"Saya tidak membawa semua itu. Tetapi saya tidak mempunyai paspor pak," jawab Amelia dengan semangat.
"Bawa semua identitas yang kamu punya besok pagi. Erik segera ke kantor saya," panggil William kepada manager rumahnya.
"Apa yang bisa saya lakukan pak?" tanya pak eric yang tergesa-gesa ke dalam ruang kerja dari William.
"tolong bikin kan Amelia paspor untuk perjalanan kami ke seoul dalam tiga minggu. Kerja sama dengan orang HRD di Jakarta untuk mempercepat prosesnya karena dia harus apply untuk visa," perintah William tanpa henti.
"Baik, Pak. Ada apalagi yang harus saya lakukan?" tanya Pak Eric dengan sopan.
"Amel, tinggalkan kamu berdua. Ada sesuatu yang harus saya bicarakan dengan Eric," pinta William dengan sopan.
Amelia mengangguk dengan sopan dan meninggalkan ruang kerja William dan menutup pintu ruangan dengan pelan.
Di Lorong depan ruangan kerja William, Amelia segera mengerakkan tubuhnya untuk meluapkan kebahagiaannya.
Tanpa di sadarinya, Amelia menarik perhatian beberapa teman sekerjanya. Di saat itulah Amelia segera menundukkan kepalanya dan berjalan mengawasi beberapa staf yang bekerja harian.
"Erik, kamu harus cari cara untuk mengambil rumah bapak Amelia dari neneknya. Anggap saja, saya mau membeli rumah tersebut dan yang terpenting, Amelia tidak perlu tahu tentang masalah ini," William yang memerintahkan Erik yang langsung tercengang dengan keputusan dari Eric.
"Bapak serius? Lalu mengenai iklan asisten tersebut tadi pagi, ternyata ada beberapa kandidat yang telah melamar untuk posisi tersebut," Pak Eric melaporkan atas semua berita yang datang dari HRD di Jakarta.
"Iya. Bilang ke HRD bahwa saya sudah menemukan asisten pribadi untuk saya. Posisinya akan lebih tinggi dari hanya sebagai asisten pribadi," William menjelaskan kepada lelaki yang banyak membantunya selama di Indonesia.
"Pak, jangan bilang bapak akan menjadikan Amelia sebagai istri bapak? Apakah dia bersedia?" Eric yang mengetahui mengenai perintah dari orang tua majikannya tersebut tadi pagi.
"Sudah dan dia sangat menerimanya. Lagi pula posisinya sebagai istri seorang konglomerat seperti saya tidak akan merugikannya," jawab William dengan entengnya.
"Pak, saya seperti tidak rela memberikan Amelia menjadi korban istri pura-pura untuk rencana bapak," protes Pak Eric.
"Dia tidak menjadi istri pura-pura saya. Amelia akan menikah secara resmi dengan saya," jawab William membela dirinya.
"Tetapi dia kan tidak tahu pak. Di dalam pikirannya, Amelia itu bekerja sebagai asisten pribadi anda," pak Eric masih berusaha merubah pikiran dari atasannya.
"Kenapa kok kamu yang binggung masalah pernikahan saya dan Amelia? Saya tidka keberatan melepas masa lajang saya dan Amelia pun bersedia tinggal dengan saya dan mengurus semua keperluan pribadi saya," jawab William dengan tersenyum melihat Eric yang sedikit keberatan dengan keputusan mereka.
"Amelia adalah anak dari sahabat saya. Bapaknya mempercayakan saya untuk menjaga Amelia. Jadi saya tentu saja keberatan melihat Amelia terjebak ke pernikahan semu dan palsu seperti rencana bapak," Pak Eric menjelaskan kepada William tentang tugasnya.
"Apa yang bisa aku lakukan untuk bisa mendapatkan restu anda untuk menikahi Amelia?" Tanya William dengan serius kepada pria paruh baya di depannya.
"minta restu dari ibu Amelia untuk mendoakan pernikahan kalian berdua," pinta Eric kepada atasannya.
Ibu Amelia berhak mendapatkan penjelasan untuk pernikahan putrinya dan tidak merasa tertinggalkan atas semua itu.
"Baiklah. Saya akan mengatur semua itu selama surat kontrak dan surat nikah kami telah di urus. Saya akan pergi dan membuat pernikahan bagi Amelia," jawab William untuk meyakinkan eric untuk merelakan Amelia untuk menjadi pasangannya.
"Baiklah, saya akan segera menyelesaikan masalah rumah bapak Amelia," jawab Eric sebelum keluar dari rumahnya.
Willy pada saat bersamaan menerima telepon di handphonenya. Dia menekan tombol hijau untuk menerima panggilan telepon itu.
"Bos, kapan aku bisa menemanimu di pulau Bali? Apakah kamu tidak cukup menghukumku selama tiga tahun bekerja mewakilimu di kantor pusat?" Protes Park Hoon atas perlakuan dari bosnya tersebut.
Park Hoon adalah asisten pribadi merangkap sekertaris dari William. Tetapi Ketika William memutuskan pemulihan dirinya di pulau dewata.
William meninggalkan Park Hoon di kantor pusat untuk menjadi perwakilan dirinya dan penghubung antara dirinya dengan semua pekerjaan di kantor pusat.
"Segera. Ada apa kamu menelponku? Apakah kamu sudah menyelesaikan semua tugas yang kuberikan?" tanya William dengan ketus kepada asistennya.
"Aku membaca email dari pengacara Han mengenai pencabutan posisi dan sahammu di perusahaan Shina apabila kamu tidak bisa membawa calon istrimu ke acara ulang tahun nenek anda. Apa yang akan anda lakukan?" tanya asistennya kepada atasannya dengan nada sedikit panik.
"aku butuh bantuanmu untuk mengurus akta pernikahanku di seoul dan mendaftarkan nama istriku di dalam kartu keluargaku," perintah William kepada asistennya.
"Tunggu sebentar bos. Anda mengatakan bahwa anda akan menikah? Apakah pendengaranku tidak salah?" Park Hoon ingin mengkonfirmasi tentang berita yang di dengar dari atasannya.
"Jangan sampai saya mengulangi perkataan saya sampai dua kali. Kamu bisa menghubungi Eric untuk mendapatkan semua data calon istriku dan jangan sampai orang tuaku mengetahui mengenai pernikahanku," William memperingatkan asistennya yang terkadang tidak bisa menjaga mulutnya.
"Baiklah, Pak. Apalagi yang perlu kulakukan?" tanya asistennya kepada atasannya yang kadang terlalu sensitif dengan semuanya.
"saya ingin sertifikat pernikahan saya keluar besok pagi. Kamu bisa bekerja sama dengan kantor pusat di Jakarta untuk semua birokrasi surat menyurat di Indonesia.
Oh Ya, kamu bisa juga menggunakan semua koneksi politik dari perusahaan Shina untuk pengurusan semua kebutuhan surat nikahku," perintah dari William yang membuat park Hoon sakit kepala.
"Baiklah, Bos. Adakah hal lainnya?" tanya Park Hoon dengan nada menahan marah mendengarkan tugas yang sangat tidak masuk akal dari atasannya tersebut.
Park Hoon merasa menyesal menelepon atasannya tersebut. Kini dia harus menyelesaikan tugas antar negara yang sangat sulit dilakukan.
"Tidak ada. Cepat lakukan tugas ini, waktumu sedikit terbatas," suara dingin dari William selalu membuat bulu kuduk Park Hoon berdiri.
Mereka menutup sambungan telepon antar negara tersebut. Park hoon segera melakukan semua tugasnya dengan sangat efisien.