Chereads / Tiba-tiba cinta / Chapter 9 - Bab 9

Chapter 9 - Bab 9

Dinda tidak tahu bagaimana perasaan seorang anak yang ditentang orang tua untuk meraih keinginannya, karena selama ini mamanya selalu mendukungnya. Pasti perasaan Bara sedih sekali apalagi waktu itu Bara masih kecil.

"Bara" Panggil Dinda serius "Gambar cincin bintang yang pernah aku kembalikan padamu, kenapa kau menggambarnya?"

Bara menjawab tanpa ragu " Aku ingin setiap wanita merasakan bagaimana mengenggam bintang di jarinya. Tidak hanya harus memandangnya dari kejauhan".

Dinda terpana dengan jawaban Bara. ("tolong jangan buat aku menyukaimu dari awal lagi, karena aku tidak yakin aku bisa melupakanmu kalau itu terjadi lagi") kata Dinda dalam hati sambil memandang Bara.

Bara menghela napas panjang. " Aku ingin siapapun yang mengenakan cincin itu tahu bahwa dia bisa menggapai sesuatu yang tidak mungkin. Tapi kelihatannya aku berharap terlalu banyak, ya?".

Jantung Dinda berdetak kecang perkataan Bara membuat perasaan yang telah di pendamnya kembali muncul. Ia semakin menyukai Bara.

"Aku beranggapan tidak ada yang mustahil kalau kau berusah" Kata Dinda memberi tanggapan atas pertanyaan Bara.

Bara menatap Dinda dengan lembut, hatinya sedikit tergerak mendengar perkataan itu. Sinar matahari sore jatuh mengenai wajah Dinda Bara terdiam.

Dinda sangat cantik di matanya saat itu. Bara memejamkan mata sesaat dan membukanya kembali Dinda tersenyum padanya.

Bara tidak bisa menjelaskan perasaan apa yang berkecamuk dihatinya.

Dinda berkata lagi "Kau ingin jalan-jalan ke sekitar pantai?".

"Oh...baiklah " Balas Bara, masih sedikit bingung dengan perasaan nya.

Mereka berjalan-jalan melihat matahari tenggelam Bara merasakan keberadaan Dinda di sampingnya membuatnya tenang dan nyaman.

Ia tidak pernah memberitahukan mimpinya menjadi perancang perhiasan kepada orang lain. Bahkan orang tua nya tidak pernah menanyakan alasan Bara ingin melukis perhiasan.

Mereka hanya langsung melarang. Dinda mengambil beberapa kerang indah di pasir.

"Aku tidak pernah menyangka pemandangan matahari tenggelam sungguh indah" Katanya.

"Kau tidak pernah ke pantai sebelum ini?"

"Belum" Jawab Dinda "Ini yang pertama kali." (Dan aku senang bisa menghabiskan hari ulang tahunku di pantai bersamamu)."

"Teman-teman mengusulkan acara perpisahan sekolah setelah ujian nanti di adakan di sini. Bagaimana menurutmu?" Tanya Bara.

"Wah ide bagus" Sambut Dinda gembira.

"Malam harinya kita bisa membuat acara api unggun. Aku akan mengusulkan hal ini pada kepala sekolah besok"

Dinda berharap kepala sekolah mengabulkan usul Bara." Apa itu ?" Tanya Bara tiba-tiba

Dinda mengikuti arah pandang Bara. Penglihatannya jatuh pada sebatang pohon tua banyak daun kertas di sana. Sebagian siswa juga berada disana.

"Ayo kita kesana" Ajak Bara.

Sesampainya di depan pohon tersebut, mereka baru tahu bahwa pohon tersebut dinamakan pohon keinginan. Pohon itu sudah tidak berdaun, hanya ada ranting-ranting pohon. Disebelahnya terdapat meja dengan ratusan daun kertas yang tersusun rapi.

"Tulis keinginanmu di sini lalu ikatkan pada pohon keinginan."

"kau mau mencobanya?" tanya Bara.

Dinda mengangguk.Bara mengambil dua lembar daun kertas dan memberikanya satu kepada Dinda keduanya menulis keinginan masing-masing di daun tersebut, Setelah itu mengikatkannya pada pohon keinginan. Tak berapa lama kemudian, kepala sekolah mengingatkan mereka untuk berkumpul di bus, karena piknik mereka di pantai sudah berakhir.

Dalan perjalanan menuju bus, Bara menanyakan keinginan Dinda. "Apa keinginanmu tadi?"

Dinda menggeleng. "Apakah aku harus memberitahukanya pada mu?".

Bara tersenyum."Tadi aku menulis supaya semua anak kelas tiga lulus ujian jadi apa keinginanmu?"

Dinda berbisik perlahan "Sesuatu yang tidak mungkin."

Bara tertawa."Bukankah kau mengatakan tidak ada yang mustahil kalau kita berusaha?"

"Aku tahu" sorot mata Dinda sedih " Tapi yang ini pasti tidak mungkin"

Bara beranjak menaiki bus."Oke aku tidak akan memaksamu mengatakan keinginanmu. Aku rasa apapun itu kau pasti bisa mendapatkannya."

Dinda ikut menaiki bus sambil tersenyum lirih. Ia tahu pasti keinginannya tidak akan terpenuhi. Dalam perjalanan pulang, Dinda tidak bisa menahan ngantuknya dan tertidur.

Ketika ia bangun entah berapa lama kemudian, kepalanya sudah bersandar di pundak seseorang. Matanya bertemu dengan mata Bara .

"Maaf" Katanya sambil berusaha menjauh dari Bara.

"Tidak apa-apa " Kata Bara "Kau kelihatan lelah sekali." Dinda menatap Bara lagi.

"Tapi, bukankah kau duduk di bangku depan?"

"Tadinya iya " Kata Bara, tapi teman sebangkuku mendengkur sambil tidur, jadi aku memutuskan pindah dan kursi yang tersisa hanya kursi belakang".

"Oh begitu" kata Dinda cepat.

Untunglah bus sudah sampai di sekolah, sehingga Dinda tidak perlu terlalu lama menahan malu karena sudah tidur di pundak Bara.

"Sampai jumpa besok di kelas" Kata Bara.

Dinda mengangguk, sementara itu berpuluh-puluh kilometer dari sana, di pohon keinginan sehelai daun kertas terjatuh terdapat sebuah permohonan di sana. Permohonan Dinda (Semoga hari ini tak pernah berakhir). Daun kertas tersebut lalu tersapu air di pantai dan tidak terlihat lagi.

Dua hari kemudian, Dinda mendapati dirinya berada diruang marching band Jihan minta bertemu. kini Jihan menatapnya dengan tajam. Terpendam rasa kebencian yang mendalam di sana. "Jadi" Katanya memulai pembicaraan "Aku dengar dari teman-temanku kau berduaan dengan Bara di piknik hari minggu kemarin kenapa kau melakukanya? Padahal aku sudah jelas-jelas melarangmu mendekati Bara!"

Dinda menghela napas panjang ia sebenarnya tidak tahu bagaimana menjelaskan hal itu Jihan tidak akan percaya bahwa kebersamaan mereka terjadi begitu saja tanpa di rencanakan " Bara menyukaimu " Jelas Dinda perlahan.

Jihan tersenyum sinis "Perkataanmu tidak menjawab pertanyaanku."

"Aku tidak punya jawaban yang bisa memuaskanmu " Kata Dinda jujur "Aku tidak merencanakan untuk berduaan dengan Bara. Aku tahu dia pacarmu kami membicarakan dirimu dan kami berdua mengakui kau mayoret yang hebat. Tidak terjadi apa-apa di antara kami."

Jihan tertawa pendek "Kau pikir aku bodoh? Aku tahu kau berusaha membuat Bara menyukaimu kau pikir aku tidak bisa melihat kalau kau menyukainya?"

"Kau tidak bodoh Dinda."

Dinda menatap mata Jihan lurus."Kau hanya cemburu."

Jihan melihat dinda dengan saksama. "Kau pintar sekali berkelit! tentu saja aku cemburu siapapun akan cemburu kalau pacarnya terancam di rebut orang lain! Akui saja kau menyukai Bara bukan?!"

"Dinda memutuskan berterus terang ."Ya, aku menyukainya." karena percuma saja jika ia menyangkal toh Jihan tidak akan percaya, Dinda memutuskan untuk cepat mengakhirinya

Jihan tidak menyangka Dinda akan mengakui hal itu di depan dirinya, tanpa perasaan bersalah "Kau...!!!" Amarahnya tidak terbendung lagi. tangany menggepal hendak naik

Tapi Dinda menyela lebih dahulu "Aku bukan satu-satu cewek yang menyukai Bara. Hampir separuh cewek di sekolah kita menyukainya. Dia sangat populer aku rasa kau pun tahu itu aku mengatakan yang sebenarnya"

"Tapi itu semua tidak penting bukan? tidak peduli berapa banyak cewek yang menyukainya, Bara menyukaimu dia bahkan memilihmu kau seharusnya mempercayai Bara"

Jihan tahu bahwa banyak cewek yang menyukai pacarnya. Tapi Dinda yang sangat mengancam posisinya disamping Bara. Jihan takut, suatu saat Bara memutuskan untuk bersama Dinda, Jihan mengubah ketakutan itu menjadi amarah "Beraninya kau mengajariku bagaimana mempertahankan hubungan kami?"

Dinda bangkit dari kursi "Aku sudah selesai memberi penjelasan."

Jihan berdiri menahan salah satu tangan Dinda "Aku belum selesai!!"

Dinda melepaskan pegangan tangan Jihan dengan tangan yang lain "Aku tidak memberi penjelasan selain yang sudah kukatakan tadi."

"Aku bisa membuat hidupmu disekolah jadi tidak menyenangkan!" Ungkap jihan sungguh-sungguh.

Dinda tertawa perlahan Jihan tidak tahu bahwa hidupnya sudah lebih baik dari tidak menyenangkan menyukai seseorang yang tidak menyukaimu kembali adalah hal yang paling menyedihkan "Lakukan saja apa maumu" Kata Dinda tidak peduli sambil berbalik.

"Kau akan menyesal Dinda lihat saja!!" Ucap Jihan perlahan tapi pasti.