Chereads / Tears Addict / Chapter 4 - Pria Aneh

Chapter 4 - Pria Aneh

POV Esya

Pagi ini semuanya berantakan, jauh diluar kendaliku. Macet berkepanjangan yang membuatku telat setengah jam masuk ke kantor. Jantungku berdebar kencang. Aku sangat panik. Takut sebelum merasakan dunia kerja, sudah dipecat di hari pertama. Itu akan sangat memalukan. Tapi, jika memang itu yang terjadi, aku harus siap berlapang dada. Terima tak terima, suka tak suka. Karena macet itu kehendak Tuhan. Aku tidak bisa menentang takdir. Itu semua diluar prediksiku. Kalau tidak macet, seharusnya aku sudah datang sejam sebelum jam masuk absen kantor tiba.

"M-maaf pak!" Ucapku membungkukkan badan. Deru napasku masih terasa begitu ngos-ngosan. Tadi, aku berlari karena saking paniknya dengan situasi yang terjadi. 

Aku sudah telat sepuluh menit yang lalu!

Dia tertawa sinis. Terlihat dari sudut mataku, direktur utama melipat kedua tangannya di dada. "Telat. Bagus. Hari pertama sudah kacau!" Makinya. Kudengar helaan napas beratnya. 

Sekarang ini, semua karyawan mempertontonkan diriku. Mereka melingkari 

"Hira! Segera urus wanita sialan ini!" Perintahnya, sepertinya dia murka. Tanpa mempedulikanku, dia melangkah cepat ke ruangannya. 

'Oh Tuhan … memang hidup ini selalu penuh kesialan, ya?'

'Hidupku akan bagaimana sekarang?'

'Aku tahu melamar pekerjaan itu 'kan sangat sulit. Apalagi aku belum punya pengalaman sekali pun.'

Aku menghela napas, menunduk, membungkuk. Tubuhku rasanya lemas. Suasana hatiku mendadak kacau. Tidak seceria pagi tadi.

Lalu tiba-tiba lenganku ditarik oleh seseorang. Langkahnya begitu cepat. Dia membawaku ke arah toilet wanita. Cengkraman tangannya menghempaskan tubuh kecil ini. 

BRAK!!!

Aku mengaduh kesakitan. Kutatap orang yang telah mendorongku. Ternyata seorang wanita cantik yang sepertinya usianya sudah kepala dua, terlihat melipat kedua tangannya di depan dada dengan sorot mata penuh kemarahan.

"Sekarang kamu bersihkan seluruh sisi ruangan toilet ini! Segera! Jam sembilan harus sudah bersih!" Perintahnya, telunjuknya menunjuk-nunjuk plang tulisan penanda toilet khusus wanita.

Aku tidak menjawab. Sebentar lagi seharusnya air mataku akan segera menetes. Aku menatap lemah wanita cantik berlagak sok senior itu. Dandannya cukup menor, kerah bajunya dibuka sampai memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Dan juga rok hitam itu terlihat sangat pendek, berbeda dengan karyawan lainnya.

"Anak baru belagu ya kamu! Lihat saja! Setelah ini kamu pasti dipecat!!!" Sumpah serapah keluar dari bibir tipisnya. Dia berlalu meninggalkanku.

Aku bangkit, menguatkan hatiku, diriku sendiri, kalau ini akan segera berlalu. Instingku membuat tanganku langsung menyeka pipi yang kering kerontang ini. Ternyata aku lupa, aku tidak akan bisa menitikkan air mata, sesuai perkataan mendiang ibu.

Tidak ada pilihan lain, aku harus mengerjakan hukuman itu. Untungnya jangka waktu hukumannya tidak terlalu sadis. Masih dalam batas normal. 

Sekarang sudah jam sembilan kurang delapan menit. Aku segera mencuci tangan, melangkah santai keluar dari toilet yang telah bersih.

"Besok-besok akan terlambat lagi kah?" Saat hendak berbelok, aku dikagetkan dengan pertanyaan direktur utama yang sepertinya telah menantiku. Lagi-lagi dia menatapku. Tatapannya terasa begitu merinding. Terasa seperti mengulik sejuta rahasia di balik bola mata hitamku. Dia seperti menelanjangiku dengan tatapan mautnya.

Aku menggeleng cepat, menunduk. Lalu mendahuluinya. Tapi tanganku dicekal. "Oh ya, aku ingin merasakan sentuhan itu." Ucapnya sangat pelan. Terdengar nada bicaranya berubah drastis. 

Letak toilet yang kupijaki saat ini bukanlah toilet utama gedung besar ini. Tapi lebih tepatnya toilet umum gedung megah ini. Sepertinya kebanyakan orang yang sering menggunakan toilet ini adalah pengunjung. Selain letaknya yang terbelakang jauh dari pintu utama, tempat ini juga sangat jorok. Tapi sekarang berbeda, aku sudah membersihkannya sampai lantai hitam penuh lumpur itu jadi putih bersih seperti baru. Aku mengerjakannya dengan sepenuh hati.

Dia tersenyum ramah, mendekatkan wajahnya padaku. 

Lalu …

Cup!

Dia mengecup bibirku. Lalu berlalu meninggalkanku begitu saja. Dia seperti bos yang semena-mena yang tidak ada tanggung jawab sedikit pun. Ingin sekali memakinya, bahkan kalau boleh, aku ingin menamparnya. 

Aku memilih melanjutkan hari pertamaku bekerja, tugas-tugas baru yang tidak pernah diajarkan waktu semasa SMA dulu. Untungnya beberapa seniorku baik hati, mereka dengan senang hati mengajariku sampai aku sedikit terbiasa, dan akhirnya tugas pertama selesai.

Aku melihat jam, berdiri di depan gerbang kantor, celingak-celinguk mengedarkan pandangan. Aku mencari angkot yang sejurus ke arah rumahku.

TIN!! TIN!!! TIN!!!!

Aku terlonjak kaget, melangkah ke pinggir sisi gerbang. Ternyata aku telah menghalangi mobil mewah berwarna putih. Setelah kuteliti, ternyata mobil cantik itu adalah mobil langka yang diketahui hanya diproduksi tiga unit di dunia. Mobil bermerek  Koenigsegg CCXR Trevita, termasuk kedalam mobil termahal di dunia. Harganya berkisar antara 72-73 miliar. Aku menatapnya lekat-lekat, dan ternyata memang benar. Ciri-cirinya sangat mirip dengan berita yang kubaca tempo hari. Aku memang suka mengoleksi majalah-majalah sport.

dikendarai oleh pak direktur utama. Ah, bahkan aku belum kenal namanya. Ketika mobil itu melewatimu, sontak tubuhku membungkuk sebagai tanda hormat. Karena aku takut melakukan kesalahan lagi. Meskipun sebetulnya aku masih kesal jika mengingat perlakukannya saat di depan toilet khusus wanita.

Terdengar bisik-bisik dari orang-orang kantor yang tengah memperhatikan Pak direktur utama saat mengendarai mobil mewahnya. Rata-rata melambungkan pujian positif untuk pak direktur, dan sisanya sedikit terkesan nyinyir.

Angkot jurusanku sudah ada di depan mata, aku melangkah cepat menaiki mobil kecil tua berwarna merah cerah yang bertuliskan 53 Pulo gadung-Kota.

Sekarang aku sudah sampai rumah. Kurebahkan tubuh kecil ini di atas kasur. Tanpa sadar suasana hatiku mulai sedih lagi. Apalagi mengingat banyak kejadian tidak mengenakkan hari ini. Aku menghela napas, memejamkan mata. Aku berharap dapat mengetuk alam bawah sadarku.

Baru beberapa menit terlena dalam ketenangan yang sunyi, samar-samar aku mendengar suara langkah kaki dan deru napas orang lain.

Akan tetapi, di rumah ini 'kan hanya ada aku seorang. Ayah belum pulang. Dia akan pulang besok sore. Dadaku berdegup kencang, aku mulai ketakutan dalam topeng 'pura-pura tertidurku'. Samar-samar terdengar suara lirih di kamarku. Jadi orang asing itu pasti berada di kamarku. Aku makin panik, tidak berani membuka mata. Walaupun aku sangat penasaran. Sambil berdoa terus-menerus di dalam hati, kalau ini hanya mimpi.

"Ca …," lirih suara itu, cara memanggilnya sama persis seperti almarhumah ibu. Sontak aku mencelikkan mata. Aku terlonjak kaget saat tepat di depan wajahku ada wajah seorang pria tampan yang tidak memakai sehelai benang pun! Seluruh tubuhnya terekspos bebas.

"Ah!" Mataku membelalak menatap orang asing itu.

"Hihihi," dia malah tertawa menatapku. Aku tetap menjauhkan tubuhku darinya. Tapi dia semakin mendekat. Itu membuat bulu kudukku berdiri!

"Stop! Jangan mendekat! Diam disitu!" Perintahku dengan tangan menutup kedua mata, melangkah cepat ke arah lemari pakaian. Tanganku bergerak cepat mencari baju dan celana ukuran paling besar. Seingatku masih ada pakaian baru yang kubeli beberapa hari lalu saat membeli setelan pakaian kerja ini.

'Cowok gila mana yang berani masuk kamarku?!'

'Apalagi dia tidak mengenakan sehelai kain untuk menutup tubuhnya itu!!!'

'Apa ada tetangga baru pindah yang punya kelainan jiwa, hah?!'

'Haaaahhh … Masalah apa lagi ini Tuhan!'

'Aish!'

Aku melempar sembarangan ke arahnya. "Pakai cepat!" Perintahku. Dan setelah menunggu beberapa menit, akhirnya dia mendekat ke arahku lagi. Aku mengintip dari balik sela-sela jariku. Aku menghela napas lega, untung saja dia sudah memakai pakaian yang kuberikan.

Dia memelukku. Tubuhnya terasa begitu nyaman karena hangat. Belum lagi aroma tubuhnya itu sama persis dengan embun air mataku. 

Pikiranku berkelana.

'Toples peninggalan ibu!'