwan itu juga ternyata hadir dalam acara tersebut. Vio nampak bahagia, ia tak menyangka bahwa ia bisa bertemu Faiz dengan cara yang menurutnya tidak pernah ia bayangkan sama sekali seperti itu. Saking bahagianya, Vio melepas genggaman tangan Riha dan berbisik:
"Mba bentar ya, Vi mau ada keperluan" ucapnya buru-buru Seraya berbalik arah dan meminta Riris dan Ayu tuk menemani Riha.
"Tapi mau kemana Vi..??" Tanya Riha dengan cemas.
Vio tidak menjawab pertanyaan akhwat itu, ia tetap melangkahkan kakinya dengan sangat tergesa gesa. Perasaannya begitu berbunga, ia ingin mengenakan hijab pemberian Faiz agar ikhwan itu tahu dan mengenalinya bahwa ia juga ada di antara mereka. Khayalan demi khayalan terajut di benak Vio, ia sangat membayangkan betapa terkejutnya nanti Faiz ketika melihatnya, sungguh kebahagiaan ini akan menjadi moment terindah dalam hidupnya. Sesampainya di rumah, Vio langsung membuka hijabnya dan menggantinya dengan hijab pemberian Faiz. Cukup lama Vio bersolek hingga tak terasa hampir setengah jam waktu yang terbuang hanya tuk berlagak di depan cermin, ketika sudah dirasa cocok ia pun buru-buru kembali menemui Riha di rumah pak Kyai.
"Duh maaf ya lama.." ucap Vio kepada Riris dan Ayu ketika sampai di pintu belakang rumah itu. Keduanya (Riris & Ayu) beserta beberapa santriawati lain yang ditugaskan tuk menyiapkan jamuan yang saat itu tengah berdiri di lorong dapur (namun masih bisa melihat acara tersebut dari balik jendela) seakan gaduh karna melihat calonnya Riha yang memang begitu sangat tampan hingga mereka tak begitu menggubris kedatangan Vio. Namun tiba-tiba Riris berseru:
"Ehh Ukhty dari mana saja, kenapa baru muncul ?? Tadi lucu lho gara-gara pak Kyai salah orang. Ternyata yang kemarin bolak balik ke sini itu adenya mas Ilham namanya Ahmad Khairul Nizam sering di panggil i'am, kalo mas Ilham nya sendiri nama lengkapnya Ahmad Faizul Ilham. Mungkin karna sama-sama nama belakangnya AM jadi pak Kyai dan sebagian dari kami menganggap itu mas Ilham. Hehee.. lucu ya Ukhty."
Deg... Vio terkejut, ucapan Riris kala itu seakan menampar wajahnya hingga terbangun dari mimpi. Ia merasakan mukanya panas dan berkeringat hingga airmata harus menitik di pipinya Vio juga merasakan dadanya sesak seakan sulit tuk bernafas. Namun ia tidak percaya begitu saja, dengan sangat pelan ia mundur dari kerumunan para santriwati itu dan menuju jendela samping rumah pak Kyai dan ternyata memang benar yang sedang berbicara berdua dengan Riha itu adalah Faiz.. Ahmad Faizul Ilham, laki-laki yang slama ini ia selalu sebut dalam doanya, yang selalu di nanti kehadirannya, yang di rindukan cinta kasihnya Namun ternyata ia adalah calon imam saudarinya sendiri. Vio langsung berlari, ia tak kuasa menyaksikan pemandangan seperti itu hingga ia membatalkan niatnya tuk masuk menemui mereka. Bulir-bulir Airmata semakin berjatuhan di pipi gadis itu dan mengalir membasahi hijab yang ia kenakan yang sekarang sudah tidak bermakna lagi, keindahannya lenyap seiring terlukanya Vio menerima kenyataan itu. Sesampainya di kamar, Vio langsung membuka hijabnya dan terisak.