Chereads / Perfect Wife (Dangerous) / Chapter 47 - CHAPTER 46 An Unexpected Meeting (NAKARI HOSPITAL)

Chapter 47 - CHAPTER 46 An Unexpected Meeting (NAKARI HOSPITAL)

Happy Reading.....

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

°▪️°▪️°▪️°▪️°▪️°

NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY

Rumah sakit mewah bergengsi dengan kecanggihan alat kedokterannya yang terbukti, serta salah satu rumah sakit terbesar di kota ini.

Di mana ada seorang wanita yang tengah berjalan masuk ke gedung berlantai-lantai itu.

Setelan kaos putih polos yang di balut dengan kemeja abu kotak-kotak, yang di padukan celana denim pendek biru pudar dan juga di lengkapi dengan ankle boot warna hitam. Di mana saat ini gaya berpakaian Leanne seperti itu, tengah berjalan memasuki rumah sakit. Rambut brunette-nya di biarkan tergerai indah

Serta kacamata hitam yang bertengger pada hidung mancungnya. Kedatangannya ke rumah sakit sudah membuatnya menjadi pusat perhatian. Seorang wanita blasteran yang berjalan santai serta cara berpakaiannya yang simple tidak bisa menampik jika parasnya di balik setengah tertutupi kacamata hitam itu sangat cantik. Dan tidak sedikit dari mereka yang bertanya-tanya saat melihat sebuah perban yang melekat pada kaki putih mulusnya.

"Melihat kesempurnaannya membuatku iri sebagai wanita." Ucap seorang suster wanita bername tag Citra pada rekan kerja wanitanya yang bername tag Rebecca.

"Ya, kau benar. Melihat sosoknya yang sempurna seperti itu, pasti sangat mudah baginya menunjuk pria yang ia inginkan." Sahut Rebecca dengan pandangan mereka yang tidak putus dari sosok Leanne yang berjalan menjauh memunggungi mereka.

"Apakah sesempurna itu hingga membuat kalian menghalangi jalan bagi orang lain!" Suara dingin dan berat menyentak kesadaran mereka.

Karena mereka telah menghalangi sebuah troli yang tengah di bawa oleh perawat pria yang akan lewat, sekaligus menghalangi jalan seorang dokter pria yang berparas tampan namun berwajah dingin.

"D–dokter Rai. Maafkan kami, dokter Rai." Ucapan terbata dari salah satu perawat yang bernama Citra. Rebecca dan Citra mereka berdua menyingkir ke samping dan tidak dapat mengangkat wajah mereka setelah tahu siapa yang menegur mereka, yaitu dokter spesialis sekaligus pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja.

"Saya tidak suka dengan pekerja yang banyak bicara menilai hidup orang lain, sedangkan pekerjaannya saja ia lalai!!" Perkataan tegas nan datar menyentak kedua suster wanita itu, bukan tanpa alasan kenapa dokter yang di panggil dokter Rai itu menyinggung mereka berdua, karena kedua suster wanita itu tengah membawa obat serta labu  cairan infusan untuk di berikan pada pasien.

Setelah mengatakan hal itu, dokter Rai pergi melenggang begitu saja meninggalkan kedua perawat itu yang merutuki diri mereka sendiri. Namun sebelum ia berbelok arah, tatapannya sekilas melihat ke arah punggung Leanne yang sudah cukup jauh dari pandangannya.

"Mendengar suaranya yang dingin dan berat namun terdengar sexy malah membuatku basah." Ucap Rebecca pelan menatap dokter Rai yang sudah masuk ke ruangannya.

"Hussh! Kau ini, dokter Rai sudah menikah dan punya anak. Jangan aneh-aneh dengan pemikiran kotormu. Kalau orang lain dengar bagaimana?!" Tegur Citra mendelik tak suka ke arah rekan kerjanya, dan mereka pun segera berjalan ke ruangan yang sempat tertunda.

▪️▪️▪️▪️▪️

Leanne yang tahu jika dirinya menjadi pusat perhatian pun, mengabaikannya. Tujuannya datang ke sini hanyalah untuk melihat keadaan Justin yang memungkinkan harus di bawa ke sini.

Setelah misinya itu yang sepenuhnya tidak gagal, Leanne dan Sultan segera melarikan Justin ke rumah sakit untuk segera menerima pengobatan, karena luka yang Justin terima cukup parah saat melakukan perlawanan semalam. Ketika ia sudah tiba di depan pintu yang bernomor 304 di mana ruangan Justin. Leanne mengetuknya terlebih dahulu sebelum ia membukanya pelan.

"Kakak?" Sapaan Kenny terlebih dahulu menyapa pendengarannya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Leanne pada Kenny yang tengah duduk di sofa yang sudah ada di ruangan.

"Pelurunya tidak sampai mengenai organ vital, Kak. Ya, bisa di bilang meleset, Justin baik-baik saja dan tadi sepuluh menit yang lalu dia sudah sadar dan sekarang kembali tidur. Mungkin efek obat biusnya masih ada." Jelas Kenny.

"Kakak sendiri? Di mana kakak ganteng loreng?" Lanjut Kenny sambil menengok ke arah pintu namun tidak menemukan siapa-siapa selain Leanne yang masuk ke ruangan.

"Yang lain masih di kantor mungkin sebentar lagi mereka ke sini. Kamu sudah makan?" Tanya Leanne dan ia duduk di sebelah ranjang rawat Justin.

"Sudah tadi di kantin. Bagaimana luka di kaki kakak?" Tanya Kenny sambil melihat ke arah kaki Leanne yang di balut perban.

"Tidak apa-apa, hanya luka kecil." Ucap Leanne.

"Tetap saja, kak. Meski kecil luka di tubuh wanita itu sangat tidak di inginkan." Ucap Kenny dengan raut khawatirnya.

"Apalagi akan—" Lanjutnya yang di potong oleh Leanne.

"Kamu tidak lupa 'kan pekerjaan kita itu apa? Sejak awal kita mengetahui resiko apa yang akan kita terima jika kita memilih pekerjaan ini." Sela Leanne. Membuat Kenny hanya bisa diam tidak mampu berkata lagi, karena itu kenyataannya. Mereka yang seorang agen sudah mengetahui dari awal apa resiko yang mereka hadapi jika melakukan pekerjaan berbahaya ini. Bukan hanya luka kecil seperti luka di kaki Leanne maupun Justin, tapi mungkin saja mereka akan mati di tempat saat melakukan misi-misi lainnya. Dan Kenny ia merasa sedikit beruntung ia yang seorang hacker tidak terlalu banyak kerja lapangan, ia hanya menggunakan otak di balik layar. Meski ia bisa menggunakan senjata api, akan tetapi tidak semahir rekan agennya yang lain.

Sebuah ketukkan pintu dari luar dan pintu ruangan terbuka membuat Leanne serta Kenny menatap ke arah sana. Di mana Sultan yang datang dengan seragam kerjanya membuat Kenny yang wajahnya tadi sendu, kini berubah ceria saat melihat kehadiran Sultan.

"Halo, Kak?!" Sapa Kenny ceria yang di angguki Sultan pelan serta senyum ramahnya.

"Kakak loreng lainnya mana, Kak?" Tanya Kenny.

"Mereka masih ada pekerjaan lain yang harus di lakukan " Jawab Sultan.

"Bagaimana dengan keadaan Justin?" Tanya Sultan kepada Leanne.

"Justin sudah baik-baik saja, Kak." Bukan Leanne yang menjawab melainkan Kenny dan itu langsung mendapatkan tatapan tajam dari Leanne seketika membuat Kenny ciut.

"Jika memungkinkan, besok juga Justin sudah pulang, lagian dia tidak akan betah lama-lama di rumah sakit." Ucap Leanne.

"Hm." Gumam Sultan menganggukkan kepalanya.

"Bagaimana dengan korban-korban semalam, Bang?" Tanya Leanne balik kepada Sultan yang sudah duduk di sofa.

"Mereka yang memiliki keluarga di pulangkan ke rumah mereka masing-masing, sedangkan yang sebatang kara atau tidak memiliki keluarga, mereka memilih menjalani hidup seorang diri. Ada yang bertahan di kota ini, ada juga yang pergi ke kota lain." Jelas Sultan.

"Pelaku yang sudah tertangkap?" Tanya lagi Leanne.

"Sudah di interogasi, namun dari mereka mengaku tidak mengenal target utama yang kita cari. Hanya sebatas nama saja yang mereka tahu serta nomer terakhir mereka saling berkomunikasi. Namun saat di cek nomer sudah tidak bisa di hubungi lagi, dan setelah kami lacak lewat nomer itu, ternyata si target menghilangkan jejaknya dengan membuang ponsel tidak jauh dari lokasi penyergapan semalam." Jelas Sultan.

"Dan plat nomer pada mobil-mobil penyerangan itu semuanya palsu." Lanjutnya.

"Ya, tidak mungkin juga si target bodoh dengan harus membawa jejaknya." Ucap Leanne dan tak berselang lama sebuah nada dering ponsel terdengar di mana suara itu berasal dari ponsel Kenny.

"Big boss." Ucap Kenny saat melihat siapa yang meneleponnya sambil menatap ke arah Leanne memberitahukan. 'Big boss'  yang di maksud Kenny  itu adalah panggilan kepada Adam. Kenny yang sudah mengangkat panggilan itu, dan berbicara dengan Adam, tidak lama Kenny menjauhkan ponsel dari telinganya serta memberikan benda persegi panjang itu ke arah Leanne. Leanne menerimanya dan segera di tempelkan persegi panjang itu ke telinganya.

"Ya?" Tanya Leanne datar.

"Jadwalkan harimu untuk datang ke Amerika. " Ucap Adam.

"Ada apa?" Tanya Leanne lagi masih dengan raut datarnya.

"Ada hal penting yang harus kamu tahu, tentang penyelidikan yang kamu minta waktu itu."Jawab Adam.

Mendengar jawaban Adam membuat Leanne terdiam dengan penuh pikiran. Semua itu tidak luput dari pandangan Sultan serta Kenny.

"Oke, akan ku kabari lagi kapan aku kesana." Ucap Leanne dan panggilan pun terputus. Leanne mengembalikan ponselnya pada Kenny.

"Ada apa kak?" Tanya Kenny penasaran begitu pun Sultan.

"Aku di minta kantor pusat untuk pergi ke Amerika. " Jawab Leanne.

"Kapan kamu ke sana, Le?" Tanya Sultan karena ia berpikir jika yang berbicara dengan Leanne tadi adalah atasan di kantor agennya.

"Belum tahu kapan yang pasti dalam waktu dekat ini." Jawab Leanne.

"Sepertinya kelanjutan penyelidikan kita akan di tunda sementara, "Ucap Sultan.

"Kenapa harus di tunda? Bukankah lebih cepat penyelidikan segera di tindak, membuat kasus ini cepat selesai." Ucap Leanne.

"Apa kita harus memaksakan, sedangkan kondisi Justin masih butuh perawatan. Atau lebih baik jika kasus ini akan aku dan anggotaku yang selesaikan." Ucap Sultan.

"Jangan gila, bang! Kamu pikir kasus ini sesederhana itu? Mereka terlalu berbahaya, dan  tidak segan untuk membunuh orang yang menghalangi jalan jahat mereka." Ucap Leanne yang sedikit emosional.

"Kapan rapat akan kembali di adakan?" Tanya Leanne kepada Sultan dengan suara yang sudah mulai normal kembali.

"Besok lusa." Jawab Sultan.

"Kenny, " Panggil Leanne.

"Sementara aku serahkan tugas ini padamu serta Justin untuk mencari keberadaan si target. Carilah dari data orang yang ku kirimkan padamu semalam, karena aku yakin mereka saling terhubung." Ucap Leanne.

"Baik, kak." Ucap Kenny.

"Apa ada seseorang yang kamu curigai yang berhubungan dengan si target?" Tanya Sultan.

"Ya, bang. Dan sepertinya keterlibatan polisi di kasus ini akan di butuhkan." Ucap Leanne.

"Nanti abang akan tahu setelah melihat data yang telah aku kirimkan ke Kenny." Lanjut Leanne setelah melihat raut wajah Sultan yang masih bertanya-tanya.

"Jam berapa abang akan balik dinas?" Ucap Leanne sambil beranjak dari duduknya.

"Kamu akan pergi?" Ucap Sultan yang bertanya balik.

"Ya, aku akan ke tokoku sebentar." Jawab Leanne.

"Kalau begitu abang antar sekalian kita makan siang bersama." Ucap Sultan.

"Terus aku bagaimana? Aku juga 'kan lapar ingin makan." Tanya Kenny.

"Bagaimana dengan Justin yang di tinggal sendiri?" Tanya Sultan.

"Tidak akan apa-apa, kak. Biarkan saja dia menikmati istirahatnya itu. Sekarang bagaimana jika kita langsung pergi makan siang saja?" Tanya Kenny yang bersemangat sampai-sampai tangannya merangkul tangan Sultan membuat si empunya tak enak hati.

"Sepertinya kalian saja yang makan berdua, lagian aku bawa mobil sendiri. Masih ada urusan lain yang menungguku." Ucap Leanne yang langsung mendapatkan tatapan minta tolong dari Sultan karena Kenny yang bergelayut manja di tangannya. Melihat itu Leanne tidak ingin membantu, dan ia merasa terhibur. Leanne pun segera pergi duluan meninggalkan ruangan Justin meninggalkan raut wajah Sultan yang pasrah dengan tingkah Kenny.

▪️▪️▪️▪️▪️

Leanne dengan santainya berjalan ke arah parkiran di mana mobilnya berada, senang sekali melihat wajah Sultan yang tersiksa karena wanita dan wanita itu adalah Kenny. Kenny si gadis yang terlihat polos tapi berotak mesum. Bukan tanpa alasan kenapa Leanne berpikir seperti itu, karena Leanne bukan sekali dua kali memergoki Kenny saat masa liburnya tiba Kenny selalu menonton film anime yang ber genre 18 tahun ke atas. Sering sekali ia memergoki Kenny, dan tanpa dosanya Kenny seringkali mengajak Leanne menonton bersama.

"Aunty?! Aunty?!!

Leanne yang hendak masuk ke dalam mobilnya, terhenti saat ada suara anak kecil yang seolah memanggilnya. Leanne melihat ke arah depan dan ternyata ada seorang anak kecil dan wanita dewasa yang menghampirinya. Di lepaskan kacamata hitamnya dan Leanne tahu siapa yang memanggilnya tadi.

"Aunty!!"

"Naomi." Sapa Leanne balik yang di mana anak kecil itu adalah Naomi gadis kecil yang ia temui di Mall.

"Halo Anne," Sapa Ayumi.

"Hai," Ucap Leanne.

"Sedang apa kamu di sini? Apa ada keluargamu yang sakit?" Tanya Ayumi.

"Iya, keluargaku ada yang sakit. Dan Naomi, sedang apa di sini?" Tanya Leanne sambil merendahkan tubuh sejajar dengan tinggi Naomi.

"Naomi mau antel makan siang untuk papa, aunty." Jawab Naomi lucu dengan khas cadelnya membuat Leanne mencubit pipi tembem Naomi.

"Papa Naomi kerja di sini?" Tanya Leanne lembut.

"Iya. Papa 'kan doktel di sini. Kalo aunty sakit nanti bial papa aja yang peliksa aunty." Ucap Naomi.

"Papa ba—PAPA!!" Ucapan Naomi seketika meninggi membuat Leanne tersentak.

"Naomi." Suara berat namun terdengar halus membuat Leanne berpikir jika itu ayah dari Naomi dan Leanne pun berdiri dari jongkoknya berbalik arah untuk melihat sosok ayah dari Naomi.

DEG!!

Namun tiba-tiba saja Leanne mematung, dan merasakan udara di sekitarnya terasa sesak untuk ia rasakan. Walaupun keterkejutan masih melingkupi Leanne dengan apa yang ia lihat, meski begitu bibir Leanne mencetuskan sebuah nama pada orang di hadapannya.

"Rr–rai....Raigan."

°▪️°▪️°▪️°▪️°▪️°

Next chapter.....

Jangan lupa dukungannya guys!!👇👇👇

See u later 🙋🏻‍♀️