Waktu terus bergulir Liona kecil kini sudah beranjak remaja. Masa putih biru kini menghampirinya tetapi sayang ia harus terpisah dengan Lion yang mengembangan pendidikan di bangku pesantren.
Hari-hari Liona terasa sunyi tanpa kehadiran sahabatnya itu, "Kenapa sih Ion harus mondok?" tanyanya.
Perpisahan itu terjadi kala mereka lulus dari bangku sekolah dasar. Lion memilih untuk mengikuti saran Ayahnya dan bersekolah di pesantren sembari belajar ilmu agama.
Tempat Lion mondok sebenarnya tak jauh hanya berbeda kota saja. Namun, tak dapat dijangkau dalam waktu satu hari perjalanan pula.
"Kalau aja pesantren Ion deket,"
Liona kini berandai-andai. Rasanya hidup tanpa Lion seperti makan tanpa minum.
"Dahlan! Fokus Liona tugas Lo dah numpuk nih," ucapnya. Tugas sekolah Liona memang sangat banyak dan menempuk. Ia salah satu bagian dari pengejaran deadline.
Kalau belum mepet waktu, tugas apapun tak akan pernah ia sentuh. Akibatnya di saat waktu pengumpulan ia terpontang-panting.
Tak jarang ia sampai sakit karena bergadang mengerjakan tugas yang sebenarnya bisa ia cicil jauh-jauh hari.
"Kenapa sih ni tugas gak kelar-kelar? Keluar-masuk keluar-masuk mulu," jengkelnya.
Mata Liona sudah sangat berat menahan kantuk, "mata lima wat! Kopi dah abis segelas, kurang asupan apa lagi gue?" rutuknya pada diri sendiri.
Melirik ke arah jam yang tertempel di dinding dengan waktu yang menunjukkan pukul 12.00 WIB, "Pantesan gue ngantuk, dah waktu midnight sale ternyata," candanya.
Sembari menutup mulutnya yang menguap Liona terus memaksa matanya untuk tetap berkerja dengan baik.
Iris mata coklat terang itu dipaksa terus terbuka supaya tugas yang ada di hadapannya itu cepat selesai.
Ada 10 tugas yang tersusun menumpuk di atas meja belajarnya kini.
Semua harus di kumpulkan dalam waktu yang sama yaitu hari Senin besok. Ada beberapa tuga memang telat ia kumpulkan dengan konsekuensi hari Senin menjadi hari terakhir pengumpulan tugas, jika tidak! Maka habis sudah rapot Liona terbakar.
"Semangat Liona! Bentar lagi Lo lulus SMP nanti pas SMA Lo bisa sekolah bareng Ion. Jadi Lo harus semangat belajar supaya bisa lulus," ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
Ada hal yang menjadi kunci penyemangat Liona dalam belajar dan berprestasi yaitu Lion.
Waktu mereka berpisah di gerbang pesantren Liona berjanji akan rajin belajar, beribadah dan menutup auratnya.
Kala itu,
"Ini!" ucap Lion sembari memberikan kerudung berwarna hitam pada Liona. Kerudung pashmina yang panjang dan juga lebar itu sangat halus dan lembut.
Liona menerima kerudung itu dengan dahi yang mengkerut, "ini buat gue?" tanyanya Pada Lion.
Lion mengangguk, ia kembali mengambil kerudung itu dan langsung mengenakannya pada kepala Liona.
Rambut panjang berwarna pirang milik Liona tertutup dengan baik oleh hijab pashmina itu.
"Cantik," puji Lion jujur. Ia tersenyum manis bahkan sangat manis.
Liona tersipu malu dengan wajah yang merah padam seperti tomat busuk. Ia menunduk tak kuasa menahan debaran hati.
"Pake ya,"titah Lion.
Liona menatap manik mata Lion. Ia menatap serius Lion yang dibalas dengan tatapan hangat.
Kedua orang tua Lion yang menyaksikan hal itu saling tersenyum.
"Anak kita udah gede ya Yah! Udah ngenal cinta kayaknya," ucap Bunda pada Ayah Lion yang berada di samping bahkan sedang mendekapnya erat.
Ayah menatap terharu ke arah Lion dan Liona, seperti tak perlu ada paksa untuk masa depan mereka.
"Makin ganteng juga kan!" canda Ayah.
Bunda menatap sebal ke arah Ayah. Ia tahu! Hal itu sengaja di pertanyaan karena suaminya ini ingin mendapatkan pujian darinya.
Ayah tertawa geli saat melihat ekspresi istrinya ini. Istri yang sudah hampir 20 tahun menemani dan memberi satu anak.
"Jangan marah Bun. Faktanya emang gitu kan!" ucap Ayah semakin mengejek.
Bunda memalingkan wajahnya ke sembarang arah.
Lion dan Liona masih saling menatap sebelum akhirnya Lion yang memutuskan pandangan itu.
Liona menelan ludah secara kasar, ia kembali bertanya, "Kenapa gue harus pake ini? Nanti rambut gue yang panjang gak keliatan lagi dong," ujar Liona.
Liona memang terkenal dengan rambut panjangnya yang berwarna pirang mirip bule ditambah paras yang ayu semakin menambah aura kecantikan yang ada padanya.
Tak heran bila ia sangat dipuja Kaum adam di sekolah maupun lingkungan tempat ia tinggal.
"Perempuan itu lebih cantik kalau bisa menutup auratnya," jelas Lion.
Bagi Lion tak ada wanita yang lebih cantik selain mereka yang pandai menyembunyikan diri dari dunia maya dan dunia luar. Kecantikannya tersembunyi dan hanya akan diperlihatkan pada suaminya kelak. Seperti Bunda yang memiliki untuk berhijab.
"Beneran?" tanya Liona ragu.
"Iya Lion," jawab Lion pasti.
Liona tersenyum dan mengangguk.
"Jadi mau nutup aurat?" tanya Lion.
"Iya, InsyaAllah. Tapi gue minta tolong ya!" ujar Liona.
"Minta tolong apa?" tanya Lion bingung.
"Tolong bilangin sama Bunda supaya bantu gue, buat bisa jaga aurat," sambung Liona. Ia sedikit tak nyaman mengucapkan hal itu. Tapi jika ia tak mendapat bantuan untuk melakukan hal itu maka sudah pasti janjinya akan ia ingkari.
Lion yang paham akan situasi keluarga Liona mengangguk. Ia bahkan sudah membicarakan hal itu dengan Mami juga Papi Liona dan jelas tanpa sepengetahuan Liona.
Liona tersenyum semakin manis. Membuat siapa saja yang melihatnya langsung terkenal penyakit diabetes.
Namun, diabetes yang diderita Lion lain dari pada yang lain. Diabetes itu membuatnya candu. Candu akan senyum manis yang akan ia rindukan.
"Gue bakalan kangen banget sama Lo," lirih Lion dalam hati.
Ia tersenyum walau hati getir.
"Sehat-sehat ya," ucap Liona lirih.
Lion yang mendengarkan hal itu semakin dibuat sedih.
"Iya, Lo juga! Oh iya, Lo jangan lupa belajar, ibadah sama Ngerjain tugas juga. Kasian tugas Lo dah numpuk bahkan berdebu untung gak akaran juga," ujar Lion.
Ia sebenarnya ingin mengejek Liona yang sering terlambat mengumpulkan tugas. Liona memang tak sepandai wanita kaya lainnya.
Liona perempuan sederhana yang memiliki sisi tegas dan keras kepala.
"Ngeledek nih bocah! Gue gak ada Lo nangis darah tar!" sanggah Liona.
"Gak kebalik nih?" tanya Lion.
Mengejek Liona memang hal yang sangat menyenangkan. Ia sangat mudah terpancing dan nanti dengan sendirinya mudah tersenyum.
"Dih! Gak usah so ngartis Lo," jawab Liona.
Lion tertawa geli. Liona ini memang perempuan yang sangat sulit untuk di gombali. Jurus jokesnya akan kalah dengan logika Liona.
Liona tak terlalu mengikuti kata hati, ia fokus dengan logika dan juga bukti.
Pertemanan Liona diisi kaum Adam. Dia tipe wanita yang sulit diajak berdiskusi apalagi mengenai cinta.
"Jaga diri ya Lio. Jangan kangen sama gue, nanti kita SMA bareng kok! Jadi sabar ya," ucap Lion sendu.
Liona hanyut terbawa suasana. Tanpa sadar ia mendirikan air matanya.
"Gue kangen," ucapnya setelah bayang-bayang perpisahan pergi dari lamunan panjangnya di malam ini.
Liona yang tak kuasa menahan rindu menangis tersedu sembari memeluk boneka panda berukuran besar yang diberikan Lion saat perpisahan.
"Ion, cepet balik!" lirihnya disela isak tangis malam.
Malam semakin larut membuat Liona terbuai dengan pelukan hangat dari boneka panda itu.
Tertidur dengan kondisi duduk sudah menjadi hal lumrah bagi Liona saat tugas sekolah tentang menghampirinya.