Setelah acara kelulusan selesai, Lion dan Bagas bergegas mengemasi barang masing-masing.
Liona, Bunda, Ayah dan kedua orang tua Bagas menunggu keduanya di tempat parkir mobil.
Karena bosan juga jeduh akhirnya Liona memilih berjalan-jalan di sekitar pondok.
"Bunda Liona mau jalan-jalan dideket pondok ya. Nanti kalau Liona nyasar Liona telpon Lion kok," pamit Liona.
"Boleh sayang, tapi jangan jauh-jauh ya. Kasian tar Lion capek nyari kamu," balas Bunda.
Liona mengangguk, perlahan kakinya melangkah menjauh menuju taman bunga yang ada di dekat asrama putri.
Kedua orang tua Bagas terutama bundanya diam-diam memperhatikan Liona. Ia seperti mengenal siapa anak gadis itu. Jika tidak salah itu anak gadis rekan suaminya.
"Mas, dia anak rekan bisnis kamu kan?" tanya Bunda Bagas.
"Kayaknya, tapi aku juga gak yakin," balas Ayah Bagas.
Karena tidak mendapat jawaban yang pasti, juga tidak ingin mempertanyakan hal itu pada kedua orang tua Lion, akhirnya pasang suami istri itu memilih diam. Suatu saat nanti mereka pasti akan tahu jawabannya dengan sendirinya.
Tanpa terasa Liona terus melangkah menjauh, saat kakinya mulai lelah dengan sepatu high heels yang ia kenakan, akhirnya Liona memilih duduk di kursi taman itu.
Suasana pondok pesantren Lion memang asri, udaranya masih bersih dan sejuk, ditambah lantunan ayat suci yang yang tiada hentinya terus terdengar dari setiap penjuru ruangan, maka tempat ini semakin terasa damai.
Karena rasa nyaman itu, Liona memejamkan kedua bola matanya. Membiarkan wajah putih bersihnya diterpa angin dan panas matahari yang menyinari dari balik daun-daun pohon beringin ini.
"Liona..." ucap seseorang dengan suara yang pelan seolah mengatakan bahwa dia ragu, takut salah berbicara dan takut salah mengenali.
"Iya," balas Liona. Kelopak mata itu kembali terbuka dan menampilkan binar kecoklatan di kedua bola mata Liona.
Membuat seorang gadis dengan jilbab krem itu terpana.
"Liona emang cantik," batin gadis itu.
"Kamu siapa ya? Kok tahu nama aku?" tanya Liona setelah beberapa detik sunyi.
Gadis di hadapan Liona tersenyum canggung. Gadis itu tiba-tiba melangkah mendekat dan duduk di samping Liona.
"Aku Annisa," ucap Annisa sambil menjulurkan tangannya.
Liona ragu-ragu menjabat tangan gadis bernama Annisa itu, "Liona," balas Liona menyebutkan namanya.
Setelahnya kembali hening, dua gadis itu sama-sama diam. Tidak ada satupun yang membuka suara.
"Berapa lama kenal sama Lion?" tanya Annisa kikuk.
Liona menoleh, menatap menyelidik gestur tubuh Annisa. Kenapa gadis itu bertanya akan hubungannya dengan Lion? Ada apa? Siapa dia?
"Sejak kecil," balas Liona singkat.
Annisa sekali lagi tersenyum, hubungan keduanya benar-benar sudah dekat. Apa yang dikatakan Bagas benar adanya.
"Kenapa ya?" tanya Liona.
"Enggak, kamu tahu gak? Lion itu cogan di pesantren ini. Fans dia banyak dan hari ini mereka semua patah hati, karena apa? Karena dia bawa kamu dan terus terang menunjukkan perasaannya itu, aku gak nyangka Lion segentel itu," puji Annisa.
Ya! Lion yang biasanya diam, cuek tapi hari ini pria itu bersikap romantis juga gentel.
Sikap yang selama ini tidak pernah ditujukan olehnya, 3 tahun mengenal Lion ternyata tidak cukup mengenal lebih dalam sikap dan pribadi pria itu.
Selama ini ia hanya mengenal tampilan luar Lion, Lion menyimpan rapat-rapat sikap aslinya hanya untuk Liona seorang.
Termasuk rasa cintanya, tak ada seorangpun yang bisa menggantikan posisi Liona, itu kiranya yang ada di benak Annisa saat ini.
"Apa salah satu fans Lion itu kamu?" tanya Liona penuh selidik. Sekali lagi tebakan Liona tepat sasaran. Liona tahu, Annisa memiliki perasaan berlebih pada Lion, tapi sayang beribu sayang Lion justru telah menjatuhkan hatinya pada Liona.
Dalam kasus ini Liona sendiri bingung, harus bahagia di tengah tangis wanita lain atau bahagia karena berhasil merebut hati pria yang menjadi idaman banyak wanita?
Tatapan Liona berubah sendu, gadis itu menatap penuh binar mata Annisa, ada luka di sana. Luka yang sulit untuk dilupakan.
Annisa dengan sisa tenaganya mengangguk lemah, tersenyum kecut dan balik menatap binar mata Liona yang tampak indah, membuat siapa saja terpukau.
"Aku minta maaf, aku gak tahu harus bahagia atau sedih. Aku gak bisa paksa Lion buat jatuh cinta sama kamu, karena...saat hal itu terjadi---aku yang akan sakit hati. Aku minta maaf, aku tahu aku egois, maaf Annisa," ucap Liona.
Ia tahu kata-kata yang kini keluar dari mulutnya terdengar menyakitkan di telinga Annisa, tapi itu kenyataan yang harus diterima Annisa.
Lion dan Liona sudah terikat sejak kecil, jika ada satu pihak yang memisahkan keduanya, maka sudah dipastikan bukan hanya kehilang satu, tapi dua.
Lion dan Liona akan menderita dengan rasa cinta yang mereka miliki. Keduanya akan saling menyakiti manusia lain yang mencoba untuk menghapus rasa cinta yang ada di hati keduanya.
Untuk yang kesekian kalinya Annisa tersenyum pahit. Hatinya tetap menolak hal itu, ia tidak ingin Lion berakhir dengan Liona, tapi akalnya berkata untuk menerima apapun keinginan Lion.
"Aku tahu rasa cinta itu semakin menggila di hati kamu, tapi aku minta maaf aku gak bisa bantu kamu. Lion berhak untuk menentukan siapa yang ingin dia cintai, aku harap kamu bisa segera menghapus perasaan cinta itu. Cepat atau lambat seiring berjalannya waktu juga jarak, aku yakin kamu bisa lupa sama Lion. Aku minta maaf Annisa, semoga nanti kita bisa ketemu dengan kondisi yang jauh lebih baik, terima kasih telah menjadi bukti bahwa Lion sangat berharga dan harus aku perjuangkan juga jaga," tuntas Liona.
Liona memilih melangkah meninggalkan Annisa yang kini tertunduk lesu menahan derai air matanya.
Ternyata tidak mudah menjadi wanita yang dicintai Lion, dalam berbagai hal ia harus melihat tangis wanita lain.
Ia ingin merengkuh dengan memberikan satu harapan, tapi hal itu tentu bukan hal yang baik. Karena Liona sendiri yang akan membuat hidupnya hancur.
Ia tidak ingin bodoh dan membiarkan dirinya semakin jatuh. Hanya bahu Lion yang ia miliki kini, jika Lion pergi kemana lagi ia bersandar? Selain pada Tuhan?
"Aku tahu kenapa Lion secinta itu sama kamu, Liona. Karena kamu memang beda, kamu spesial dengan apa yang kamu miliki. Kamu gak perlu jadi orang lain di mata Lion, karena kamu memang sebaik itu," gumam Annisa.
Tangisnya kini pecah. Akhirnya bulir bening itu mengalir membasahi kedua pipinya. Rasa sesak dalam hatinya kini tercurahkan dalam tangis penuh sesak.
Semoga tangis ini bisa menjadi akhir dari tangisnya akan cinta Lion.
"Lion gak salah pilih. Lo hebat banget sih Liona. Kagum gue!" ucap seorang pria yang tak sengaja melihat dan mendengar percakapan dua gadis yang saling mencintai Lion, sahabatnya itu.