"Bukankah itu ..." Bola mata Eiireen terbelalak, terpaku menatap cahaya yang keluar dari dada Aarav. "Darimana dia mendapatkan kekuatan yang sudah lama lenyap tersebut." Senyuman tidak henti-hentinya dikeluarkan Eiireen.
Sementara itu, Aarav masih memejamkan mata tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Berkonsentrasi secara penuh untuk menemukan cara agar dapat mengalahkan Eiireen.
Rambut Aarav tertarik oleh angin yang berhembus, sudah seperti jemuran yang berkibar. Mulut kecil Aarav terus bergerak bagaikan mengucap mantra, sedangkan cahaya yang bersinar dari tubuhnya semakin terang.
Seluruh luka dan lebam yang sebelumnya memenuhi tubuh Aarav, perlahan menghilang. Perasaan hangat mulai terpancar memenuhi sekujur tubuh, membuat Aarav semakin rileks.
"Sepertinya hanya ini satu-satunya cara. Baiklah, aku akan melakukannya dengan cepat." Aarav membuka mata yang sudah lama memejam. Cahaya yang sebelumnya bersinar, menghilang ketika Aarav membuka mata. Secepat kilat, tubuh Aarav menghilang dari pandangan mata Eiireen.
Melihat Aarav yang menghilang dari pandangan mata, membuat Eiireen sedikit gelisah. Bola matanya terus berpendar, mencari keberadaan Aarav yang entah ada di mana. Erina yang berperan sebagai penonton, hanya dapat memandang pertarungan tersebut dengan tatapan mata kagum.
"Apa yang sudah terjadi? Kenapa gerakan Aarav tiba-tiba saja begitu cepat." Erina menutup mulut, bola matanya mencari ke mana Aarav pergi. Keadaan tersebut membuat Erina hampir lupa untuk bernapas, karena terlalu tegang dengan pertarungan.
Belum sempat Eiireen menemukan keberadaan Aarav, orang yang dicari sudah muncul di depan mata. Hanya dalam jarak beberapa langkah saja, Aarav terlihat memegang pedang kayu dengan mantap. Tatapan mata kosong terarah pada Eiireen.
Tekanan yang dikeluarkan Aarav begitu mencekam, membuat Eiireen tersenyum tanpa alasan. "Kekuatan yang luar biasa. Aku bahkan tidak mengira jika dia masih berumur tujuh tahun," batin Eiireen sembari mengangkat pedang hingga ke depan mata.
Serangan Aarav yang dipenuhi dengan tekanan terarah langsung pada Eiireen. Kali ini, gerakan yang dilakukan Aarav dapat dibaca dengan jelas oleh mata Eiireen. Serangan satu arah dari kanan, mengarah pada bagian lengan.
Seringai penuh kemenangan terlihat pada wajah Eiireen. Dengan gerakan mantap, dia mengayunkan pedang kayu ke samping. Berusaha menangkis serangan yang akan dilakukan Aarav.
Namun, gerakan yang dia lakukan ternyata salah besar. Aarav berniat menyerang kepala Eiireen yang saat ini terbuka celah cukup lebar. Tanpa membuang waktu, Aarav mengubah arah gerakan pedang kayu.
"Sialan!" umpat Eiireen ketika menyadari tipuan yang dilakukan Aarav. "Dia sengaja menipuku dengan serangan pertama. Dengan begitu, pertahanan yang kumiliki melemah dalam beberapa detik. Kecerdikan yang luar biasa."
Aarav mengalirkan kekuatan pada telapak kaki, kemudian melompat begitu tinggi melewati tubuh Eiireen. Dia sudah mengetahui jika hanya dengan gerakan biasa, tidak akan bisa mengalahkan Eiireen. Latihan tanding dengan Neer telah mengasah kemampuan Aarav hingga saat ini.
Ketika berada di udara, tepat di atas kepala Eiireen. Aarav berusaha mengayunkan pedang mengarah pada kepala Eiireen. Dalam gerakan lambat, pedang kayu milik Aarav telah mengarah secara langsung menuju leher Eiireen.
Bola mata Eiireen berputar begitu cepat, mengarah pada Aarav yang saat ini ada di atas kepala. Tarikan napas panjang dilakukan, kemudian diembuskan secara perlahan melalui mulut yang tertutup. Tekanan dingin yang ada di dalam mulut, membuat udara yang keluar berubah menjadi asap tipis.
"Kau memang hebat untuk ukuran anak kecil. Namun, untuk dapat mengalahkanku membutuhkannya waktu seribu tahun untukmu bisa melakukannya." Eiireen mengubah arah serangan pedangnya.
Pedang kayu yang sebelumnya diayunkan ke samping, begitu cepat berubah menyerang Aarav yang ada di atas kepala. Bagaikan cahaya yang berbelok, serangan yang dilakukan Eiireen tidak dapat diperkirakan Aarav.
Satu detik sebelum pedang kayu Aarav mengenai leher Eiireen, sebuah benturan menghadang laju serangan Aarav. Suara benturan kencang terdengar memekakkan telinga, membuat serangan Aarav terpental begitu saja.
Tubuh Aarav terjatuh beberapa langkah di belakang Eiireen. Ketika kakinya menyentuh tanah, tubuhnya terdorong bebarapa langkah ke belakang. Tangan Aarav dihantamkan pada tanah di depan, berusaha agar laju tubuhnya melambat walau hanya sebentar.
Namun, gerakan tersebut percuma saja dilakukan. Hingga akhirnya, Aarav menggunakan pedang kayu yang ada pada tangan yang lain. Pada saat tubuhnya berhasil berhenti, Aarav baru menyadari sesuatu yang mengejutkan telah terjadi pada dirinya.
"Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?" tanya Aarav dengan wajah tertekuk, menatap pedang kayu yang saat ini tinggal setengah utuh.
Asap tipis masih mengepul dari tanah yang diinjak Aarav. Bola matanya berganti menatap lurus ke depan, tepat di tengah area pertarungan. Eiireen berdiri dengan penuh kemenangan sembari mengangkat pedang kayu ke depan.
"Apa yang kau pikirkan sekarang?" tanya Eiireen sedikit kencang, karena jarak mereka berdua ya g cukup jauh. "Inilah perbedaan kemampuan kita berdua. Kuharap kau bisa berlatih lebih keras lagi, agar dapat mengalahkanku nantinya." Keringat dingin mengucur dari wajah Eiireen.
Aarav bangkit dari duduknya. Dia terlihat menatap pedang kayu yang sudah tinggal setengah, sebelum akhirnya mendongakkan kepala untuk menatap langit. Terpaan angin dingin menerpa wajah penuh keringat, membuat rambut Aarav bergoyang cepat.
Erina yang sejak tadi melihat pertarungan Aarav dan Eiireen, segera berlari menghampiri Aarav yang terlihat murung. Kekalahan yang dialami Aarav sudah sering dilihat oleh Erina selama ini.
Di dalam desa, tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkan Eiireen dengan mudah. Walaupun mereka menyerangnya secara bersamaan dengan sepuluh orang terkuat, tetap tidak akan dapat mengalahkan Eiireen.
"Kau hebat Aarav," kata Erina menghibur Aarav yang terlihat frustrasi. "Ayah memang orang yang paling kuat di desa ini. Selama ini, belum ada yang pernah berhasil mengalahkan dirinya."
" ... " Hening, Aarav hanya menundukkan kepala. Helaan napas silih berganti terdengar keluar dari mulutnya, menandakan rasa frustrasi yang sangat besar.
Eiireen yang masih kelelahan dengan pertarungan bersama Aarav, berjalan menuju kedua anak tersebut. "Kau cukup kuat juga. Baru kali ini aku dipaksa untuk mengerahkan kekuatan lebih besar dari biasanya." Eiireen mengangkat tangan ke arah Aarav, berhenti datu jengkal di atas kepala Aarav.
Detik berikutnya, Eiireen menurunkan telapak tangan hingga menyentuh ujung rambut Aarav. Mengacak rambut yang memang sudah berantakan sambil tersenyum lebar.
Bukan merasa frustrasi dengan kekalahan yang dia alami. Aarav hanya teringat dengan kenangannya bersama dengan Neer ketika beradu pedang.
Merasa tidak diperhatikan, Eiireen mengangkat kepala Aarav hingga bola mata mereka saling bertatapan. "Aarav, ingat ini baik-baik. Apa kau hanya akan berdiam diri dengan kesedihanmu itu? Jangan merengek seperti anak kecil dan lakukan apa yang bisa kau lakukan."
Mendengar ucapan yang dikeluarkan Eiireen, bola mata Aarav seakan terbakar oleh api semangat. Dia kembali mengingat tentang ucapan Neer yang sama persis dengan apa yang dia dengar saat ini.