"Dengan begini, kemenangan pertama setelah kekalahan ratusan kali," kata Aarav sembari menatap kepulan asap yang ada di depan mata.
Akibat serangan yang dilakukan Aarav, tanah yang digunakan Eiireen berdiri terkena serangan langsung. Pada saat melakukan hal tersebut, Aarav tidak melihat Eiireen melakukan pergerakan. Jadi, sudah dapat dipastikan jika dia berhasil mengenainya secara langsung.
"Mendapatkan serangan kuat secara langsung tanpa dapat bersiap-siap. Dia hanya dapat menerimanya secara langsung. Tentu saja tidak akan lepas begitu saja tanpa luka sedikit pun." Aarav bangkit dari duduk, tersenyum puas, bola matanya terus saja menatap kepulan asap.
"Seharusnya kau tidak lengah hanya karena serangan lemah seperti itu." Terdengar suara dari sakan kepulan asap. Detik berikutnya, sebuah tekanan udara berbentuk bilah pedang membelah kepulan asap.
Tidak sampai di situ saja. Tekanan udara tersebut mengarah ke tempat Aarav berdiri saat ini. Sinar matahari yang menerpa, membuat tekanan udara tersebut terlihat bagaikan besi yang bersinar terang.
Aarav yang kehilangan banyak tenaga, tidak dapat bergerak sedikit pun dari tempatnya. Setiap kali mencoba menggerakkan anggota tubuh, rasa sakit yang dia terima begitu besar hingga membuatnya meringis kesakitan.
"Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini," batin Aarav dengan bola mata terbelalak sempurna, sudah seperti biji salah yang tergeletak. "Sialan. Aku tidak bisa bergerak," umpatnya dalam hati.
Walaupun sudah mengirimkan rangsangan pada anggota tubuhnya, Aarav tidak dapat merasakan rangsangan tersebut bekerja dengan maksimal. Sekeras apapun dia mencoba untuk bergerak, tubuhnya tidak dapat bekerja dengan semestinya.
Tekanan udara yang berasal dari tempat Eiireen, terus mengarah dengan buas ke arah Aarav. Satu detik sebelum serangan tersebut mengenai tubuh Aarav, udara yang membentuk tekanan udara seakan menghilang. Terpaan angin dingin yang menusuk kulit, dirasakan tubuh Aarav.
"Apa yang terjadi?" Bola mata Aarav terbelalak sempurna, seolah ingin keluar dari tempatnya. "Apa serangan tadi gagal dilancarkan? Tapi itu tidak mungkin terjadi," lanjutnya masih dengan wajah terkejut.
Meskipun begitu, tubuh Aarav masih belum dapat bergerak dengan semestinya. Kekuatan yang ada di dalam tubuhnya sudah terbuang banyak, hingga membuatnya tidak dapat bergerak. Detik berikutnya, kaki yang sejak tadi digunakan untuk menopang tubuh. Akhirnya roboh bagaikan pohon kering yang dipotong pangkalnya.
"Sepertinya kau kalah lagi dalam pertarungan kali ini." Terdengar suara tawa Eiireen yang menggelegar di udara.
Meskipun merasa kesal atas apa yang terjadi, Aarav tidak mampu melakukan apapun. Kekuatan Eiireen memang berada jauh di atasnya. Bahkan sampai detik ini, Aarav belum dapat mengungguli Eiireen dalam hal tersebut.
Secara perlahan, Eiireen berjalan menuju tempat Aarav terduduk. Wajah Aarav terlihat putus asa dengan apa yang akan segera terjadi. Pedang kayu semakin erat digenggam, ujungnya menyentuh tanah. Menciptakan garis lurus mengikuti gerakan Eiireen.
Eiireen berhenti di depan tubuh Aarav yang terduduk sempurna. Tatapan matanya mengarah begitu tajam, seringai mengerikan diberikan. Beberapa saat kemudian, Eiireen mengangkat tangan yang memegang pedang kayu.
"Apa kau masih belum menyerah juga?" tanya Eiireen ketika tangannya telah sempurna berada di atas kepala. "Jika tidak melakukan hal tersebut, kau akan mengalami luka yang lebih serius dari ini."
Aarav menggigit ujung bibir hingga berdarah. Cairan merah pekat mengucur keluar dari ujung bibir, mengalir perlahan menuju dagu. Tak henti-hentinya Aarav menelan ludah, memutar otak sedemikian rupa.
Erina yang menjadi juri dalam pertandingan tersebut, belum mengatakan agar pertandingan selesai. Dengan begitu, pertarungan masih terjadi di antara mereka berdua.
"Semangat tidak mudah menyerah dengan bodoh itu hanya berbeda tipis. Akan tetapi, apa yang kau lakukan saat ini lebih ke arah bodoh. Apa kau sudah mengerti maksudku?"
Melihat Eiireen yang sudah serius ingin menyerang, Aarav tidak mengatakan kata menyerah sama sekali. Justru sebaliknya, tatapan mata yang diperlihatkan dipenuhi dengan semangat membara. Seakan ingin membakar musuh yang ada di hadapan mata.
"Sepertinya kau belum mengerti." Eiireen tersenyum tipis. "Baiklah. Aku akan memperlihatkannya kepadamu sekali lagi."
Sebelum mengayunkan pedang kayu, Eiireen mengingat kejadian sebelum pertandingan dimulai. Sebelum Aarav memintanya bertarung, dia telah bertemu dengan Erina terlebih dahulu.
"Erina, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu saat ini." Eiireen memicingkan mata, menatap Erina dengan wajah serius. "Ketika Aarav memintamu menjadi juri pertarungan kita, aku memintamu untuk tidak menghentikan pertarungan sebelum aku memintanya," lanjutnya.
Mendengar permintaan Eiireen, Erina tidak serta merta menyetujuinya. "Apa yang Ayah bicarakan? Bukankah hal itu sangat berbahaya untuk Aarav?"
Tidak menghiraukan apa yang dikatakan Erina, Eiireen berbalik dan pergi meninggalkan Erina sendirian di sana. Beberapa langkah di depan, Eiireen menghentikan langkah kakinya. Kemudian menghela napas panjang tanpa memandang wajah Erina yang ada di belakang.
"Semua ini demi kebaikan Aarav. Jika aku tidak melakukan semua ini, kekuatan yang tersimpan di dalam tubuhnya tidak akan pernah bisa dikendalikan." Setelah mengatakan hal tersebut, Eiireen kembali melanjutkan gerakannya.
Kembali pada pertarungan Aarav dan Eiireen. Erina terus memandang mereka berdua dengan tatapan mata penuh khawatir. Meskipun Aarav sudah terlihat tidak mampu melanjutkan pertarungan, Eiireen tidak sedikit pun mengendurkan pertahanan.
Seakan berniat membunuh Aarav saat ini juga. Eiireen menyerang dengan niat membunuh yang begitu luar biasa.
"Sebaiknya kau menemukan cara untuk bertahan dari seranganku kali ini." Eiireen menatap wajah Aarav yang saat ini sedang menggigit ujung bibir.
Sementara itu, Erina menangkupkan kedua tangan di depan dada. Detak jantungnya kian menderu kencang, berharap jika Eiireen tidak serius dalam menyerang.
Namun, pemikiran Erina dipatahkan ketika bola matanya melihat tangan Eiireen yang mengayun kencang. Tekanan udara yang dihasilkan ayunan tersebut, membetuk sebuah bilah pedang tajam yang mengarah pada Aarav.
Udara dingin menusuk kulit semakin mendekat. Aarav hanya bisa mengatupkan rahang sembari berharap pada keajaiban.
"Inilah akhir dari hidupku." Ketika Aarav menutup mata krtakutan, sebuah cahaya di tengah kegelapan membuat Aarav sadar akan sesuatu.
Cahaya kuning bercampur merah darah, menusuk mata Aarav. Cahaya tersebut perlahan mendekat, kemudian membentuk sebuah busur yang sangar dikenal Aarav sebelumnya.
"Bukankah itu ..." Aarav menjulurkan tangan ke depan, berusaha mengambil cahaya berbentuk busur di sana.
Ketika ujung jari Aarav menyentuh bagian busur, tekanan udara yang begitu kencang mendorong seluruh benda yang ada di sekitar. Cahaya yang dipancarkan juga semakin terang, membuat bola mata Aarav tidak dapat memandang dengan baik.
Bilah udara berbentuk pedang yang sebelumnya diciptakan Eiireen, terhempas ketika terkena udara yang keluar dari tubuh Aarav.
"Akhirnya," batin Eiireen sembari tersenyum penuh makna. "Kekuatan yang tersembunyi jauh di dalam tubuhmu, akhirnya bangkit saat ini. Kau akan menjadi kunci utama kebebasan umat manusia dari mereka semua."
Sebenarnya, apa yang sedang dipikirkan oleh Eiireen. Maksud apa yang tersebut di balik segala pikirannya.