Melihat tubuh Aarav yang diselimuti cahaya, Erina terkejut bukan main. Apalagi sebelum cahaya tersebut keluar, sebuah tekanan udara besar keluar dari tubuh Aarav. Mendorong seluruh benda yang ada di sekitar tubuh.
Tanah yang sebelumnya dipenuhi dengan rumput hijau, sekarang sudah terlihat seperti gurun gersang tanpa tanaman. Baju yang dipakai Aarav tertarik bagaikan jemuran, rambut panjangnya bergoyang ke semua arah.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa seluruh tubuh Aarav bersinar saat ini," batin Erina masih belum mengetahui apa yang terjadi pada Aarav.
Beberapa saat kemudian, Aarav mulai mengerjapkan mata. Bola mata kecilnya berwarna putih tanpa titik hitam. Begitu juga dengan raut wajah Aarav, terlihat begitu dingin tanpa ada perasaan sedikit pun terpancar di sana.
"Ini buruk." Eiireen berlari begitu buas ke arah Aarav. Tidak memikirkan tekanan udara yang dikeluarkan dari tubuh Aarav, dia terus saja berlari ke sana.
Meskipun beberapa kali hendak dihempaskan ke belakang, Eiireen tidak menyerah sama sekali. Bahkan beberapa kulitnya terkena tekanan udara yang begitu tajam bagaikan bilah pedang.
"Kekuatan yang dia miliki bahkan hampir mendekati diriku," batin Eiireen dengan pedang berada di depan wajah, menghalangi debu tanah yang beterbangan di depan. "Aku tidak menyangka jika dia akan dilahap oleh iblis itu."
"Ayah!" teriak Erina yang ada jauh di belakang. Butiran bening mengalir begitu deras dari ujung mata, menatap Aarav yang tidak menampakkan ekspresi. "Apa yang terjadi pada Aarav? Kenapa dia bertingkah aneh seperti itu?"
"Erina, pergi dari sana!" teriak Eiireen tanpa memandang wajah Erina. "Ayah yang akan mengurus semua hal ini. Tidak akan pernah kubiarkan Aarav tertelan oleh badai ini."
Bola mata Aarav menatap Eiireen yang semakin dekat dengannya. Tangan kanan yang menggenggam busur dianggat ke atas kepala secara perlahan. Ketika berada di atas kepala, tali yang sebelumnya tidak ada pada busur mulai terlihat samar-samar. Kemudian mengikat masing-masing ujung busur.
Seringai menakutkan dipasang, rambut panjang yang berkibar semakin menambah kesan menakutkan pada wajah Aarav. Jika dapat terlihat, seluruh tubuh Aarav saat ini telah diselimuti asap hitam.
Aarav menyentuh tali busur bagian tengah menggunakan jari telunjuk dan tengah. Kemudian menariknya ke bawah secara perlahan. Mengikuti gerakan tali yang ditarik, sebuah cahaya berbentuk panah terbentuk.
"Sialan! Semua ini tidak seperti yang kuperkirakan sebelumnya!" umpat Eiireen di dalam hati, menatap panah yang sudah terbentuk sempurna di tangan Aarav.
Aarav menurunkan busur yang sebelumnya ada di atas kepala. Mengarahkan busur yang sudah terdapat panah pada Eiireen. Seringai menakutkan diperlihatkan, bola mata putih keseluruhan terlihat begitu tajam menatap.
"Matilah!" Tepat setelah teriakan yang dikeluarkan mulut Aarav, jari yang sebelumnya mengapit panah dilepaskan. Membuat panah berlapiskan cahaya terhempas dari tempatnya.
Ujung panah yang begitu tajam mengarah langsung pada Eiireen. Ketajaman yang ditunjukkan panah tersebut tidak perlu diragukan lagi. Bahkan butiran embun yang menguap akibat tekanan udara yang berbeda, terbelah dan menguap ketika terkena ujung panah yang dilepaskan Aarav.
Sebelum panah yang dilepaskan Aarav menusuk dada. Eiireen teringat ucapan yang diucapkan sang guru ketika masih hidup. "Jika saatnya sudah tiba, kau harus melindungi dua orang paling berharga di dunia ini. Jangan biarkan mereka didapatkan oleh desa Fa Ma apapun yang terjadi. Kekuatan salah satu dari mereka akan sangat besar, kau akan membutuhkan benda ini." Pria tua berambut putih dengan kulit keriput menyodorkan sesuatu kepada Eiireen.
Setelah mengingat ucapan sang guru, Eiireen menggigit ujung bibirnya. "Tidak ada cara lain selain menggunakan benda itu." Eiireen melempar pedang kayu ke depan, tetapi panah yang diluncurkan Aarav langsung menghancurkan pedang kayu tersebut.
Memanfaatkan waktu yang tidak banyak, Eiireen memasukkan tangannya ke dalam saku. Kemudian mencari benda yang terselip di dalamnya. Sebenarnya apa yang hendak dicari Eiireen pada saat seperti ini. Apa benda tersebut akan menjadi senjata utama untuk melawan Aarav yang sudah kehilangan kendali.
Beberapa detik sebelum anak panah mengenai wajah, Eiireen telah mengeluarkan sebuah kertas yang bertanda aneh. Seperti sebuah jimat pengusir setan, terdapat gambar yang tidak dapat dimengerti orang biasa.
Panah yang mengarah pada Eiireen, seketika melayang seakan tanpa tenaga untuk meluncur. Kertas jimat yang dikeluarkan Eiireen tiba-tiba saja bersinar begitu terang. Tekanan udara yang sebelumnya dikeluarkan oleh Aarav, seakan menghilang tanpa jejak saat itu juga.
"Aaarrrggg!!!" teriak Aarav menekan kepala dengan dua tangan. Air liur keluar dari mulut, menetes begitu deras bagaikan keran yang dinyalakan.
Busur yang ada dalam genggaman tangan sebelumnya terjatuh. Satu detik sebelum menyentuh tanah, busur tersebut menghilang tanpa ada tanda-tanda.
Eiireen segera berjalan mendekati Aarav, mulutnya bergerak seakan sedang membaca sebuah mantra. Semakin dekat jaraknya dengan Aarav, kertas jimat yang ada pada genggaman tangannya bersinar semakin terang.
Sedangkan Aarav, semakin berteriak semakin gila ketika Eiireen berjalan mendekati dirinya. Berusaha keras untuk pergi meninggalkan tempat tersebut seperti percuma saja. Walaupun tubuhnya bergerak begitu ganas, tetapi kakinya tidak dapat bergerak sama sekali. Sudah seperti diikat tanpa ada celah untuk melarikan diri.
"Percuma saja melakukan hal tersebut," kata Eiireen ketika mulutnya sudah berhenti mengucap mantra. Jaraknya dengan Aarav hanya tinggal dua langkah saja, sementara kertas jimat sudah hampir menempel pada kening Aarav.
"Sekarang, aku akan menekan kekuatan iblis ini dari tubuhmu." Eiireen menaruk tangan ke belakang, menjauhkan kertas jimat dari kening Aarav.
Setelah itu, dia mendorong telapak tangan dengan kencang. Hingga kertas jimat menempel sempurna pada kening Aarav.
Pada saat kertas tersebut menempel pada keningnya. Sikap Aarav yang sebelumnya seperti kerasukan, berangsur membaik secara perlahan. Bola mata yang berwarna putih cerah tanpa sedikit pun noda hitam, mulai menampakkan kegelapan pada tengahnya.
Tatapan mata yang diperlihatkan Eiireen begitu kosong, detik berikutnya cahaya yang ada pada bola mata tersebut seakan menghilang. Warna merah yang semula menghiasi wajah, perlahan mulai menghilang hingga akhirnya pucat memenuhi wajahnya.
"Ayah!" Erina yang melihat hal tersebut, segera berlari menghampiri Eiireen. Rasa takut terlukis pada wajah cantiknya.
Sementara itu, Aarav perlahan mengerjapkan mata. Sama halnya seperti Eiireen, Aarav kehilangan banyak tenaga pada pertarungan tersebut. Kedua kakinya seakan kehilangan energi untuk dapat berdiri. Detik berikutnya, Aarav terjatuh dengan lutut menyentuh tanah terlebih dahulu.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aarav sembari menekan kepala, kemudian terjatuh karena kehilangan banyak tenaga.
Pandangan mata Aarav semakin kabur, kegelapan mulai menyelimuti. Aarav memiringkan kepalanya dengan tenaga yang tersisa, menatap Eiireen yang sudah terkulai lemas tidak berdaya.
Secara samar, Aarav melihat seseorang berlari menuju arahnya dari kejauhan. Butiran bening pada ujung mata yang terlihat mengkilap terkena sinar matahari, terjatuh dari wajah orang tersebut.