Naura benar-benar mempercepat semua gerakannya karena tidak ingin membuat Aldi menunggu lebih lama lagi.
Setelah memoles wajahnya dengan beberapa polesan make up Naura tidak langsung keluar dari kamar, terlebih dahulu memutar tubuhnya di depan kaca untuk memastikan jika penampilannya sudah pas untuk malam ini.
Pas saja sudah cukup karena tidak ada kata sempurna untuk perbuatan yang dilakukannya. Terlihat baik dan juga pas itu saja lebih dari cukup, semua penampilan ini hanya ditunjukkan untuk Aldi. Jujur saja ketika Naura keluar rumah sudah terbiasa dengan make up yang sederhana cukup untuk menampilkan wajah yang segar dan enak dipandang.
Akan tetapi, sangat berbeda jika sudah berada didalam rumah ketika bersama Aldi, semua ilmu yang telah Naura dapat dari berbagai media sosial dalam bidang merias wajah Naura aplikasikan.
Naura ingin memperlihatkan pemandangan baru setiap harinya, Naura ingin Aldi selalu memandanganya dengan kagum. Naura ingin selalu memenuhi pikiran Aldi, seserakah itu memang Naura ketika berkaitan dengan Aldi.
Miliknya, yang akan terus dijaga dengan sepuh jiwa dan raga.
Semoga takdir begitu baik dengan kisah cinta mereka.
Barulah setelah dirasa cukup Naura melangkah keluar dengan langkah yang sangat ringan. Meski ada hukuman yang sudah menanti, membayangkan Aldi yang mau memaafkannya membuat Naura benar-benar sangat lega.
Langkah Naura terhenti ketika tidak mendapati Aldi duduk dimeja makan.
Kening Naura mengeryit.
"Aldi, kemana kamu?"
Naura sedikit meninggikan intonasinya dan mulai melangkah menyelusuri sudut ruangan di rumah kecilnya ini.
Tanpa ada peringatan tiba-tiba saja tangan kokoh yang sudah sangat Naura kenal membawa tubuhnya untuk masuk ke dalam gendongannya.
Lagi dan lagi, Aldi tidak pernah kehabisan cara untuk membuat Naura terkejut sekaligus senang.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Naura mengeratkan pelukan kedua tangannya pada leher Aldi.
Mengamati betapa indah rupa suaminya, kedua mata yang selalu menyorotkan kasih sayang, hidung mancung, alis tebal dan rahang yang kelewat tegas itu selalu menjadi candu Naura untuk terus melihatnya.
Sama sekali tidak bosan untuk memperhatikan suaminya.
"Jika kita segera makan malam bersama maka hukuman agar segara kamu dapatkan," ucap Aldi menatap kedua bola mata milik Naura, menguncinya dengan sorot mata yang benar-benar memabukkan.
Cinta yang tidak pernah bisa sepenuhnya tersampaikan karena begitu besar dan kuat yang berada dihati Naura terasa sangat sesak. Semua yang Naura ucapkan serta lakukan tidak akan pernah bisa mengambarkan betapa Naura sangat mencintai Aldi.
Naura sangat bahagia.
"Hukumanmu membuatku takut tetapi juga senang."
Naura memainkan rambut suaminya yang masih tetap berjalan sambil mengendongnya. Langkah kaki Aldi tidak berhenti di meja makan, masih terus berjalan.
Entah kemana, asalkan bersama Aldi, Naura tidak merasa cemas.
Aldi mengangkat alisnya sebelah lalu tersenyum miring. Bukan menampilkan ekspresi wajah yang garang tetapi seperti sedang menggoda Naura.
Selama ini yang Aldi sebut sebagai hukuman adalah pekerjaan-pekeraan yang selalu membuat Naura senang. Tidak ada hukuman yang menyakiti Naura tetapi kali ini Naura merasa jika hukuman yang akan Aldi berikan berbeda dari biasanya.
Hukuman yang Aldi berikan salah satunya adalah Naura harus memijat Aldi selama satu minggu tetapi bukan hanya Aldi yang dipijat melainkan Naura juga. Ketika Naura sudah selesai memijat Aldi, Aldi selalu memijat balik Naura.
Itu adalah salah satunya, hukuman yang sangat bermanfaat bagi keduanya.
Aldi mendudukkan Naura di kursi, ternyata taman belakang sudah dihias oleh Aldi. Taman yang biasanya hanya ditumbuhi tanaman malam hari ini berubah menjadi taman yang memunculkan lampu kerlap-kerlip yang sangat indah.
Taman yang dihias sedemikian rupa.
Naura tersenyum sangat manis.
"Siapa yang menghias taman ini?" Tanya Naura yang kembali mengedarkan pandangan untuk melihat taman kecil yang indah ini sampai pada akhirnya matanya bertemu pada kedua bola mata coklat berkilau milik Aldi.
Duduk dihadapannya dengan kedua siku-siku yang didirikan serta dagu yang bertumpu pada tangan.
Aldi tengah memandang istrinya.
"Aku."
"Kapan? Tadi pagi aku masih membereskan taman ini tidak ada hiasan seperti ini?" Naura juga sedang menatap Aldi.
"Itu adalah pekerjaan yang sangat rahasia."
Jawaban Aldi membuat tawa Naura pecah.
"Kamu tidak percaya jika suamimu sendiri yang menghias taman ini?"
Naura langsung menggeleng dan masih tertawa.
Seketika Aldi menghempaskan tubuhnya untuk bersandar pada kursi yang ditempatinya duduk.
Raut wajah sedihnya membuat tawa Naura reda.
"Aku tidak percaya, laki-laki yang biasanya hanya memegang berkas setiap harinya mampuh menghias taman secantik ini."
Sudut bibir Aldi terangkat, memperlihatkan bulan sabit yang indah.
"Kamu meragukan suamimu ini?"
Naura menggeleng-gelangkan kepalanya.
Aldi adalah sebuah kado, Naura yang tidak pernah tahu apa isi yang berada didalamnya. Sebuah kado yang selalu Naura rasakan kejutannya.
Naura mengambil piring Aldi untuk diisi nasi dan beberapa lauk yang sudah tersedia.
"Aku berdo'a supaya makanan ini tidak menghilangkan kenikmatanmu ketika menyantap masakanku," ucap Naura meletakkan kembali piring Aldi dihadapannya lalu beralih mengambil piringnya sendiri melakukan apa yang dilakukannya barusan.
"Aku terpaksa melakukannya, aku ingin malam ini kamu istirahat dan menemaniku saja."
"Istirahat yang seperti itu justru membuatku khawatir."
Dengan gemasnya Aldi mengusak rambut Naura pelan tidak sampai merusak tatanan rambut Naura sedangkan Naura kembali tersenyum.
Percayalah, hanya hal-hal kecil seperti ini mampuh membuat Naura cemburu. Sepertinya Naura memang harus segera menghilangkan hal semacam ini tetapi dalam waktu dekat belum bisa.
Naura akan berusaha menghilangkannya, itu janji Naura.
"Masakan istriku tetap yang nomor satu."
Naura mengangguk lalu keduanya mulai menyantap makanan yang tersaji dan obrolan kecil menemani makan malam kali ini yang membuat tawa dari keduanya sampai pada perkataan Naura yang mengembalikan ekspresi Aldi pada keadaan serius.
"Setelah hari libur, aku berniat untuk kembali ke rumah sakit."
Naura selalu memikirkan hal ini. Naura akan terus berusaha, Naura ingin memberikan keturunan untuk Aldi. Naura ingin melengkapi keluarga ini, Naura ingin menambah kebahagiaan Aldi.
Aldi meletakkan sendok dan garbunya lalu menggenggam erat tangan Naura. Memberikan kenyamana keseluruh tubuh Naura.
"Kesabaran kita akan membuahkan hasil."
Naura mengangguk.
"Maaf," lirih Naura tertunduk tidak bisa menatap mata coklat milik Aldi.
Aldi mengangkat dagu Naura, memaksa untuk melihatnya. Aldi tidak pernah suka jika ketika Naura bicara tidak menatap matanya.
Seperti sangat kosong dan hambar, seolah-olah terabaikan.
Aldi menggeleng.
"Tidak perlu saling meminta maaf, kita langitkan do'a dan terus berusaha. Ini adalah waktu untuk saling menggenggam, semua ada waktunya."
Naura menggigit bibir bawahnya, menguatkan dirinya agar tidak menangis.
"Dan jangan pernah melakukan ini."
Tangan Aldi naik pada bibir Naura menghentikan tindakan Naura.
"Jangan pernah menyakiti dirimu sendiri."
Bolehkan Naura meminta satu permintaan, Naura ingin selalu bersama Aldi.
Selama-lamanya.