Chereads / The Lord of Warrior / Chapter 15 - Kekuatan Sejati Iblis Phoenix

Chapter 15 - Kekuatan Sejati Iblis Phoenix

"Dengan menggunakan kekuatanku, kau tidak akan terkalahkan." Suara serak basah kembali terdengar di dalam kepala Aarav. "Tanpa menggunakan bantuanku, kau tidak akan pernah bisa memenangkan pertarungan ini. Apa kau masih belum mengerti juga?" Suara tersebut semakin sering didengar oleh Aarav, seakan menyatu dalam tubuhnya sendiri.

Aarav yang merasa terganggu dengan suara serah Basar tersebut, berusaha untuk menutup kedua telinganya menggunakan tangan. Akan tetapi, segala hal yang dua lakukan terasa percuma saja. Suara tersebut sudah seperti menyatu di dalam kepalanya.

"Berhenti!" teriak Aarav sembari mencengkram kepalanya begitu kencang. Aarav terlihat begitu tersiksa atas apa yang dia rasakan saat ini. Urat yang ada pada lehernya mengejang disertai air liur yang beterbangan. "Hentikan semua ini! Rasanya sangat menyakitkan!"

Beberapa saat kemudian, tubuh Aarav yang sebelumnya melayang di atas tanah. Terbantimg begitu kencang hingga kakinya tenggelam sampai mata kaki. Merasakan sakit pada kepala, dia terus saja mencengkram kepalanya dengan begitu kencang.

Erina yang melihat keadaan Aarav, segera berlari ke arah Eiireen. Wajah mungil dengan rambut hitam panjang yang terlihat cocok tersebut, berkibar ketika terkena angin kencang. Ketika berada di samping Eiireen, bola mata Erina terbelalak lebar.

Keringat dingin mulai mengucur dari wajah, rona merah terhapus dari wajahnya. Seakan pudar bersama dengan keringat dingin yang semakin deras. Erina juga merasakan terpaan angin dingin yang menusuk kulit, keluar dari tubuh Aarav saat ini.

"Kenapa Ayah tidak melakukan apapun!" teriak Erina ke arah Eiireen, mendesaknya agar segera menyelamatkan Aarav. "Dia terlihat sangat kesakitan sekarang, kenapa Ayah tidak melakukan sesuatu!"

Mendengar ucapan Erina, Eiireen hanya dapat menggigit ujung bibirnya hingga berdarah. Meskipun berniat menyelamatkan Aarav, tidak ada yang bisa dia lakukan saat ini. Hanya kekuatan tekad yang dimiliki Aarav, itulah yang dapat membantunya saat ini untuk melawan kekuatan iblis tersebut.

Erina yang melihat ayahnya tidak melakukan apapun, menatapnya semakin tajam. Keningnya mengerut hingga membuat kedua alisnya menyatu.

"Jika Ayah tidak melakukan sesuatu, aku yang akan melakukannya sendiri!" seru Erina memutar tubuh menatap Aarav. Kaki kecilnya bergerak begitu lincah ke depan.

"Erina, tunggu!" Tinggal beberapa langkah hingga mencapai tubuh Aarav. Eiireen memanggil Erina sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. "Aaagghh!" teriaknya begitu kencang semabri mengacak rambut yang sudah berantakan bagaikan orang gila.

"Baiklah, aku akan melakukan sesuatu!" Eiireen mulai menggerakkan kaki mendekati tubuh Aarav yang masih bergulingan di atas tanah. Teriakan mengerikan diperlihatkan Aarav dengan air liur bertebaran di berbagai tempat.

Pada saat berada di dekat Aarav, Eiireen terlihat menghela napas panjang. Bukan hanya sekali, melainkan bebarapa kali menghela napas.

"Oi, Aarav!" teriak Eiireen begitu kencang, pedang kayu yang ada pada genggaman tangannya diarahkan pada tubuh Aarav.

Mendapati perlakuan seperti itu, Aarav tidak dapat tenang begitu saja. Tubuhnya terus berguling dengan mulut mengeluarkan suara teriakan yang memekakkan telinga. Jika saja rumah mereka berada di dekat pemukiman, sudah pasti banyak warga yang akan datang ke rumah mereka saat ini.

"Jika kau tidak bisa menekan kekuatan yang ada pada tubuhmu, selamanya kau tidak akan bisa mengendalikan kekuatan tersebut. Apapun godaan yang ditawarkan iblis itu kepadamu, tolak dengan tegas!" teriak Eiireen menempelkan ujung pedang kayu pada tubuh Aarav.

Merasakan tekanan pada tubuhnya, teriakan yang dikeluarkan Aarav semakin kencang. Tubuhnya juga semakin agresif dalam melawan. Bahkan, pedang kayu yang menekan tubuh Aarav dicengkeram begitu kuat. Eiireen berusaha untuk menarik pedang kayu. Begitu juga dengan Aarav, dia terus saja mencengkram dan menarik pedang kayu hingga retak.

Beberapa saat kemudian, pedang kayu hancur berkeping-keping. Pecahan kayu yang tercipta akibat pecahnya pedang kayu, berhamburan ke udara. Pecahan kecil mengenai wajah Aarav dan Eiireen. Bola mata Eiireen terbelalak ketika melihat kejadian tersebut.

Akibat terkejut pedang kayunya patah, tenaga pada kedua kaki Eiireen seakan menghilang. Tubuhnya kehilangan keseimbangan, hingga akhirnya terjatuh dengan begitu paripurna.

"Erina, cepat pergi dari sana!" teriak Eiireen ketika tubuh bagian bawahnya menapak pada tanah.

Baru saja menekan kedua tangan ke atas tanah, berusaha untuk bangkit dari duduk. Aarav telah menghilang dan muncul di hadapan Eiireen dengan tangan terangkat. Bersiap untuk memukul Eiireen yang belum siap menerima serangan.

"Sialan! Tidak akan sempat!" seru Eiireen ketika melihat kepalan tangan Aarav mengarah pada wajahnya.

Seringai mengerikan dikeluarkan wajah Aarav, kepulan asap hitam semakin terlihat jelas keluar dari tubuhnya. Kerutan pada kening diperlihatkan, tarikan pada pipinya membuat ujung bibir Aarav terangkat.

"Aarav! Berhenti!" teriak Erina begitu kencang, rahangnya mengejang dibarengi dengan urat pada lehernya yang terlihat jelas. "Hentikan semua ini sekarang juga!"

Tiba-tiba saja, gerakan Aarav terhenti. Kepalan tangan yang siap menghantam wajah Eiireen, berhenti pada jarak satu senti. Tekanan udara yang dihasilkan oleh dorongan pukulan Aarav, mengakibatkan kepala Eiireen terdorong ke belakang.

"Dia berhenti," batin Eiireen menatap kepalan tangan Aarav yang ada di depan wajah. Dia tidak berani melakukan gerakan sedikit saja, bisa saja Aarav akan kembali melancarkan serangan jika dia melakukan hal tersebut secara tiba-tiba.

Perlahan, Aarav mengangkat leher hingga bola matanya bertatapan langsung dengan Erina. Genangan bening terbentuk pada bola mata, bersiap untuk keluar dari sana. Meskipun begitu, tatapan yang dikeluarkan Aarav masih terlihat kosong.

"Apa yang kau lakukan? Jika kau membunuhnya sekarang juga, kekuatan yang kau miliki akan jauh lebih hebat. Jangan membuatku menunggu lebih lama lagi!" Sementara itu, suara iblis yang ada di dalam kepala Aarav terus menghasutnya agar segera membunuh Eiireen.

Eiireen yang menyadari wajah sedih Aarav, mulai mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sekarang. Meskipun kebencian yang dirasakan Aarav begitu besar, dia tetap akan merasa sedih ketika orang yang dia sayangi pergi meninggalkannya sendiri. Itulah sifat kekanak-kanakan yang dimilki Aarav hingga saat ini.

"Tidak," kata Aarav menarik tangannya kembali, menjauhkannya dari wajah Eiireen.

Eiireen segera bangkit setelah Aarav berlalu dari hadapan matanya. "Aarav, kau harus mengetahui satu hal. Jangan pernah terhasut oleh godaan iblis di dalam hatimu. Kau pasti masih bisa mendengar apa yang saat ini kukatakan padamu. Jadi, apapun yang terjadi jangan pernah bergantung pada kekuatan yang dia tawarkan padamu!"

Eiireen menelan ludah, hatinya berguncang layaknya sebuah drum yang ditabuh secara bersamaan. Keringkan dingin sebesar biji jagung mengucur begitu deras dari wajah, membasahi sekujur tubuh yang dialiri keringat.

"Berhenti! Kau tidak bisa melakukan hal ini!" teriak suara yang ada di dalam kepala Aarav. "Apapun yang terjadi, aku pasti akan mengendalikan sepenuhnya tubuh anak ini. Tidak akan kubiarkan seseorang menggagalkan rencanaku begitu saja."

"Dian!" Aarav mencengkram kepalanya begitu kencang. Merasakan tekanan yang diberikan, membuat urat pada pelipisnya seakan ingin keluar. "Berhenti mengatakan hal mengerikan padaku!"