4 tahun kemudian...
Pagi ini, suasana kota Osaka sangat cerah. Seorang wanita berpakaian kasual baru saja keluar dari apartemennya sembari memainkan ponselnya, tanpa disadarinya di depannya ada sebuah tiang listrik tinggi dan tabrakan pun tak terhindarkan.
Wajah wanita itu membentur lumayan keras ke tiang listrik yang terbuat dari semen itu, ia nampak mengaduh kesakitan karenanya.
"Argh! Apa-apaan ini? Sakit sekali."
Semua orang nampak berlari mendekatinya. "Apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang wanita tua.
Wanita itu tersadar karena kini menjadi bahan tontonan, ia pun langsung menunduk meminta maaf.
"Sumimasen, saya baik-baik saja kok," ucapnya tertawa canggung. "Saya terlalu sibuk bermain ponsel jadi kurang berhati-hati."
Semua orang pun memaklumi kecerobohan wanita itu, lalu setelahnya mereka membubarkan diri meninggalkannya sendirian yang bukan hanya menahan sakit di wajahnya, namun juga menahan malu akan kecerobohannya barusan.
"Mary!" Terdengar seseorang baru saja memanggil namanya, ia pun menoleh mendapati teman sejurusan kuliahnya yang juga sahabatnya itu berlari ke arahnya.
"Noe?"
"Hei, apa yang barusan terjadi? Mengapa mereka mengerubungimu? Apa kau baru saja mencopet?" tanya wanita itu beruntung kepada Mary.
Sementara itu, Mary berdecak dan langsung menjitak kepala Noe, wanita itu langsung mengaduh kesakitan.
"Aih, Sakit." Noe terlihat meringis-ringis setelah Mary menjitak kepalanya.
"Makanya kalau berbicara jangan sembarangan!" semprot Mary kesal.
Noe nampak tersenyum geli, lalu merangkul pundak Mary. "Duh, sahabatku ini suka sekali ya marah-marah,"godanya.
Mary mendengus. "Siapa sahabatmu? Aku kan tukang copet!" sindirnya mengulangi tuduhan Noe.
Mendengar itu, Noe lagi-lagi tertawa dengan keras. "Hei, aku hanya bercanda. Kau seperti tidak tahu aku saja," jawab Noe menggelayut manja di lengan Mary.
"Iya, aku tahu. Tapi makin kesini kau semakin menyebalkan sih, Noe," ungkap Mary mengaku.
"Eyy, aku tidak semenyebalkan itu. Aku itu sahabatmu yang paling cantik dan baik, jangan mengada-ngada!" Noe terlihat tidak terima dengan tuduhan yang dilayangkan Mary.
Mary menggelengkan kepalanya. "Kau yang mengada-ngada. Aku punya bukti jika kau orang yang menyebalkan, Noe."
Noe meneguk ludahnya susah payah, namun kemudian ia tertawa. "Hari ini ujian, apakah kau sudah belajar?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Kini Mary tertawa dengan puas, membuat Noe kalang kabut adalah hal yang ia sukai.
"Noe Yamoto, aku bercanda. Kau itu sahabat paling terbaik yang pernah aku miliki."
Noe mempoutkan bibirnya kesal. "Kau sangat jahat, Mary."
"Aku hanya bercanda, lagian kau dulu yang mulai sih."
Wanita itu mengibaskan tangannya ke udara agar Mary tidak melanjutkan percakapan itu. Ia pun mengajak Mary untuk segera berangkat ke Kampus, karena bukan hanya takut jika terlambat, hari ini mereka ada ujian.
Jarak apartemennya dengan kampus tidak terlalu jauh. Mary tiba di kampus dengan ditemani Noe. Karena kebetulan mereka juga sejurusan, jadi mereka beriringan menuju kelas mereka pagi ini.
"Kuharap apa yang aku pelajari malam tadi, keluar semua." Mary mengatakan harapannya secara lantang. Noe nampak mengernyit.
"Memangnya sejak kapan seorang Mary Anderson giat belajar?"
"Hei, ini yang kau sebut sahabat yang baik?"
Noe terkekeh. "Iya, maafkan aku. Tapi aku serius, apakah kau hanya belajar saat ada ujian?"
Mary mengedikkan bahunya. "Sepertinya di dunia ini yang melakukan itu bukan hanya aku," katanya percaya diri.
Noe menggelengkan kepalanya merasa prihatin. "Memang benar, tapi resikonya jika nilaimu jadi jelek bagaimana?"
"Kan ada kau, aku bisa mencontek darimu."
"Tapi Mary--" Mary segera membungkam mulut wanita itu karena tidak berhenti menasehatinya. Daripada lama-lama mereka jadinya bertengkar tidak jelas, Mary segera mengakhiri obrolan itu.
Disaat Mary sibuk mengurus Noe, tanpa ia sadari kelas itu berubah senyap. Noe yang mengetahui apa penyebabnya lebih dulu pun berusaha memberitahu Mary apa yang sedang terjadi.
Namun Mary yang tak kunjung mengerti maksud dari Noe tetap berbalik untuk berbicara dengannya.
"Kau kenapa, Noe?"
Noe memberitahu Mary jika ada dosen di depan kelas, namun Mary masih saja tidak mengerti, hingga akhirnya.
"Mary, sampai kapan kau akan berada di posisi itu?" sela dosen itu. Suaranya terdengar ngebass.
Seketika Mary membeku di tempatnya, ia menatap Noe yang sudah menunduk. Ia pun menoleh bak adegan slowmotion, hingga akhirnya kedua matanya bertemu dengan mata dosen itu.
Mary tersenyum canggung. "Ehehe, selamat pagi Yuta sensei," katanya menyapa dosen itu dengan ramah.
"Ikut ke ruanganku sekarang."
Mata Mary membulat. "Tapi kan
Saya mau ikut uj--"
"Kau ujian sendirian di ruanganku dan akan aku awasi."
1 detik,
2 detik,
3 detik,
Tamatlah riwayatku. Batinnya.
****
"Selamat ulang tahun yang ke-24 tahun, sayang," ucap wanita itu memberikan selamat pada pria di depannya itu.
"Terima kasih, sayang. Aku sama sekali tidak menyangka kau akan membuat kejutan seperti ini," ujar Justin pada Yuri, kekasih yang sudah ia nikahi selama dua bulan itu.
Sementara itu Yuri tersenyum menanggapi ucapan terima kasih dari suaminya. "Sebelum tiup lilin, buatlah permintaan lebih dulu."
"Haruskah aku melakukannya?" tanya Justin ragu.
"Tentu saja kau harus, kau tidak bisa ketinggalan pada bagian itu karena sangat penting," jawab Yuri.
Justin mengangguk, kemudian ia mengepalkan kedua tangannya di depan dada sembari memejamkan kedua matanya untuk mengajukan permintaan.
"Sudah," katanya setelah membuka matanya dan kemudian meniup lilin di kue itu.
"Yey! Sekali lagi selamat ulang tahun, suamiku."
Justin terkekeh. "Sebenarnya kau tidak usah repot-repot melakukan semua ini, Yuri."
Yuri menggelengkan kepalanya. "Ini kan terjadi selama satu kali dalam setahun, kau juga terlalu sibuk mengurus pekerjaanmu, jadi merayakan ini bisa menjadi sebuah keberkatan untukmu."
Justin mengusap puncak kepala Yuri. "Terima kasih."
"Sama-sama," kata Yuri tersenyum. "Oh iya, aku ingin memberikan sesuatu kepadamu."
Mendengar itu, Justin pun mengernyitkan dahinya. "Apa itu?"
"Tunggu sebentar." Yuri pun pergi sebentar untuk mengambil barangnya. Setelahnya, ia menyembunyikannya di belakang tubuh.
"Apa yang sedang kau sembunyikan, hmm?" tanya Justin penasaran.
"Tutup matamu," pinta Yuri.
"Tunggu, itu bukan kecoak, kan?"
Yuri menggelengkan kepalanya dan terkekeh. "Bukan, tutup saja matamu."
"Baiklah." Dan pria itu pun melakukan apa yang Yuri suruh, kemudian wanita itu meraih tangan Justin dan meletakkan sesuatu di tangannya.
"Sekarang, buka matamu."
Justin menuruti lagi titah Yuri dengan membuka matanya lagi, dan seketika ia terkejut mendapati apa yang ada di tangannya sekarang.
"Apa ini?" Justin nampak kebingungan dengan kotak kecil pemberian Yuri itu.
Yuri lagi-lagi hanya tersenyum."Buka saja," katanya.
Dan seketika kedua matanya membulat mengetahui isi kotak itu. "Jangan bilang kau--"
"Iya, aku hamil," ucap Yuri begitu antusias dan tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Wanita itu juga langsung berhambur memeluk Justin dengan erat.
Sementara itu, Justin yang awalnya tersenyum terlihat ikut senang, namun tiba-tiba berubah tak berekspresi ketika Yuri tak melihatnya.