Sunyi, rintik hujan menjadi melodi pengantar tidur malam ini.
Baik Liona maupun Lion kini tengah terdiam menatap derasnya hujan dari balik kaca besar pembatas yang ada di lantai dua.
Ayah dan Bunda telah terlelap kelelahan, Bagas juga.
Kini hanya dua manusia itu yang masih terjaga. Liona di kamar yang khusus disiapkan untuknya jika menginap di rumah Lion kini tengah sibuk membuka buket bunga yang Lion berikan saat kelulusan.
Sejak kemarin ia tidak sempat membuka buket bunga itu, sebagai bunga itu layu dan sebagainya lagi masih sempat Liona selamat, ia simpan beberapa kelopak bunga di pas bunga yang berisi air.
"Sayang banget beberapa bunga dah layu," gumam Liona.
Setelah menyingkirkan beberapa bunga yang layu, sebuah kotak berbentuk lingkaran yang menjadi dasar tangkai bunga-bunga Liona buka bagian penutupnya.
Beberapa amplop berwarna hitam dan putih tergeletak secara acak di dalam kotak itu.
"Ini apa?" tanya Liona. Tangannya mulai meraba dan meraih satu persatu amplop berisikan lembaran kertas dengan tulisan tangan Lion.
Satu amplop berwarna hitam ia buka. Satu lembar kertas berwarna putih dengan tulisan tinta berwarna hitam menyembul.
"Surat? Jadi ini jawaban..."
Dengan tergesa-gesa Liona mengeluarkan selembar kertas itu.
Membaca dengan seksama. Ini menganggumkan setiap lembar surat itu ada tanggal kapan Lion menuliskannya.
"29 Januari, hari pertama kita pisah. Satu minggu berlalu begitu cepat, tapi kamu masih saja menetap. Liona aku beri terima surat ini, surat cinta pertama. Makasih Lio, aku pikir kamu bakalan lupa dan terbiasa tanpa aku di sana, tapi ternyata aku salah duga. Kamu tetap Liona yang aku kenal, kamu selalu ada bersamaku.
Liona jangan nangis, aku ada di hati kamu. Aku udah janji kan, aku janji akan selalu ada. Maaf ya sekarang aku gak bisa hapus air mata kamu.
Kamu harus kuat Lio, jangan buat harapan kedua orang tua kamu jadi sia-sia. Lihat! Kamu berhasil bangkit dari masa kelam itu. Kamu tetap bertahan hidup di tengah keluarga yang sepi itu.
Aku yakin suatu saat nanti mereka akan ngerti kalau kamu cuma perlu cinta dan kasih mereka."
Tulis Lion panjang kali lebar membalas surat yang dulu ia kirim seminggu setelah Lion masuk pesantren.
Ia masih ingat, saat itu kedua orang tuanya sering bertengkar dan berakhir tidak pulang berhari-hari. Mami sering memaksa Liona, ia ingin melihat Liona berprestasi, ia memaksa Liona untuk mengikuti berbagai ekstra kurikuler di sekolahnya.
Liona juga ingat saat hari pertama sekolah, kedua orang tuanya sibuk jadi tidak bisa mengantar dan menjemput Liona, padahal itu hari pertama Liona masuk SMP.
Kini tangan Liona beralih membuka amplop warna putih.
"Haii Liona, gak kerasa ya. Udah satu tahun aja aku disini, kita emang jarang ketemu, tapi rasa ini terus saja menderu.
Liona aku juga kangen sama kamu, kita pupuk rindu kita sampai nanti aku lulus ya.
Jaga kesehatan kamu Liona, aku kaget banget pas denger kamu masuk rumah sakit. Aku terus doa sama Allah supaya kamu cepet sembuh. Alhamdulillah, doa aku diijabah.
Aku baik Liona, aku mohon bertahan ya."
Tulis Lion, Liona ingat saat menulis surat itu ia tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena typus.
Kebiasaan buruknya yang sering telat makan, juga pola hidup yang kurang sehat menjadi alasan penyakit itu datang. Dan tentunya pikiran yang terus saja berkecamuk.
Tanpa diperintah kedua bola mata Liona mulai berembun. Rasa sesak dalam dada kembali menyeruak, tapi kali ini ada tangis bahagia yang ia rasakan. Sungguh!
"Jadi selama ini kamu gak lupa sama aku Ion. Kamu tetep bales surat aku, cuma kamu gak kirim aja. Indah Lion semua ini indah dan mengagumkan," puji Liona.
Pria itu selalu memiliki cara dan ide yang berbeda dalam membahagiakan Liona.
Awalnya Liona memang kesal, beberapa surat yang ia kirim tak kunjung mendapatkan balasan. Pernah satu bulan Liona tidak mengirim surat. Ia malas, percuma jika ia tetap melakukan hal itu. Toh Lion tidak sedikitpun membalas surat-surat itu.
Tapi hal itu justru membuat Liona tertekan, rindu dalam dada yang kian menyeruak membuat langkah Liona berat. Tangannya gatal ingin mengirim beberapa pesan tulisan itu, akhirnya ia mengalah dan kemabali mengirimkan beberapa surat sebagai pengganti surat-surat yang sebulan kebelakang tidak Liona kirim.
Hal yang sama terjadi, tidak ada balasan. Saat Lion pulang untuk berlibur, Lion tidak sedikitpun membahas soal surat-surat itu. Ia berlaga seolah tidak menerima surat itu.
Liona kembali dibuat kesal dengan tingkah Lion yang pura-pura tidak tahu akan surat yang sering ia kirim hampir 1 bulan 4 kali.
Tapi tak ayal ia menganggap semuanya baik-baik saja. Ia tahu Lion berbohong, tapi itu tidak penting. Lion pulang jauh lebih penting, mereka bisa bersama dalam waktu yang singkat itu jauh lebih penting untuk diperhatikan.
"Aku tahu kamu marah saat aku bukan, aku gak tahu soal surat-surat itu. Aku minta maaf Liona, aku gak bermaksud. Tapi liat wajah jengkel kamu juga asik.
Tapi sekali lagi, kamu ya kamu. Semarah apapun kamu, kamu tetap bisa berbahagia dengan adanya aku. Itu cukup membuat aku tenang Lio, karena aku tahu, kamu gak akan pernah pergi dari aku.
Kamu selalu ada di samping aku, dukung aku walaupun kamu tersiksa. Makasih dan maaf karena aku justru jadi biang kehancuran hati kamu saat itu. Tapi nanti saat kita satu SMA aku akan jaga kamu, I wanna protect you like a queen."
Tulis Lion dalam surat yang lainnya.
Rasa kesal, jengekel dan marah itu menguap seketika. Dugaannya benar, Lion memang memiliki rencana di balik semua kebisuannya.
Ia kini bisa bernapas lega, tangis yang kini ia rasakan bukan tangis kesakitan, tapi tangis bahagia dari sebuah penantian panjang.
Lion laki-laki yang akan menjaga dirinya. Liona yakin itu! Lion orang yang tepat untuk mengisi bagian hatinya, hanya Lion dan selalu Lion.
"Aku tahu Lion, sebungkamnya kamu, kamu tetap jatuh dalam diam, kamu juga ngerasain apa yang aku rasain. Itu sebabnya, aku percaya di balik semua tindakan kamu yang jujur aku sendiri gak ngerti, tapi akan selalu ada penjelasan dari beribu duri yang aku terima. Kamu layaknya padang pasir dan oase untukku, tapi sayang aku kaktus yang akan selalu menetap di sana. Tidak ingin beranjak sedikitpun walaupun di seberang sana ada rumput tetangga yang hujan juga tanah yang subur. Aku harap semua akan berjalan dengan baik Lion, aku berharap Tuhan gak akan pernah memisahkan kita lagi," ucap Liona setelah membaca beberapa surat itu.
Liona benar-benar bahagia dan bahagia itu sulit untuk dirangkai dalam kata-kata, cukup dirasakan dan semuanya akan kembali mengalir seperti semula.
Hari ini dipenuhi kebahagiaan, entah esok. Liona pastikan harinya akan jauh lebih membosankan, tapi selagi ada gawai pintarnya ia masih bisa tersenyum. Karena Lion akan ada di sana.
"Kamu bahagia aku jauh lebih bahagia Liona," ucap Lion dari balik pintu kamar Liona yang terbuka sedikit.
Pria itu tersenyum dengan manis, tanpa sepengetahuan Liona, Lion sejak tadi menguping gadis itu. Ia bersyukur bisa menghapus rasa sakit di hati Liona dan digantikan dengan tangis bahagia.
"Karena tujuanku saat ini hanya melihatmu bahagia."