Dalam keadaan yang sadar kini Naura mulai menegakkan punggungnya pada kepala ranjang. Melirik jam yang menempel pada dinding kamar menunjukkan angka 02.00 dini hari dan Aldi masih berada diluar. Terdengar dari suara mesin mobil yang melaju pada jalan malam yang bisa dikatakan sepi.
Sambungan telpon yang dibiarkan hidup akan tetapi sama sekali tidak ada percakapan setelah kata maaf dilontarkan oleh Aldi dan entah mengapa perasaan khawatir sepenuhnya membalut Naura. Perasaan yang sama sekali tidak nyaman serta benak yang terisi penuh dengan semua pemikiran yang mengarah kepada ketidak jelasan.
Naura menggigit bibirnya.
"Hallo"
Ulang Naura dan belum juga mendapat jawaban dari Aldi.
"Kamu dimana? Kamu baik-baik saja Aldi?"
Meski sangat takut akan tetapi Naura memaksakan dirinya untuk bertanya.
Menerka-nerka sesuatu yang tidak jelas memang selalu membuat perasaan menjadi resah.
"Bagaimana pekerjaanmu apa sudah selesai?"
Belum ada jawaban juga, Naura semakin menggigit bibir bawahnya dengan lebih kasar sampai merasakan ada bau amis dan warna merah mengalir dari bibirnya.
Naura sama sekali tidak mengusap warna merah itu hingga sampai menetes pada selimut tebal putih yang membalut tubuhnya itu.
Gigitan bibir yang dirasa menggila dan juga tidak terkontrol. Kebiasaan yang selalu mendapat teguran dari Aldi tetapi sangat berbeda dengan sekarang sampai bibir Naura terluka Aldi tidak menegurnya sembari mengusap bibir Naura dengan lembut.
Aldi tidak ada dihadapan Naura saat ini tetapi disebrang sana, entah dimana keberadaannya sekarang. Hanya saja Naura mendengar suara mobil yang melaju di jalananan malam.
"Mau kemana lagi kamu Aldi, pulanglah." Batin Naura yang tidak sanggup membuka mulutnya kembali dan membiarkan sambungan telpon hidup tanpa adanya percakapan.
Aldi benar-benar mengabaikannya sekarang.
Jarum jam terus berputar sampai akhirnya jarum pendek menunjuk angka 04.00 barulah sambungan telpon terputus dan selama itu Naura tidak menjauhkan ponselnya dari telinganya dengan posisi duduk yang tetap. Tidak berubah sama sekali.
Setelah sambungan telpon terputus barulah terdengar suara mobil yang memasuki garansi rumah sederhana milik mereka berdua dan langsung saja Nanura bangun dari tempat tidur.
Menghapus air mata yang jatuh dengan sendirinya dan baru merasakan perih yang bersumber dari bibirnya.
Naura mendengus kesal ketika dirinya sudah berdiri dihadapan kaca melihat betapa berantakan penampilannya dan menghapus kasar wajah serta bibirnya. Mengabaikan rasa perih dibibirnya serta melangkah keluar.
Seperti biasa Naura ingin menjadi seorang wanita yang menyambut Aldi ketika sudah pulang selalu melayaninya dengan sepenuh hati.
Akan tetapi, pagi ini Naura kurang beruntung ketika hendak keluar dari kamar Naura harus terjatuh karena tindakan cerobohnya sendiri sampai harus tersandung kakinya sendiri.
Sungguh miris.
"Auhhh," lirih Naura sambil memijat kakinya, menghilangkan rasa sakitnya dan ketika hendak berdiri tiba-tiba saja sudah ada kedua tangan kokoh yang membawa tubuh Naura kedalam dekapannya begitu hangat dan sangat damai tetapi kali ini perasaan Naura tidak sepenuhnya tenang.
Langkah Aldi tegas dan mulutnya juga masih tertutup rapat.
Naura kembali menggigit bibir bawahnya.
Aldi mendudukkan Naura dipinggir ranjang, berjongkok dihadapan Naura serta membawa kedua kaki Naura tepat dipahanya.
Memijat dengan lembut akan tetapi Naura sedikit terlonjak karena sakit.
"Maaf." Lirih Aldi benar-benar suara yang sangat pelan tetapi bisa mudah ditangkap oleh telinga Naura karena begitu sepi dan sunyi hanya ada dua orang yang tidak saling menatap serta terdiam.
"Kamu sudah makan?" tanya Naura benar-benar berusaha sangat keras untuk menghilangkah pikiran negatif.
Aldi mendongak, melihat tepat pada kedua mata Naura dan tanganya terulur untuk mengelus bibir Naura yang terlihat luka.
"Aku tidak suka dengan kebiasaanmu yang seperti ini, jangan sakiti dirimu sendiri," ucap Aldi begitu lembut mengelus bibir Naura.
Ingin rasanya Naura kembali menggigit bibir bawahnya tetapi tertahan oleh tangan Aldi yang masih berada disana, mengelusnya dengan kelembutan dan Aldi mendekatkan wajahnya sangat dekat dengan Naura sampai akhirnya kecepukan lembut mendarat pada bibir Naura.
Sebatas menempel tidak menuntut lebih.
"Besok kita akan ke dokter," ucap Aldi dan kembali berjongkok dan memijat kaki Naura.
"Besok kamu harus bekerja Aldi."
"Aku sudah mendapatkan izin untuk besok tidak masuk kantor, kita akan bersama-sama ke dokter," sahut Aldi memandang wanitanya yang selalu terlihat cantik itu.
Ketika ingin melontarkan pertanyaan akan tetapi mata Naura melihat raut wajah Aldi yang sangat capek Naura urungkan dan memilih untuk tersenyum lalu mengusap kepala Aldi.
Naura menghela napas, "Baiklah kita besok ke dokter," pungkas Naura pada akhirnya.
Aldi tersenyum.
Aldi membutuhkan waktu lima belas menit untuk memijat kaki Naura yang sedikit sakit akibat jatuh tadi. Hanya terjadi percakapan singkat serta adu pandang dan senyum tipis tidak banyak yang mereka berdua bicarakan dengan kondisi tubuh yang lelah Naura menahan kembali banyaknya pertanyaan yang menggenang dibenaknya.
Entah sampai kapan beban itu akan ditanggungnya, semakin hari semakin terasa berat dan keputusan Naura untuk menahan mulutnya tidak bertanya seakan memberikan ketidaknyamanan untuk dirinya.
Naura tidak tega, itulah yang terjadi. Naura ingin melontarkan banyak pertanyaan jika sudah mendapat waktu yang tepat dan dalam kondisi yang tenang. Naura ingin membicarakan masalah ini dengan kelapa dingin.
Naura ingin yang terbaik dalam segala pemecahan masalah yang terjadi di dalam rumah tangganya. Akan Naura jaga selalu apa yang telah menjadi miliknya.
Suatu kehormatan bagi Naura untuk melakukan hal itu.
"Aku mandi dulu, kamu lanjutkan beristirahat," ucap Aldi menurunkan kedua kaki Naura dari pahanya dengan penuh kehati-hatian serta membantu Naura kembali pada posisi berbaring.
Naura masih diam serta memperhatikan suaminya tersebut, sangat terlihat jelas jika ingin Aldi sampaikan tetapi mulutnya seakan masih tertutup rapat mengenai masalah itu.
'Apa yang terjadi sebenarnya Aldi?' Naura hanya bisa membatin.
Naura lelah dengan caranya sendiri yang tidak ingin memperburuk keadaan tetapi justru membuat dirinya sendiri tertekan.
Sangat cepat bagi Naura menahan Aldi agar tidak melangkah pergi dari sisinya.
Menahan lengan kokoh Aldi.
"Kamu sudah makan?" tanya Naura lembut tepat melihat pada kedua mata yang selalu memabukkan itu.
Aldi mengangguk lalu mengusak pelan rambut Naura, menyalurkan perasaan hangat serta damai secara bersamaan.
Naura mengelus lengan Aldi dengan lembut dan sayang, tidak ingin sedikit pun menyakiti laki-laki kesayangannya ini.
"Baiklah, selesaikan urusanmu dan cepat istirahat. Aku takut melihat lingkar hitam pada kedua matamu," ucap Naura serta memamerkan senyum tipis dan melepaskan tangannya pada lengan kokoh Aldi.
Aldi tersenyum tipis lalu melangkah menuju kamar mandi sedangkan Naura menghela napas panjang dan sangat berat.
"Kapan aku mempunyai waktu," lirih Naura yang kembali merasakan kedua matanya sangat berat dan tidak membutuhkan waktu lama untuk Naura memejamkan mata.
Sungguh sangat berbeda dari beberapa jam lalu yang mana kedua mata Naura terbuka lebar menanti Aldi untuk segera datang tetapi sekarang bagaikan semua masalah hilang. Naura tidur dengan pulas, jika Aldi sudah berada didekatnya memang selalu seperti ini.
"Maaf Naura," bisikan yang membaur ke dalam mimpi Naura.