Malam pun mulai gelap dan tiba saatnya kami untuk istirahat. Timoti berkumpul bersama para pria dan aku bersama para wanita di ruangan yang terpisah. Pembicaraan antara kami mulai asyik hingga larut malam.
Setelah lelah akhirnya mereka tertidur, namun kesadaranku tak kunjung sirna. Sebenarnya aku masih memikirkan Black Pearl yang belum juga melontarkan satu kata dari bibirnya padaku.
Sebuah misteri asing yang manusia tidak mengerti akan hal itu dan aku hanya dapat menerka-nerka apa yang terjadi padanya tanpa mengetahui jelas akar masalah tersebut.
Lavanya masih dalam keadaan bingung dan panik.
"Apa itu yang dia maksud?" teriak Lavanya tiba-tiba.
"Lavanya! Hah ... hampir saja jantungku melompat dari tenggorokanku. Jadi? Apa yang kau maksud?" tanyaku padanya.
Sembari menunggu jawaban darinya aku menatap malam dari jendela kayu. Sungguh rembulan yang indah takku sangka aku masih dapat melihat bulan tanpa mataku.
"Hera!"
Aku terkesiap.