Jam menunjukkan pukul 4 sore, setelah melaksanakan kewajiban beribadah. Lion dan Bagas pamit pada pemilik pesantren juga beberapa teman seangkatan dan adik kelas.
Seluruh teman seangkatan Lion dan Bagas kini resmi menjadi alumni, 3 tahun bersama dan kini mereka harus kembali memulai hidup masing-masing.
Perjalanan yang akan jauh lebih menyenangkan di masa remaja. Masa pencarian jati diri.
"Semoga sukses ya!" ucap Lion pada salah satu temannya.
"Aamiin, lo juga!" balasnya.
Kini Bagas dan Lion kembali ke pelukan keluarga. Mereka bersiap untuk hari libur panjang dengan awal yang panjang pula.
Lion melangkah masuk ke dalam mobil, disusul Bagas yang juga turut masuk ke dalam mobil yang sama. Mobil keluarga Bagas penuh dengan barang-barang yang ada di bagasi sebagian bahkan disimpan di kursi tempat Bagas duduk, terpaksa ia harus menumpang di mobil keluarga Lion yang kosong.
Tok tok
Seorang perempuan mengetuk kaca mobil di samping Liona yang tertutup rapat.
"Bentar Yah," ucap Liona sebelum Ayah melajukan mobilnya.
Perlahan kaca mobil itu diturunkan, tampak wajah sendu Annisa di sana.
"Ada apa?" tanya Liona.
"Ini buat kamu, tolong disimpan baik-baik. Terima kasih, permisi," jelas Annisa sambil menyerahkan satu buku tebal pada Liona.
Lion dan Bagas saling tatap, apa yang Annisa beri pada Liona? Dan sejak kapan mereka akrab?
"Itu apa?" tanya Bagas setelah Annisa pergi juga mobil mulai melaju.
Bunda dan Ayah yang ada di kursi depan pun bertanya-tanya. Apa yang diberikan gadis bernama Annisa itu pada Liona.
"Buku, tapi gak tahu buku apa!" balas Liona.
"Sejak kapan kamu kenal sama Annisa?" tanya Lion.
Seingatnya Liona tidak pernah bertegur sapa dengan Annisa. Saat mengunjungi Lion pun, Liona lebih banyak menghabiskan waktu dengan dirinya. Bahkan Bagas pun baru mengetahui Liona sahabat Lion saat ia pindah rumah dan menghadiri acara kelulusan Liona.
"Tadi, gak sengaja ketemu di taman," jawab Liona.
Lion sebenernya masih ingin bertanya banyak hal, tapi apa boleh buat. Ia tidak ingin menaruh curiga berlebihan pada Annisa. Mungkin saja buku itu hanya sebagai sapaan teman, atau hal baik lainnya.
"Gak usah negatif thinking Lion!" celetuk Bagas dari kursi bagian belakang.
"Siapa juga yang negatif thinking!" balas Lion tidak terima.
"Udah jangan berantem," lerai Bunda.
Perjalanan pulang kali ini terasa ramai dengan celotehan Bagas. Pria itu bisa memberikan warna baru di mobil yang tadi sunyi.
Liona berkali-kali membalas lelucon Bagas, membuat Lion tersenyum senang.
Ayah dan Bunda jelas senang bisa mendengar gelak tawa dari anak-anak itu.
Masa anak-anak akan berakhir, masa remaja yang penuh dengan petualangan akan segera datang.
Baik Ayah maupun Bunda harus siap melepas Lion ke dunia yang sebenarnya. Membiarkan anaknya itu berpetualang dalam segala kondisi yang akan ia alami.
"Ngantuk," ucap Liona mengakhiri gelak tawa yang dihasilkan dari lelucon Bagas.
"Sama," balas Bagas. Mesin lelucon itu kini mulai menguap, seharian membereskan barang juga berpamitan ternyata menyita banyak tenaganya.
"Yaudah, tidur aja," saran Bunda.
Tanpa diminta, Liona dan Bagas segera terlelap. Beda dengan Lion yang lebih memilih membaca surat yang ditulis Liona.
Surat yang disimpan di buket bunga mawar putih itu. Surat yang sedari tadi ingin dia baca, tapi takut ketahuan Bagas.
Liona menulis sendiri surat itu. Tulisan tangan yang sangat rapih, di sana tertulis.
'Hai Lion, Alhamdulillah akhirnya kamu lulus juga jadi kita bisa satu SMA sekarang. Aku gak mau nulis panjang-panjang semuanya ada di buku bersampul hitam yang ada di kamar kamu. Nanti kamu baca sendiri aja. Udah ya, happy graduation.'
Tak banyak kata yang ditulis Liona dalam surat itu. Tapi berhasil membuat Lion tersenyum.
Netra matanya kini menoleh pada Liona yang tengah tertidur. Tubuh Liona berkali-kali menggeliat tak nyaman, 30 menit ia masih diam memandangi wajah damai Liona.
Sedetik kemudian ia mulai merogoh ponsel di saku celananya, memotret Liona yang tengah terlelap.
Ada beberapa foto Liona yang Lion ambil hari ini, ditambah beberapa foto lain jadi genap 100 foto berisikan wajah Liona.
Lion tersenyum kembali melihat foto-foto itu, foto dari masa ke masa yang ia ambil diam-diam.
Hari ini bukan hanya hari pembuktian cintanya, tapi juga hari sahabat kecilnya itu dikenal dunia.
Lion akan mengunggah satu foto antara dirinya dan Liona saat kelulusan tadi. Sama seperti Liona yang kemarin mengunggah foto dirinya dengan Lion saat kelulusan, kini giliran Lion.
'My Sunshine, my online sunshine.' tulis Lion di kolom deskripsi.
Send, foto itu berhasil terunggah di sosial media milik Lion. Ada sekitar 10 foto yang Lion unggah, semua foto itu ada sangkut pautnya dengan Liona. Sebelumnya tidak ada satupun foto wajah Lion, tapi kini ia memberanikan diri untuk mengunggah foto wajahnya dengan Liona yang ada di sisinya.
"Anak Bunda udah gede aja nih!" celetuk Bunda setelah melike dan memberikan komentar di akun sosial media milik putranya itu.
"Bunda kok komennya gitu sih," gerutu Lion.
"Calon mantu Bunda @Lionaio..." tulis Bunda di kolom komentar akun sosial media milik Lion.
Sedangkan di akun sosial media milik Liona Bunda menulis, "Kesayang Bunda, calon mantu Bunda, cepet gede ya supaya bisa Bunda pinta kek Papi sama Mami."
"Apa salahnya sih? Lagian emang itu adanya," balas Bunda.
Lampu merah, 30 detik harus menunggu, Ayah mengunakan kesempatan itu untuk membuka gawai pintarnya dan membalas komentar sang istri di akun putra semata wayangnya itu.
"Ehhh ada calon mantu @Lionaio, tunggu ya @Lionlio lagi otw, dana buat nikah udah ada tinggal nunggu usia legal aja." tulis Ayah dengan sengaja.
"Ayah!" gerutu Lion pada kedua orang tuanya itu.
Ayah dan Bunda saling bertos ria, tertawa melihat wajah putranya yang merah padam, menahan malu.
Tidur Liona terusik, ia menggeser posisi duduknya mendekati Lion dan puk, Liona menyenderkan kepalanya di bahu Lion.
Lion yang tengah menahan malu dan fokus pada kedua orang tuanya sedikit tersentak, namun kemudian ia membantu Liona agar mencari tempat ternyaman di bahunya itu.
"Cieelah. Perhatian banget sih," ejek Bunda.
Kali ini Lion tidak menanggapinya, bisa-bisa ia terus diejek sepanjang jalan. Lebih baik diam dan tidur.
Perjalanan kali ini terasa lebih cepat, setelah adzan magrib berkumandang mereka istirahat, menunaikan kewajiban, makan dan kembali melanjutkan perjalanan.
Adzan isya mereka sudah masuk ke dalam pintu gerbang komplek perumahan.
Liona, Bagas juga Lion masih terlelap dalam buayan mimpi sampai mobil berhenti di depan pintu pagar rumah Lion.
"Bangun hey!" tegur Ayah.
Liona menjadi yang pertama bangun. Tangannya naik mengucek kedua bola matanya, menoleh ke samping.
"Lion bangun," ucap Liona sambil menggoyangkan lengan Lion pelan.
"Lima menit lagi," balas Lion malas.
"Udah sampe ini!" tegas Liona.
Dengan sangat terpaksa Lion membuka matanya. Membiarkan Liona untuk duduk tegak.
"Bagas bangun," kini gantian Lion yang membangunkan Bagas. Pria itu bahkan tidak berkutik sama sekali.
"Bagas!" ucap Lion lagi.
"Apa sih?" gerutu Bagas.
"Udah sampe ayo bangun! Lo nginep di rumah gue aja. Besok pagi baru balik!" jelas Lion.
Dan lagi-lagi Bagas bergumam, lalu membuka kelopak matanya malas. Setelah Lion dan Liona turun barulah Bagas turun.
Malam ini Liona akan menginap lagi di rumah Lion, tapi esok hari ia harus kembali ke rumahnya yang sepi. Menghabiskan malam panjang seorang diri di kamar. Lalu menghabiskan sarapan pagi dengan beberapa asisten rumah tangga.
Menyebalkan, tapi rutinitas yang tidak bisa ia tinggalkan.