William meninggalkan kamar ibu Amelia yang telah tertidur dan beristirahat dengan tenang. Amelia masuk ke dalam kamar dan melihat ibunya yang sedang tertidur.
"Apakah anda sudah mendapatkan restu dari Ibu Amelia?" tanya Pak Eric kepada William mengenai pembicaraan mereka berdua.
"Saya sudah mendapatkan restu dari ibu Amelia yang menyerahkan putrinya kepadaku daripada nenek Amelia. Tampaknya kita harus membuat calon suami Amelia dari keluarga neneknya untuk mengundurkan diri secara sukarela," perintah dari William memikirkan semua opsi untuk merealisasikan pernikahannya.
"Bos, waktunya sudah semakin mendesak. Kita masih harus ke kedutaan di Jakarta untuk penandatanganan sertifikat pernikahan," Park Hoon mengingatkan kepada atasannya tersebut.
"Amelia, kita harus segera pergi. Waktu kita mendesak untuk pengurusan semua kebutuhan keimigrasianmu. Apabila kamu menolak posisi yang saya tawarkan maka saya mengerti," tanya William kepada calon istrinya.
"Pak, saya bersedia untuk menggurus semuanya dan pergi tetapi hati saya tidak tenang meninggalkan ibu sendirian di rumah sakit ini," jawab Amelia dengan bimbang mengenai persoalan yang melandanya.
"Jangan kuatir Amelia. Indah ternyata salah satu pekerja di bawah naungan dari PT Shina Indonesia di salah satu restoran kami di Bali. Pak William sudah meminta manager personalia untuk memindahkan Indah ke bawah departemen saya.
Tugas Indah adalah menemani dan menjaga Ibumu di rumah sakit dan menjadi asisten saya. Jadi jangan kuatir mengenai keadaan dari ibumu," Pak Eric menjelaskan kepada Amelia dengan bimbang.
"Mel, itu berarti kita akan bekerja bersama di bawah naungan Pak Eric. Ah, bahagianya hatiku," Indah yang bergembira mendengarkan kabar gembira mengenai promosinya dari seorang pelayan restoran menjadi asisten dari direktur rumah tangga dari Pak William.
"Salah. Kedudukanku akan lebih tinggi darimu. Aku adalah asisten spesial dari Pak William," Amelia mengingatkan sahabatnya mengenai promosinya.
"Baiklah. Sudah sana segera urus semua surat-surat pentingmu. Aku akan menjaga ibukmu dengan baik," perintah dari Indah sambil mendorong Amelia menuju ke arah Pak William.
Amelia tersenyum dengan sahabatnya tersebut dan berjalan ke arah atasannya. Mereka masuk ke mobil dan menuju ke kantor imigrasi di area dekat Bandara udara.
Pak Eric menggunakan koneksi perusahaan Shina untuk mendapatkan dispensasi karena kondisi yang cukup mendesak.
Amelia melakukan pas foto dan tanda tangan untuk keperluan paspornya dan mendapatkan buku paspornya.
Tidak lama kemudian, mereka menuju ke area keberangkatan di Bandara Udara ngurah rai. Mereka memasuki area airport dan menuju ke akses VIP.
"Pak, kenapa kita tidak masuk ke area yang sama dengan yang lainnya. Kita melalui area keberangkatan jalur khusus," tanya Amelia kepada Pak Eric yang mengikuti mereka sebagai saksi dari pihak perempuan.
"Karena kita pake pesawat pribadi dari Pak William dan tidak ada penumpang lainnya yang akan terbang bersama kita," Pak Eric menjelaskan yang membuat Amelia terbelalak kaget.
"Seberapa kaya Pak William sampai mempunyai pesawat terbang sendiri?" bisik Amelia masih tidak percaya mendengar penjelasan dari Pak Eric.
"Dia termasuk orang terkaya di dunia nomer dua. Jadi kekayaannya tidak bisa di ukur oleh uang," jawab Pak Eric yang mengikuti William dan Park Hoon memasuki pesawat airbus 320 yang dimiliki oleh William.
Amelia berhenti di area pintu masuk ke pesawat. Di area dekat pintu masuk, bediri seorang pramugari cantik yang menatap tajam ke arah Amelia.
"mel, kenapa kamu? Ayo masuk ke dalam pesawat," tanya Pak Eric kepada Amelia yang tidak berani melangkah ke dalam pesawat.
"Pak saya takut. Ini pertama kalinya saya naik kedalam pesawat udara," jawab Amelia sambil sedikit ingin menangis.