Chereads / Tiba-tiba cinta / Chapter 15 - Bab 15

Chapter 15 - Bab 15

Bara menatap mata Jihan tanpa ragu saat ini perkataannya tidak salah Jihan menatap Bara dengan terkejut. Ia berusaha meraih tangan Bara, tapi Bara sudah berlari keluar kelas nya. Jihan jatuh terduduk dikursinya sambil menangis. Ia tahu ia telah kehilangan Bara. Bara berlari ke kelasnya dan mencari Dinda ia benar-benar harus meminta maaf pada Dinda.

"Kau melihat Dinda ?" tanyanya pada temannya yang duduk di kelas, temannya menggeleng. Bara melanjutkan pencariannya ke taman sekolah, kantin dan terakhir para murid kelas tiga duduk disana para guru sudah berkumpul untuk memulai acara wisuda .

Pak Bambang melihat Bara "Kau sudah mempersiapkan pidatomu? Acara wisudanya akan dimulai."

Bara hanya bisa terdiam dan memandang ruang aula yang sudah terpenuhi orang tua murid dan putra-putri mereka. Papa dan mamanya sendiri juga sudah duduk, papa memanggil Bara untuk duduk di sampingnya.

"Duduklah dulu di samping orang tuamu," kata pak Bambang "Bapak yakin kau tidak akan bermasalah dengan pidatomu." Karena tidak punya pilihan lain, Bara duduk di samping orang tuanya dan mengikuti acara wisuda selama dua jam berikutnya. Dia menyadari Dinda tidak berada di aula.

Setelah acara wisuda selesai, Bara bertanya pada pak Bambang soal Dinda. " Pak, " katanya penasaran " Kenapa Dinda tidak ikut acara wisuda hari ini? " "Oh, Dinda " jawab pak Bambang.

"Kemarin dia meminta ijazahnya lebih awal, dia mau pindahan ke kota lain. Ibunya dipindah tugaskan." Jelas Bara kecewa mendengar kabar tersebut "Apakah bapak tahu kemana Dinda akan pergi?"

Pak bambang menggeleng. "Bapak tidak tahu, tapi sepertinya hari ini mereka berangkat mungkin mereka sudah dibandara sekarang. Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Bara berlari kencang menuju parkiran mobil, meninggalkan pak Bambang yang merasa kebingungan dengan sikap Bara"

Bara pergi dengan mobilnya secepat mungkin untuk menuju bandara, Ia mencoba menghubungi handphone Dinda dari mobilnya, tapi selalu tidak aktif. Bara mencoba lagi, lagi dan lagi sampai dia melihat pintu masuk bandara dan memarkir mobilnya di tempat parkit, lalu berlari secepat mungkin ke dalam bandara.

Matanya berkeliling mencari Dinda. Ia melihat jadwal keberangkatan pesawat. Ada puluhan keberangkatan disana ia tidak tahu Dinda akan pergi dengan pesawat yang mana.

"DINDA!" Teriaknya putus asa di tengah-tengah kerumunan orang.

Saat memberikan tiket pesawat nya pada petugas bandara, Dinda menoleh ke belakang "Ada apa ?" tanya mama.

Dinda menggeleng sambil tersenyum."Tidak apa-apa, sepertinya seseorang memanggilku tapi itu tidak mungkin, kan?".

Mama tersenyum " Ayo kita masuk" Dinda mengangguk dan berjalan masuk.

Beberapa saat kemudian, pesawat yang akan membawa Dinda lepas landas, Dinda melihat lautan awan di bawahnya dan tersenyum ia sudah memutuskan untuk melupakan masa lalu nya dan memulai lembaran baru.

Bara berlari-lari selama beberapa jam dari satu terminal ke termin lain, tapi tetap tidak menemukan Dinda. Kakinya kelelahan dan ia terduduk di sebuah kursi. Bara menyadari Dinda pasti sudah berada di salah satu pesawat yang lepas landas. Ia telah kehilangan Dinda, tiba-tiba telepon genggamannya berbunyi.

Bara melihat nomor tak dikenal di sana ia sangat berharap dan langsung mengangkat telepon nya.

"Dinda?" harapnya. Tapi suara ditelepon tersebut bukan suara wanita.

"Apakah ini Bara Fareli ?" Bara menjawab "Ya benar saya Bara Fareli "

Si penelpon berkata lagi "Nama saya Julien Barduex. Apakah kau tahu siapa saya?"

Bara terkejut "Saya tahu siapa anda tapi mengapa anda meneleopon saya?"

"Saya sedang melihat gambar rancangan perhiasan anda " kata Julien. Bara tercengang "Saya tahu siapa anda tapi mengapa anda menelepon saya ?"

"Saya sedang melihat gambar rancangan perhiasanmu" kata Julien "Gambar rancanganku ?" tanya bara semakin bingung. "Bagaimana rancangan saya ada berada ditangan anda?"

"Temanmu yang memberikannya ," jelas Julien. "Seorang gadis muda," Bara bisa menebak siapa yang menyerahkan rancangannya, pasti Dinda.

"Kau masih sekolah ?" tanya Julien ingin tahu. "Saya baru lulus SMA," kata Bara.

Julien meminum kopinya perlahan lalu menatap gambar Bara."Kau tertarik pada perhiasan ?"

Tangan Bara gemetaran menutupi kegugupannya "Begitulah,"

" Gambar rancanganmu benar-benar menawan," kata Julien sambil tersenyum. "Kau sangat berbakat." Mendapat pujian dari ahli perhiasan terkenal membuat Bara benar-benar tersanjung.

"Terima kasih."

"Apa rencanamu setelah lulus SMA?" tanya Julien.

"Kuliah," kata Bara singkat.

Julien menatap mata Bara dengan serius "Kau tertarik masuk GIA (Gemological institute of America) di New York?"

Aku bisa memberimu rekomendasi, kau bisa belajar banyak tentang perhiasan disana Bara sungguh-sungguh tergoda dengan tawaran Julien orang tuannya pasti tidak setuju, ia sudah diterima di fakultas kedokteran universitas terkenal kalau ia memutuskan untuk masuk GIA ia tidak akan mendapatkan dukungan orang tuannya sama sekali.

"Saya tidak tahu," jawab Bara jujur. "Sebenarnya saya ingin sekali masuk ke sana, tapi saya tahu biaya kuliah di GIA tidak murah," Bara tahu ia tidak punya uang banyak untuk membiayai kuliahnya. Apalagi papa pasti tidak akan memberi dukunganya material sama sekali. Julien menatap anak muda di depannya dengan tertarik. "Masalahnya bukan dana masalahnya adalah apakah kau sungguh-sungguh ingin menjadi perancang perhiasan?"

" Aku tertarik membeli karya rancanganmu, karyamu akan sangat cocok untuk koleksi musim gugurku nanti kalau kau berminat menjualnya padaku kurasa uangnya cukup membiayai kuliah pertamamu di GIA"

Bara terkejut tidak percaya. "Anda mau membeli karya saya?"

"Kau kelihatannya terkejut sekali," kata Julien. Tertawa sangat lebar.

Aku tidak pernah main-main dalam hal perhiasan.

Sedikit demi sedikit harapan Bara untuk menggapai mimpi yang telah lama terpendam muncul ke permukaan. "Saya jatuh cinta pada perhiasan sejak saya berumur sepuluh tahun," kata Bara berterus terang. "Setelah itu saya tidak pernah bisa berhenti mengagambarnya."

Melihat kesungguhan di mata Bara, Julien tersenyum. Ia mengerti apa yang Bara rasakan "Aku menyukai gambar rancanganmu"katanya kemudian ."Kau bisa menjadi perancang perhiasan yang hebat."

"Aku benar-benar berharap demikian " Ujar Bara."

"Kalau kau benar-benar ingin belajar di GIA aku bisa membantumu, aku kenal dengan pengajar disana kau jangan khawatir"

Bara menatap Julien tidak percaya. "Anda benar-benar akan membantu saya ? Anda bahkan tidak mengenal saya" Bara sedikit takut bukan karena hal apa, tetapi kenapa orang seterkenal Julien terlalu berani berbuat baik kepadanya bahkan orang yang tidak ia kenal bisa saja Bara misalnya adalah orang jahat ia harus hati-hati bukan?

"aku tahu kau adalah orang baik"

Julien memperlihatkan gambar Bara padanya "Sudah lama sekali aku tidak pernah tertarik seperti ini pada karya seseorang. Apalagi kau masih muda kalau kau semuda ini saja kau sudah menunjukkan bakatmu,aku tidak bisa membayangkan apa yang bisa kau lakukan di masa depan."

Bara berpikir keras (Apakah aku punya keberanian mempertaruhkan segalanya untuk menggapai mimpiku? bertahan seorang diri di negeri asing tempat orang dan aku tidak mengenal seorang pun?).