Chereads / Ricketly House / Chapter 10 - Luka Mu Luka Ku

Chapter 10 - Luka Mu Luka Ku

Suasana ruang makan keluarga Lion nampak ceria dengan celotehan Liona dan Bunda.

Kedua wanita itu tengah asik membuat menu makan malam, Liona berkali-kali tertawa saat Bunda menceritakan kejahilan Lion saat kecil.

"Sampe segitunya Bun?" tanya Liona masih dengan tawanya.

"Iya Lio, Bunda aja sampe pusing," balas Bunda.

Lion yang mendengar celotehan keduanya dari ruang tamu ikut tertawa dan menggaruk kepalanya.

Ia tahu saat kecil ia memang nakal, sering mengambil jatah coklat bulanannya diam-diam tanpa sepengetahuan Bunda.

Ayah sesekali ikut menimpali dan mentertawakan putranya itu, tapi tak ayal ia menyelipkan beberapa nasehat untuk sang putra.

"Selesai," ucap Bunda.

"Alhamdulillah," balas Liona.

Hati Lion bergetar mendengar Liona mengatakan kalimat penuh syukur itu.

"Ayo kita makan malam," ajak Bunda.

Lion dan Ayah bergegas mendekat, Bagas tadi sore pamit pulang ke rumah barunya yang masih satu komplek dengan Liona dan Lion.

"Ini semua Lio yang usulin," puji Bunda dengan menu makan yang disajikan malam ini. Beberapa makanan yang tersaji sengaja Liona yang memilih dan membuatnya.

Gadis itu bahkan pintar dengan urusan dapur, bahkan lebih pintar dari Mami yang bertahun-tahun telah menikah. Liona belajar semua itu dari beberapa asisten rumah tangganya. Ia tak sungkan bersentuhan dengan minyak panas juga wajan. Baginya itu proses yang menyenangkan.

Memasak bukan hanya melatih lidah, tapi juga kesabaran dan yang pasti kebersihan.

"Wahhh, enak nih!" puji Ayah.

Pipi Liona merah merona gadis itu tersipu dengan pujian ayah dari pria yang selama ini ia rindukan.

"Enak gak Ion?" tanya Liona malu-malu.

Diam-diam bunda tersenyum melihat tingkah putra dan anak sahabat suaminya ini, dua remaja itu salah tingkah.

"Enak Lio," balas Lion malu-malu.

Kini tak ada lagi yang bersuara, mereka semua asik dengan piring sendok dan garpu masing-masing. Dentingan suara sendok yang beradu dengan piring menjadi lagu melodis yang mengantarkan mereka hingga perut terasa kenyang.

"Alhamdulillah, ayah udah kenyang Bun. Makasih ya Liona," ucap Ayah mengakhiri santap makan malamnya.

"Sama-sama Ayah," balas Liona tanpa canggung. Baginya Ayah Lion sama seperti Papi bahkan lebih, kadang ia jauh leluasa bercerita dengan Ayah Lion dibandingkan dengan Papi yang super sibuk itu.

"Makasih Lio," kali ini giliran Lion yang berterima kasih.

Liona mengangguk sebagai jawaban.

"Nah sekarang giliran Ayah sama Lion yang nyuci piring, Bunda sama Liona nonton tv," ujar Bunda.

Liona mengangguk mantap, benar. Inilah salah satu kebiasaan keluarga Lion, jika Bunda sibuk memasak maka Lion dan Ayah yang akan mencuci piring.

"Siap bunda," jawab Lion dan Ayah serempak.

Liona dan Bunda tersenyum manis sebelum meninggal meja makan, bahkan Bunda mengecup pipi kanan Ayah dan Lion secara bergantian, setelahnya barulah Bunda menyusul Liona ke ruang tamu.

"Selamat ya sayang atas kelulusan kamu," ucap Bunda mengawali percakapan di ruang tamu.

"Makasih Bunda," balas Liona.

"Bunda denger kamu dapet peringkat ke 3 nilai ujian terbaik ya sayang?" tanya Bunda memastikan. Siapa yang tidak mendengar hal itu. Tentu sebagai guru ia mendengar hal itu karena Liona salah satu murid berprestasi yang akan memasuki gerbang sekolah SMA yang selama ini ia jadikan tempat menyebarkan ilmu juga mencari rezeki.

"Alhamdulillah iya Bunda. Berkat bantuan Bunda, Lio jadi bisa lulus dengan nilai yang memuaskan," balas Liona balik memuji kinerja Bunda dalam memberikan beberapa pelajaran privat pada Liona.

Bunda yang duduk di samping Liona balas memeluk dan mengecup kening Liona.

"Sayang, itu hasil kerja keras kamu, izin dari Tuhan juga. Jangan lupa ikhtiar sama doanya ya. Bunda bangga sama kamu, terus pertahanan prestasi kamu ya," jelas Bunda.

Usaha Liona dalam meningkatkan nilai-nilainya memang tidak diragukan, bukti dari kerja kerasnya kini terjadi. Nilai ujian yang memuaskan.

Bunda kembali memeluk Liona dengan erat yang dibalas tak kalah erat.

Liona mendapatkan sosok ibu yang dia inginkan dari Bunda. Sosok yang selama ini hanya bisa dia bayangkan dalam lamunan panjang.

"Makasih Bunda, makasih udah mau nganggap Liona anak Bunda," ucap Liona.

Mata gadis itu mulai mengembun, di hadapan Bunda ia sering kali kalah. Tangisnya sering kali luruh di hadapannya Bunda.

"Bunda sayang sama kamu. Selalu," balas Bunda.

Ia menyayangi Liona sama rata dengan rasa sayangnya pada Lion, tak ada yang kurang satu kasih sayang pun.

Ia mengenal Liona sejak kecil, bukan hanya Liona tapi kedua orang tuanya. Liona jelas anak yang haus kasih sayang kedua orang tuanya. Bukan hal mudah untuk Liona tumbuh di tengah keluarga yang terus bergulat dengan bisnis.

"Mau dong dipeluk sama cewek-cewek cantik," ejek Ayah pada kedua wanita lintas generasi itu.

Liona dan Bunda bergegas melerai pelukannya. Bunda bergegas duduk di samping Ayah, tangannya naik mencubit pinggang suaminya itu.

Lion sendiri duduk di samping Liona dengan penghalang bantal sofa.

Lion senang melihat kedekatan Bunda dan Liona, satu masalah jelas teratasi. Untuk urusan restu dari kedua orang tuanya jelas telah Lion kantongi sejak dulu.

Liona balas tersenyum dengan ejekan Ayah, pria setengah baya itu selalu berhasil dalam mencair suasana.

"Jangan nangis lagi Liona, rumah ini bisa banjir dadakan!" ejek Ayah lagi.

Dan kini tawa Liona terdengar, gadis itu bahkan melempar bantal sofa pada Ayah yang sayangnya bisa Ayah tangkap dengan mudah.

"Ehhh kok ngajak perang?"

"Maaf Ayah, kelepasan," balas Liona, tapi sebelum ia benar-benar menghentikan tawanya Ayah lebih dulu melempar kembali bantal tadi, namun berhasil di tangkap Lion.

"Ehhh," ujar Liona kaget.

Kini tubuh Liona dan Lion sempurna berdampingan. Tak ada pembatas apapun.

Dada Liona bergemuruh dengan kedekatan itu. Nyaris 3 tahun mereka berjauhan dan tak pernah berdekatan sedekat ini.

Irama jantung keduanya saling berdetak tak karuan. Dengan susah payah, Liona dan Lion meneguk saliva.

Momen indah ini tak luput dari kamera handphone Ayah dan Bunda, keduanya saling menjepret momen itu.

"Liona,"

"Lion,"

Kedua panggilan yang disebutkan secara bersamaan itu berhasil membuat Liona dan Lion kelabakan. Mereka berdua lantas menghindar dan pergi ke taman belakang yang dihiasi lampu-lampu taman juga ayuna.

Membuat Bunda dan Ayah kembali tersenyum. Mereka yakin kedua muda-mudi itu akan menjadi pasangan yang serasi di kemudian hari. Semoga hubungan mereka berada di ranah yang benar.

"Mereka makin gede aja ya Bun, udah mulai ngenal cinta juga. Kita makin tua," ujar Ayah.

"Iya. Ayah bener. Bunda harap Liona bisa jadi penghapus rasa sakit Lion yang selama ini dia simpan, juga Lion bisa menjadi penghapusan rasa sakit Liona," balas Bunda.

Dua remaja itu memiliki kelemahan dan kelebihan satu sama lain yang jika dikombinasikan bisa saling melengkapi.

Lion dan cerita kesakitan tersembunyi dan Liona dengan derita kesakitan terang-terangan.

Rasa sakit yang dibalas dengan rasa sakit, tapi menumbuhkan solidaritas baru dan saling melindungi satu sama lain.