Chereads / Tiba-tiba cinta / Chapter 14 - Bab 14

Chapter 14 - Bab 14

Si petugas tersenyum menyesal "Maaf kau tidak boleh masuk tanpa undangan."

"Apakah saya tidak bisa menemui Mr.Julien Barduex sebentar saja?" tanya Dinda tanpa patah semangat.

Si petugas menggeleng "Maaf jadwal beliau padat sekali. Apalagi ini hari terakhir pameran.Apakah kau punya janji temu sebelumnya?"

Dinda menggeleng.

"Maaf kalau begitu" kata si petugas.

"Tapi Mr.Bardeux ada di dalam sana kan?" tanya Dinda penasaran "Dia akan keluar melalui pintu ini nanti?"

Si petugas menatap Dinda dengan penasaran. "Ya, tapi beliau masih lama berada di dalam sana."

"Tidak apa-apa" kata Dinda tersenyum ramah "Saya akan menunggu disini."

Si penjaga menggeleng atas tekad Dinda dan mulai melayani tamu lain yang menunjukkan undangan masuk.

Dinda berdiri menunggu di samping pintu dengan sabar. Setelah tiga jam Dinda berdiri tanpa mengeluh, si petugas bersimpati dengan kegigihannya, ia memanggil Dinda dan menyuruh nya duduk di kursi yang di tinggalkan salah satu temannya. Dinda tersenyum "Terima Kasih".

Sementara itu dirumah sakit, Bara membawakan makan siang untuk Jihan.

"Bagaimana kondisi kakimu?" tanyanya.

"Masih sakit" jawab Jihan.

"Aku membawakan makan siang untukmu. Makanlah dulu " saran Bara.

"Thanks" Sahut Jihan.

Selama Jihan menyantap makan siangnya, pikiran Bara melayang pada pertemuanya dengan Dinda. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Dinda penasaran setelah merasa Bara tidak memerhatikanya.

Bara memandang Jihan dengan serius. "Sebenarnya apa yang kau pertengkarkan dengan Dinda kemarin malam?"

Jihan sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu "Apa maksudmu?"

Bara mendesah " Aku masih belum mengerti mengapa Dinda tiba-tiba mendorongmu dari tangga".

Mendengar itu Jihan jadi kesal. "Dinda cemburu padaku dia cemburu pada kepopuleranku dan kedekatanku denganmu"

"Benarkah?" tanya Bara curiga "Sepertinya Dinda bukan tipe perempuan seperti itu."

Jihan mencibir "Apakah kau mengetahui semua tentang Dinda? kau tidak tahu sifat Dinda yang sebenarnya kau baru mengenalnya satu tahun ini".

Bara terdiam perkataan Jihan memang masuk akal, kalau dipikir-pikir lagi, Bara memang tidak mengenal Dinda seperti ia mengenal Jihan.

"Ah, sudahlah " kata Jihan kesal "Aku tidak mau membicarakan Dinda lagi nafsu makanku jadi hilang".

"Maaf, kata Bara seharusnya aku tidak membuatmu kesal "Aku mau istirahat" kata Jihan ketus.

Bara mengangguk. "Baiklah, aku akan kembali sore nanti."

Tiga jam berikutnya, Dinda masih duduk di depan pintu pameran matanya melirik jam tangan warna perak ditangannya, Hari semakin semakin sore.

"Kau mau menunggu Mr.Bardeux sampai kapan ?" Tanya si petugas pameran.

"Sampai saya bertemu dengannya "jawab Dinda singkat.

"Apakah bertemu dengan Mr.Bardeux benar-benar penting?" tanya si petugas lagi.

Dinda mengangguk "Ya, penting sekali saya ingin memberikan Mr.Bardeux mimpi seseorang." Si petugas tertegun mendengar perkataan Dinda. Hatinya tersentuh lalu tersenyum pada Dinda "Aku akan membantumu".

Dinda tersenyum senang "Terima Kasih" Tak berapa lama kemudian, seorang pria prancis berambut pirang keluar dari pintu.

Si petugas pameran bergegas menghampiri pria tersebut dan berbicaea padanya lalu menunjuk pada Dinda menyadari bahwa si petugas pameran sedang berbicara dengan Julien Bardeux, Dinda berdiri. jadi, dia lah sang ahli perhiasan terkenal itu.

Dinda mendekati pria asing di hadapannya. "kau ingin menemuiku?" tanyanya pada Dinda. Dinda sedikit terkejut, Julien Bardeux bisa berbicara bahasa indonesia "Anda bisa berbicara dengan bahasa saya?"

Julien Bardeux tersenyum singkat "Ibuku orang indonesia" Dinda sekarang mengerti "Saya ingin memberikan ini kepada anda"

Dinda menyodorkan amplop cokelat di tangannya "Di dalamnya berisi gambar rancangan perhiasan karya teman saya." Julien Bardeux menerima amplop tersebut dari tangan Dinda.

Si petugas pameran tersenyum pada Julien dan menambahkan" Dia ingin memberikan mimpi seseorang kepada anda"

Julien Bardeux tersenyum hangat sambil menatap jam ditangannya. "Ehm, saya masih sedikit sibuk. Tapi nanti malam, saya akan melihat rancangan temanmu itu".

Dinda tersenyum lebar "Terima Kasih, nama perancang dan nomor handphone nya sudah ada di depan amplop sekali lagi terima kasih Mr.Bardeux"

Julien Bardeux tersenyum singkat "Saya pergi dulu" katanya lalu bergegas menuju lift.

Dinda menemui si petugas pameran lagi dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

Sekeluarnya dari hotel, Dinda menatap mentari sore sambil tersenyum hatinya senang sekali, ia berharap Julien Bardeux bisa melihat rancangan karya Bara dan menyadari bakat yang ada di sana.

Pada hari wisuda, Dinda memasukan baju terakhir ke koper kemudian menutupnya "Kau sudah siap?" tanya mama dari depan pintu kamar.

Dinda mengangguk "Ya" mama tersenyum lalu mengulurkan sesuatu pada Dinda "Handphone baru mu, kau bilang handphone lama mu hilang. Jadi, mama putuskan untuk membeli yang baru mama juga membelikan nomor baru untukmu."

"Terima Kasih ma" kata Dinda ia melihat handphone berwarna merah yang diberikan mama dan tersenyum. Handphone baru awal yang baru.

Tak berapa lama kemudian, Dinda dan mama berjalan keluar dari rumah menuju taksi yang akan membawa mereka ke bandara.

Sementara itu di sekolah, Bara mendorong kursi roda yang diduduki Jihan. Jihan berkeras menghadiri wisuda nya, sesampainya Jihan dikelas 3 IPA 2 teman-temanya berlarian untuk menemuinya.

"Aku harus mempersiapkan pidato kelulusan terlebih dahulu " kata Bara dan Jihan mengangguk "Pergilah buat pidato yang bagus, ya" Bara mengangguk.

Setengah jalan menuju aula, Bara baru sadar tasnya masih berada di pangkuan Jihan dan bergegas kembali untuk mengambilnya.

"Kau melihat Dinda hari ini?" tanya Dinda pada salah satu temannya.

Temanya menggeleng. "Tidak sepertinya dia tidak datang"

Jihan mengangguk senang. "Baguslah akhirnya si siswi kampung itu tidak akan membustku marah lagi semuanya sudah berakhir."

"Aku benar-benar tidak menyangka Dinda punya keberanian untuk mendorong mu dari tangga" komentar temanya.

"Kau bisa berjalan?" tanya temannya terkejut "Aku bosan duduk terus" kata Jihan " Kakiku cuman terkilir kok"

"kalau begitu kenapa harus pakai kursi roda?" tanya temannya bingung Jihan mendesah kesal "Supaya Bara bersimpati padaku dong kalau dikiranya aku tidak luka serius, dia tidak akan pernah marah pada dinda dan mungkin saja dia bisa memanfaatkannya, aku tidak mau itu terjadi"

Jihan memandang muka temannya yang berubah pucat terdiam "Ada apa?" tanyanya ia berbalik kemudian menatap arah dipintu kelas Jihan terkejut sekali "Bara....sejak kapan kau disana?".

Bara berjalan ke arah Jihan dengan kesal "Aku kembali ke sini untuk mengambil tasku"Bara mengambil tasnya yang berada di atas kursi roda.

"Kau mendengar semuanya?" tanya Jihan panik.

"kenapa? kenapa kau bohong padaku? aku sudah mengenalmu sejak kecil! aku peduli padamu..aku percaya padamu."

Jihan benar-benar menyesal "Maaf, aku benar-benar menyesal melakukan semua ini"

"Kalau kau menyesal" tegas Bara lagi "Mengapa amarah Bara"

Jihan tidak bisa menahan emosinya "Karena aku takut, oke?! Aku benar-benar takut, Bara! aku melihat caramu menatapnya aku tidak mau kehilanganmu".

Jihan tertegun ia tidak pernah melihat Bara sesedih ini. Bahkan sewaktu orangtua Bara memarahinya soal gambarnya, Bara hanya kecewa ia tidak pernah seperti ini. Jihan berkata perlahan "Aku takut kau lebih menyukainya dari pada aku."