Chereads / Kenangan yang Mengikuti / Chapter 15 - Hanya Sebuah Pertemuan

Chapter 15 - Hanya Sebuah Pertemuan

Seperti biasa para karyawan butik Naura mengerjakan tugasnya masing-masing dan Naura tidak segan-segan untuk mengawasi mereka setiap saat.

"Itu sangat bagus Felix," ucap Naura ketika sampai di meja Marketing.

Felix yang merasa mendapat pujian langsung tersenyum lebar dan mungkin saja telinganya sudah sangat lebar.

Felix yang sangat haus akan pujian.

Naura memperhatikan layar laptop Felix terdapat grafik data lonjakan pelanggan pada bulan ini.

"Sombong," celetuk Mawar yang kebetulan lewat dengan membawa kopi di tangannya. Mawar adalah wanita pencinta kopi, jika ada kopi didekatnya itu sangat memudahkan Mawar apa yang dilakukannya.

"Iri," sahut Felix.

Naura tersenyum geli, begitulah dua orang ini jika disatukan. Tidak pernah akur dan selalu ada bahan untuk berdebat.

"Itu juga hasil kerja kita, kamu hanya bertugas pemasaran Felix jangan sombong. Yang ada justru tiga orang sangat berkerja keras memikirkan bagaimana harus ada peningkatan setiap bulan atau bahkan harinya."

"Jangan sombong juga, kalau pemasaran yang kurang bagus juga tidak akan seperti ini."

Naura yang melihat Mawar akan membuka mulut kembali buru-buru dicegahnya.

"Sudah, lanjutkan kerja kalian," ucap Naura sampai harus mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah.

Mawar menatap tajam Felix sedangkan Felix hanya mengangkat bahu tak acuh lalu Mawar kembali pada meja kerjanya. Mudah saja bagi mereka berdua melupakan apa yang baru saja terjadi dan langsung tenggelam pada layar laptop masing-masing.

Naura hanya menggeleng lalu melangkah menuju ruang kerjanya kembali serta sudah ada Halen yang melangkah dibelakangnya. Seperti biasa membicarakan bagaimana kejelasan gaun yang akan segera dibuat.

***

Tiba-tiba saja pintu ruang kerja Aldi dibuka dengan gerakan yang sedikit kasar dan bersamaan dengan seorang wanita yang sangat dikenalnya.

"Maaf Pak, nona ini menoros masuk."

Mata mereka bertemu untuk sesaat hanya terdiam.

"Biarkan dia masuk."

Karyawan yang menjabat sebagai sekertaris itu mengangguk lalu membalikkan badan dan melangkah menjauh dari sana.

Keadaan dua orang itu masih sama-sama terdiam akan tetapi wanita ini sudah menutup pintu lalu berjalan masuk serta tidak membutuhkan waktu lama untuk duduk dikursi yang berhadapan langsung dengan Aldi.

"Apa yang kamu inginkan?"

"Sederhana, hanya sebuah pertemuan," jawab wanita begitu lugas serta menatap laki-laki yang selalu dinantinya untuk segera menemuinya.

Rasa rindu seakan sudah membuat seluruh tubuhnya membeku.

Aldi menutup semua berkas dan menatap wanita dihadapannya masih dengan tatapan yang sangat datar.

Bohong jika Aldi sudah melupakan wanita yang ada dihadapannya, hanya saja semua telah berlalu tidak ada yang tersisa. Berdamai dengan segala yang telah terjadi adalah hal yang memungkinkan untuk bahagia dan sekarang Aldi sudah jauh dari kata bahagia.

Semua tidak lagi sama dan seharusnya wanita itu mengerti serta paham, semua yang terjadi pada masa lalu tidak selamanya mendapat tempat dimasa depan.

"Bukankan kita sudah berjanji?" tanya Aldi.

"Sebuah janji yang dibuat dengan unsur keterpaksaan," jawab wanita itu begitu tenang meski sesungguhnya hatinya bergemuruh.

Ingin sekali memeluk laki-laki yanga kini sudah berada dihadapannya, sangat dekat dan memang seharusnya itu bisa dilakukan tapi apa daya tidak semudah itu untuk memeluk laki-laki yang ada dihadapannya, sekarang.

"Aku hanya menunaikan perintah kakek agar aku menjengukmu," ucap wanita itu yang memilih untuk menyudahi tatapan dengan Aldi.

Sungguh, itu bukan tatapan yang selama ini wanita itu inginkan. Wanita itu terus menutup mata serta hatinya dan berbisik dalam hati jika semua akan tetap sama tidak ada yang berubah.

Meyakinkan diri sendiri adalah sebuah kekuatan yang terbilang besar.

Wanita itu meletakkan sebuah kotak nasi lengkap dengan botol minuman.

"Makanlah, setelah itu aku akan pergi."

Aldi menghela napas, lalu tangannya mengambil tas yang terletak disampingnya dan mengeluarkan dua benda yang persis dihadapannya. Benda yang wanita itu bawa sudah berada didalam tas Aldi lebih dulu dan itu jelas dari wanita yang berbeda.

Wanita itu menyandarkan punggungnya pada kursi lalu mengamati ruang kerja Aldi. Lebih tepatnya kembali menutup dirinya dengan semua yang terjadi.

Masih ada harapan, wanita itu masih sangat punya harapan. Tugasnya harus terus berusaha agar semua yang diharapkan dapat terwujud.

Wanita itu sangat yakin bisa mendapatkannya, bukankah selama ini apa yang menjadi keinginananya akan didapatkan? Dengan harapan yang menjulang serta usaha keras pasti akan selalu terwujud.

Keegoisan untuk bisa membahagiakan diri sendiri, terlalu lama memendam, setidaknya memiliki secercah cayaha sudah sangat cukup. Selama dunia masih berputar usaha terus dikerahkan, menutup mata dengan apa yang terjadi untuk memujudkan sebuah impian.

Entah bagaimana cara kerja pikirannya, seolah sudah hilang kendali. Harapan besar yang diwujudkan dengan berbagai cara yang menurutnya benar tetapi sangat salah di mata orang lain.

"Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot kesini dan membawa semua ini, aku sudah mempunyainya," ucap Aldi mengangkat alis sebelah serta mata yang mengintimidasi.

Seperti ada benda tajam yang menikam hati wanita itu mendengar ucapan Aldi.

Sepenuhnya wanita ini sangat sadar akan tetapi kembali memilih untuk tidak sadarkan diri.

"Mungkin kamu akan lapar nanti, makanan yang aku bawa bisa mengganjal perutmu setelah makanan yang kamu bawa itu habis," jawab wanita yang seolah-olah memperlihatkan betapa tenangnya dia sekarang duduk dihadapan Aldi.

Kedua mata pun ikut serta dalam peran kali ini, menatap balik Aldi dengan tatapan yang datar juga. Itu yang dirasakan wanita itu entah apa yang dilihat Aldi.

Terkadang apa yang dirasakan oleh diri sendiri selalu bertolak belakang dengan apa yang orang lain lihat.

Percayalah wanita ini hanya ingin bahagia.

Aldi menarik tubuhnya dan bersandar pada kursi putarnya, tempat ternyaman Aldi selama berada di ruang ini.

"Kenapa kamu kembali?" tanya Aldi akan tetapi kali ini tidak menatap kedua mata cantik milik wanita yang ada dihadapannya dan memilih untuk menatap sebuah benda yang telah menjadi kekuatannya selama beberapa tahun ini.

Sebuah benda yang membuatnya begitu kuat dan bahkan bisa keluar dari dunia yang selama ini mengitarinya. Terlalu jauh memang Aldi melangkah dan begitu takut untuk kembali.

"Aku hanya ingin mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku."

Untuk beberapa tahun berpisah dan baru kali ini bisa bertatapan dengan jarak yang sangat dekat serta berada didalam ruangan yang sama. Seolah-olah semua kenangan masa lalu menguak begitu saja, kenangan yang seharusnya menjadi kenangan yang indah dan terus dikenang serta menjadi sebuah cerita indah itu kini seperti sebuah gambaran kekegalapan.

Apa yang telah direncanakan tiba-tiba saja memburam dan lambat tahun menghilang.

Aldi tersenyum miring merespon perkataan wanita yang duduk dihadapannya.

"Kedua matamu tidak bisa berbohong, jika saja kamu tidak egois." Batin Aldi yang sangat mengerti apa yang wanita ini rasakan.

Ekspresi palsu yang ditampilkan oleh wanita dihapannya memang sangat mudah ditebak oleh Aldi.

"Sebuah kemilikan," sahut Aldi seolah sedang mengoreksi ucapan wanita yang dihadapannya, "Kepemilikan yang sudah terbuang dikotak sampah lalu kamu ingin memungutnya atau sebuah keindahan yang kamu telat menyadarinya."

Mulut wanita itu kelu.

"Seharusnya tanyakan kepada dirimu sendiri kenapa kamu melakukan itu? Kenapa tiba-tiba saja menghilang dan bahkan membiarkan seorang kelinci sendirian serta tidak sampai disitu kamu membiarkan kelinci itu kedinginan. Kepemilikanmu sudah berlari menuju kehangatan sekarang."

Wanita tercekat, kedua matanya memanas.

Tidak bisakah menunggu?

"Kamu terlalu egois." Hanya ucapan itu yang bisa keluar dari mulut wanita itu, semua ucapannya tidak bisa keluar melalui mulutnya sendiri. Seolah jika ucapan itu keluar maka luka yang didapat.

"Kamu bilang aku egois?" tanya Aldi dengan tidak menyangka, "Lalu kamu bagaimana?"

Sungguh wanita itu mati-matian menahan air matanya yang akan jatuh dan mengantikannya dengan membuang napas kasar serta memalingkan wajah.

Akan tetapi, tunggu dulu, usaha untuk menahan diri kembali mendapat musibah. Kedua mata cantik itu melihat sebuah gambar yang menempel pada dinding ruangan ini, sebuah gambar dua orang yang tersenyum bahagia menggunakan pakaian yang seharusnya wanita itu kenakan bersama Aldi.

Lagi-lagi keputusannnya untuk datang menemui Aldi adalah goresan luka, goresan yang semakin bertambah.

Lalu tiba-tiba saja wanita itu bangkit.

"Kita akan bertemu lagi, selesaikan dulu pekerjaanmu," ucap wanita itu, menatap sekilas Aldi lalu melangkah pergi dari ruangan ini.

Wanita itu menekankan dirinya sendiri kembali, bukan dia ingin menyerah akan tetapi mencari waktu yang baik untuk bertemu kembali.

"AAARKGHHHHH." Teriak Aldi bersamaan dengan benda yang terlempar pada dinding.

Air mata yang tadinya ditahan akhirnya jatuh juga, membiarkan air mata itu mengalir dan tidak lagi membendungnya. Semua membutuhkan pelarian tidak terkecuali air mata.

"Kamu egois Aldi."