Chereads / Kenangan yang Mengikuti / Chapter 9 - Ayah dan Putri

Chapter 9 - Ayah dan Putri

Mawar langsung mengambil kursi untuk Naura kerena memang setiap meja ini hanyak memiliki delapan kursi yang saling berhadapan sedangkan jumlah mereka semua sepuluh orang dengan Naura. Sudah menjadi kebiasaan jika tidak cukup mereka selalu menggotong kursi lain dibawa ke kursi mereka.

Pemilik rumah makan tidak akan marah dengan hal itu biasanya justru pemilik rumah makan yang melakukannya. Butik dan rumah makan ini seperti sudah menjadi keluarga. Kali ini Mawar yang melakukannya karena pemilik rumah makan atau yang biasa di panggil pak Alam sedang sibuk memenuhi banyak pesanan di waktu jam makan siang dan Mawar hanya mengambil kursi kosong yang belum ditempati. Jadi, tidak sampai menganggu orang yang sudah di meja itu karena memang kosong.

"Terima kasih Mawar," ucap Naura tersenyum kepada Mawar lalu segera duduk dan bergabung dengan para karyawannya.

"Waduh, untung mbak Naura cepat kesini kalau tidak semua makanan yang tersaji banyak dimeja ini akan dihabiskan oleh Dani," ucap Felix setelah tadi buru-buru menguyah makanan lalu menekuk air putih.

Kebiasaan Felix selain tebar pesona juga banyak bicara. Tidak apa-apa orang seperti Felix selalu bisa diandalkan jika mendapati suasana canggung atau yang semacamnya. Akan tetapi, sangat membuat muak ketika mulut Felix yang terus berbicara tanpa memikirkan ucapan yang keluar dari mulutnya.

Contohnya seperti sekarang ketika nama Dani disebut kedua mata hitam itu siap akan menusuk jantung Felix.

Dani adalah karyawan yang menjabat dibagian operasional bersama Jonanta. Dani memang satu karyawan yang membuat karyawan lain jarang mengajaknya mengobrol karena jika ditanya diluar pekerjaan Dani hanya akan menjawabnya singkat. Jawaban yang membuat lawan bicaranya menyerah untuk mengajaknya berbicara.

Meski begitu tim operasional selalu bertanggung jawab dan kerja sama terjalin dengan baik. Jonanta dan Mawar yang satu tim dengan Dani bahkan sangat menyukai cara kerja Dani yang bagus itu.

Memang kekurangannya sangat jarang membuka percakapan jika berhubungan di luar dunia pekerjaan. Akan tetapi, bukankah semua orang mempunyai kekurangan?

Jadi, tidak masalah.

"Susah-sudah aku kesini hanya ingin cepat makan kerena cacing-cacing di perutku sudah protes agar segera menerima makannya bukan justru melihat perkelahian antara dua laki-laki seperti ini," ucap Naura yang memutus tatapan tajam yang dilayangkan Dani kepada Felix.

Langsung saja tawa muncul ditengah-tengah mereka akibat ucapan Naura tadi.

"Makin gemes aku sama Dani tuh, kalau kayak gitu terus mana berani Elda mau deketin."

"FELIX!"

Kembali suara tawa terdengar dan kini Felix sangat menderita karena mendapat serangan dari Elda. Disisi lain ada Naura yang melirik Dani, terlihat sedikit salah tingkah akan tetapi itu hanya terjadi beberapa detik tidak lama dan Dani kembali seperti karakternya lagi. Dingin dan sangat kaku tetapi Naura sangat mengetahui jika sebenarnya perasaan Dani berbeda kepada Elda.

Bukan hanya sebatas teman kerja.

Ah, Naura selalu senang jika berada ditengah-tengah tim kerjanya ini. Mereka semua adalah orang baik, orang-orang yang telah bekerja keras agar butik yang Naura dirikan sampai ketitik ini. Kerja tim yang membuat Naura merangkul semua karyawannya yang sudah seperti keluarga itu.

Untuk sementara masalah Naura hilang.

***

"Papa Naura ingin sekali pulang akan tetapi belum bisa?"

"Apa maksud kata pulang yang kamu ucapkan Naura. Rumahmu adalah Aldi bukan papa ataupun kakak laki-lakimu. Perintah suami adalah suatu keharusan yang kamu taati"

Naura menggigit bibir bawahnya.

"Tapi Naura masih menjadi 'putri' ayahkan"

Entahlan, terkadang cara pikir Naura sering kelewat overtinking. Memang benar apa yang dikatakan papanya, setelah menikah Naura adalah tanggung jawab Aldi sebagai suaminya.

Terdengar suara tawa dari seberang, buru-buru Naura mengahapus air matanya yang saat itu jatuh.

Menangis adalah perbuatan yang manusiawai, Naura bukan wanita yang selalu mencegah air matanya saat ingin jatuh. Naura adalah wanita yang mempunyai karakter selalu menunjukkan apa yang dirasakannya. Sesuatu yang dipendam akan membuat Naura sangat tidak nyaman sehingga membuat dadanya sesak seperti saat ini.

Naura masih menyimpan sesuatu di dalam lubuk hatinya dan dengan penuh kesabaran Naura menyimpannya. Meski itu bukanlah karekter Naura yang sesungguhnya.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan kini dunia Naura tidak lagi sama memang ada sesuatu yang merubah Naura. Menyimpan sesutau dan mengungkapkannya secara langsung. Sekarang Naura menjadi orang yang pemilih untuk menunjukkan ekpsresinya dimana dan kapanpun Naura berada.

Dewasa banyak hal yang harus dirubah.

Naura sangat sayang kepada keluarganya juga dengan Aldi. Keduanya sangat berharga untuk Naura.

"Selamanya Naura adalah putri kesayangan papa tidak akan pernah merubah itu semua. Papa hanya ingin putri kesayangan papa ini menuruti perintah suaminya. Setelah menikah surgamu ada di suamimu anakku"

"Naura janji akan ke rumah papa jika hari libur. Tadinya Aldi meminta berkunjung sesegera mungkin bila perlu hari ini akan tetapi Naura tolak. Maaf pa, Naura tidak ingin mengganggu pekerjaan Aldi akan tetapi bukan berarti Naura menomor duakan papa, Naura.."

Belum selesai Naura menuntaskan perkataannya papa sudah terlebih dulu berbicara dari sebrang.

"Papa senang jika kamu menuruti suamimu dan papa juga senang jika kamu memiliki pemikiran seperti itu. Papa sudah baikan sekarang, besok juga papa akan kembali beraktivitas. Papa tidak ingin putri papa mendapat dosa karena telah berjanji, pintu rumah papa selalu terbuka untuk putri papa ini. Kapanpun kamu boleh kesini ketika waktu senggang dan tidak mengganggu pekerjaanmu ataupun Aldi. Papa tidak mau menjadi beban Naura"

Naura sangat paham apa yang dikatakan papanya itu, janji adalah kewajiban yang harus ditepati dan jika tidak menepatinya maka dosa adalah imbalannya.

"Sama sekali tidak pa"

Sahut Naura dengan cepat.

Percayalah Naura tidak berpikir sampai kesana. Papanya adalah kehidupan utama Naura bukan beban.

"Jaga kesehatan, sekarang musim hujan jangan lupa pakai mantel kalau keluar untuk jaga-jaga. Papa sangat khawatir jika putri papa demam"

Naura tersenyum sangat samar. Usia Naura kini sudah 23 tahun, usia dimana banyak teman-teman darinya yang jauh dengan orang tuanya dan dekat dengan temannya atau tidak, sudah berkeluarga lalu sibuk dengan keluarga kecilnya.

Akan tetapi Naura anak perempuan yang sangat dekat dengan kedua orang tuanya. Naura tidak pernah menyangkal jika ada orang yang menjulukinya anak mami atau papi tetapi untungnya belum pernah ada temannya yang menjulukinya dengan sebutan itu. Naura memang benar sangat dekat kepada kedua orang tuanya dan meski sudah berkeluarga papa selalu memperlakukan Naura seperti anak kecil.

Tidak masalah Naura suka dengan itu.

"Iya pa, papa juga sehat-sehat. Jangan lupa minum obat yang diberi dokter pa"

"Iya, tadi baru mau minum tetapi kamu menelpon"

"Jadi ini salah Naura pa karena papa belum minum obat?"

Terdengar suara tawa lagi.

Sesuatu yang tidak lucu memang untuk sebagain orang lucu. Semenarik itu memang dunia.

"Iya sudah, papa minum obat dan istirahat"

"Baik tuan putri"

Setelah ucapan perpisahan singkat antara bapak dan anak perempuan itu sambungan telpon itu terputus.

Naura sangat lega luar biasa mendengar papanya yang sudah kembali ceria dan baik-baik saja.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan sudah menjadi kebiasaan bagi Naura pulang di jam sekarang ini jika tidak memiliki pekerjaan yang membuatnya lembur.

"Haruskah aku pulang, bahkan Aldi sekarang lembur lagi. Apa yang harus aku lakukan?" Naura menyanarkan kepalanya pada kursi putar yang ditempatinya duduk.

Sungguh Naura sangat kesepian berada di rumah sendiri. Naura ingin jalan-jalan setidaknya sampai jam sembilan malam agar menunggu Aldi tidak terlalu lama.

Naura mengembuskan napas sangat berat lalu bangkit dari kursinya dan melangkah keluar.

Tidak banyak yang bisa Naura lakukan memang.