Happy Reading...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
°▪️°▪️°▪️°▪️°▪️°
Melihat Damian yang sudah berjalan keluar dari kamarnya. Leanne dengan perlahan membuka jaketnya, berjalan ke arah keranjang baju kotornya menyimpannya di sana. Tidak mendengarkan apa yang di katakan Damian barusan, yang mengatakan dia harus diam.
Rasa lelah dan badan yang terasa lengket membuatnya ingin membersihkan diri, namun sebelum niatnya terlaksana. Pintu kamar sudah terbuka di mana Damian membawa perlengkapan untuk luka di kakinya.
"Kamu mau kemana? Kamu mengabaikan perkataanku untuk duduk diam saja." Tanya Damian sambil menyimpan bawaannya.
"Badanku terasa lengket dan aku ingin mandi, Regan." Jawab Leanne santai.
"Jam segini kamu akan mandi?! Apa yang kamu pikirkan?!" Tanya Damian dengan raut marahnya.
"Ya, aku tidak tahan ingin segera mandi Regan! " Jawab Leanne yang ikut marah juga, dan ia hendak masuk ke kamar mandi.
"Aaaaa!!! Regan!!" Teriak Leanne karena Damian dengan seenaknya mengangkat dan membawanya duduk di bersandar di atas ranjang.
"Sekarang aku obati dulu kakimu, dan setelah itu kamu boleh mandi." Ucap Damian menatap Leanne yang tidak ingin di bantah. Mau tidak mau Leanne akhirnya pasrah saja.
Leanne yang duduk bersandar dengan sebelah kakinya yang berada di pangkuan Damian yang duduk di sisi ranjangnya. Dan satu kakinya lagi di biarkan menggantung, sehingga gaunnya yang memang bermodel berbelah, dan posisi ia duduk seperti itu sehingga demikian membuat kaki dan paha mulus Leanne terpampang jelas. Dengan pelan dan hati-hati Damian membuka lilitan kain di kaki Leanne yang terluka.
"Sepertinya lukamu harus mendapatkan jahitan, Leanne." Ucap Damian saat melihat luka Leanne yang sedikit besar seperti bukan terkena serpihan gelas.
"Tidak Regan, cukup kamu beri alkohol dan tutup kembali dengan kain kasa. Jahitan hanya akan meninggalkan bekas luka yang sulit di hilangkan Regan." Ucap Leanne.
"Tapi ini harus di jahit Leanne. Sebaiknya kita ke rumah sakit, jika meninggalkan bekas luka aku akan mencarikan dokter kulit terbaik yang akan bisa menghilangkan bekas lukamu.
Sehingga tubuhmu tetap halus dan mulus tanpa ada bekas sedikit pun, jika memang itu yang kamu khawatirkan. Sekarang kita ke rumah sakit!!" Ucap Damian dan ia hendak mengangkat tubuh Leanne. Namun perkataan Leanne membuatnya berhenti.
"Jika kamu tidak mau membantu mengobati lukaku lebih baik kamu keluar saja." Ucap Leanne tanpa mau melihat wajah Damian.
Dengan menghela napas kerasnya, Damian akhirnya mengalah. Ia mulai membersihkan, mensterilkan luka di kaki Leanne dengan air hangat yang ia bawa tadi.
"Tahan sebentar jika terasa perih." Ucap Damian mengelap kaki Leanne yang terdapat bercak darah. Meski darahnya sudah tidak keluar, tapi tetap saja jika luka Leanne harus di jahit.
"Hm." Gumam Leanne yang masih tidak mau menatap Damian.
"Kamu keras kepala Leanne." Ucap Damian sambil menatap Leanne, begitupun sebaliknya Leanne yang kini menatap Damian.
"Aku hanya mengeluarkan keinginanku saja Regan." Ucap Leanne.
"Keinginan yang dapat membuatku khawatir." Gumam Damian dengan ia sudah kembali fokus pada luka Leanne.
Meski gumaman Damian pelan, akan tetapi dapat terdengar oleh Leanne. Dan itu membuat Leanne tidak nyaman.
"Jam berapa kamu pulang dari kantor?" Tanya Leanne mengalihkan pembicaraan. Apalagi suasana yang terasa tegang membuatnya tidak nyaman.
"Tadi jam 11 malam." Jawab Damian.
"Apa masalah di kantormu belum terselesaikan?" Tanya Leanne penasaran.
"Hm. Pelaku pengkhianat di kantorku belum bisa aku tangkap." Ucap Damian.
"Kenapa? Apa kamu belum menemukannya? Kenapa tidak lapor ke pihak berwajib saja, bisa di pastikan pelaku tertangkap cepat." Ucap Leanne.
"Aku sudah mencurigai pelakunya, hanya saja bukti yang sudah ada kurang kuat, karena selama dia bekerja di perusahaanku riwayat datanya baik selama bekerja." Ucap Damian.
"Aku berpikir dia di bantu dan mempunyai orang di belakangnya." Lanjutnya.
"Hm, aku mengerti." Gumam Leanne.
"Apa kamu minum alkohol?" Tanya Damian karena sejak tadi ia mencium tubuh Leanne yang beraroma alkohol.
"Ya, tidak mungkinkan jika di pesta tidak meminum alkohol." Ucap Leanne dengan santainya ia mendekatkan diri pada Damian sehingga mereka cukup dekat.
Gaun yang Leanne pakai terbilang sexy Damian dapat melihat belahan dada Leanne dan itu membuat tubuhnya panas seketika meski AC menyala.
"Apa masih lama?" Pertanyaan Leanne menyadarkan Damian dan ia segera menutup luka Leanne setelah sebelumnya di obati.
"Kamu harus lebih hati-hati Leanne." Nasihat Damian yang mendapatkan gumaman Leanne.
"Oh iya, bukankah tadi siang ada yang ingin kamu bicarakan kepadaku Regan?" Tanya Leanne teringat Damian yang belum sempat apa yang akan di katakan kepadanya.
Mendengar perkataan Leanne membuat Damian terdiam, ada keraguan untuk mengutarakan niatnya. Namun kapan lagi ia bisa memiliki waktu seperti ini dengan Leanne, sedangkan ia beberapa hari ini akan di sibukkan dengan masalah di kantornya. Dengan perlahan ia menarik serta melepas perlahan napasnya. Ia harus mengutarakan niatnya dan menerima apapun resiko nanti dari jawaban Leanne.
"Mungkin ini terdengar tidak masuk akal bagimu, " Ucap Damian menatap Leanne.
"Tapi aku ingin membuat pernikahan kita nyata." Lanjutnya.
"Maksudmu?" Tanya Leanne heran hingga keningnya mengkerut melihat itu Damian mengusap kening Leanne lembut.
"Aku ingin pernikahan kita sungguhan tanpa adanya sandiwara apalagi memiliki waktu satu tahun. Aku ingin pernikahan kita untuk selamanya. Satu kali seumur hidup."
Mendengar perkataan Damian, Leanne terdiam ia bingung apa yang harus ia katakan. Apa yang Damian pikirkan sehingga ia bisa berkata seperti itu. Sedangkan ia tahu Damian memiliki kekasih, dan baru tadi siang ia melihat dengan mata kepalanya sendiri mereka saling berciuman mesra. Dia tidak habis pikir dengan perkataan Damian barusan.
"Are you crazy, Regan? " Pertanyaan Leanne yang terbilang sarkasme membuat Damian terdiam. Ia mengerti jika Leanne menganggapnya gila.
"Apa kamu tahu dengan apa yang kamu katakan barusan? Ah! Apa orangtua kita berada di sini sehingga kamu kita akan bersandiwara, lagi?" Tanya Leanne yang mungkin saja orangtua Damian berkunjung ke sini tanpa ia tahu.
Mendengar perkataan Leanne membuat Damian menatapnya tajam.
"Aku serius Leanne!" Ucap Damian tajam, dan Leanne dapat melihat di sana hanya ada keseriusan pada mata serta ekspresi Damian. Membuat Leanne sadar jika Damian benar-benar serius dengan perkataannya dan itu membuat Leanne terdiam membisu.
"Mungkin apa yang aku katakan membuatmu berpikir, jika ini hanyalah bualan semata. Akan tetapi, percayalah padaku Leanne, tidak ada sandiwara apapun dan tidak ada juga orangtua di sini.
Apa yang aku katakan padamu benar-benar serius, jika aku ingin pernikahan ini tidak ada kesandiwaraan lagi. Aku ingin pernikahan ini seperti pada umumnya, membina rumah tangga selayaknya suami istri." Ujar Damian yang perlahan menggenggam kedua tangan Leanne.
Leanne terpaku pada tangannya yang di genggam begitu erat namun lembut oleh Damian.
Dengan perlahan Leanne melepaskan genggaman Damian, dan ia mendudukkan dirinya agak memberi jarak dari Damian.
"Jika ini bukan sandiwaramu. Apa ini leluconmu?" Ucap Leanne karena ia masih tidak mempercayai perkataan Damian.
"Bagaimana bisa kamu berkata ingin kita menjalani pernikahan yang sesungguhnya, sedangkan kamu memiliki seorang kekasih? Apa kamu mempermainkanku Damian?!" Lanjutnya yang kali ini wajah Leanne datar dan dingin.
"Dengarkan penjelasanku Leanne. Aku serius yang ingin pernikahan kita untuk sekali seumur hidup. Dan masalah Sarah aku akan me—" Belum selesai Damian berkata, Leanne sudah terlebih dahulu menyelanya.
"Akan?! Kamu ingin pernikahan kita sekali seumur hidup, tetapi kamu baru akan memutuskan hubungan kalian, begitu?" Sela Leanne marah yang tahu kemana arah pembicaraan Damian.
"Iya, Regan?" Lanjutnya saat Damian tidak menjawab perkataannya yang ia simpulkan memang benar begitu.
"Le...." Ucapan Damian terhenti saat telapak tangan Leanne terangkat memberi tanda agar ia tidak berbicara.
"Kenapa tiba-tiba kamu berubah pikiran Damian? Bukankah pernikahan kita yang hanya butuh satu tahun untuk bertahan itu yang kamu inginkan sejak awal? Kenapa sekarang kamu ingin pernikahan ini untuk selamanya." Ucap Leanne yang sudah mulai tenang kembali.
"Apakah kekasihmu ketahuan selingkuh olehmu? Sehingga kamu mencari pelampiasannya kepadaku dengan embel-embel menginginkan pernikahan ini untuk selamanya?" Lanjutnya hanya menebak saja, namun Damian yang mendengar perkataan Leanne barusan tangannya mengepal seperti ada perasaan emosi dalam dirinya, dan itu terlihat jelas oleh Leanne.
"Kamu beristirahatlah, besok kita bicarakan kembali." Ucap Damian lalu ia mulai beranjak dari ranjang Leanne.
"Regan,"
Namun sebelum ia mencapai pintu, suara Leanne menghentikan langkahnya tanpa ia berbalik ke arah Leanne.
"Apa sejak kamu mengatakan pernikahan kita yang hanya sandiwara dan hanya butuh satu tahun untuk bertahan, namun tiba-tiba sekarang kamu malah berubah pikiran ingin pernikahan ini untuk selamanya.
Pernahkah kamu memikirkan perasaanku, Regan? Kamu anggap hatiku apa? Kamu dengan gampangnya berkata seperti itu, seolah-olah hatiku bagimu hanyalah sebuah batu yang tidak memiliki perasaan." Ucap Leanne dengan ia memandang ke arah Jendela.
Suasana hening yang terjadi di antara mereka, hingga suara Damian terdengar.
"Istirahatlah." Ucap Damian menutup pembicaraan gantung di antara mereka lalu setelahnya suara pintu tertutup yang terdengar.
°▪️°▪️°▪️°▪️°▪️°
Next chapter.....
Jangan lupa tinggalkan jejakmu guys, vote, love, follow and coment ya~~
See u later 🙋🏻♀️