Hukuman Naura seketika gugur tanpa alasan yang pasti juga tidak diketahui hukuman apa yang akan diberikan kepada Naura.
Setelah makan malam selesai Aldi menarik Naura kembali masuk karena langit yang tadinya cerah tiba-tiba berubah mendung serta tidak lama rintikan air hujan jatuh ke bumi. Taman dibelakang rumah mereka berada diluar dan tidak beratap.
Aldi sudah membereskan semua sampah itulah sebabnya Naura tidak menolak ketika Aldi menarik tangannya untuk masuk rumah. Sangat berbeda jika sisa makanan belum dibereskan.
Aldi menepati janjinya ketika mengucapkan agar Naura istirahat dan hanya berada disampingnya. Memperlakukan Naura seperti ratu adalah kebiasaan Aldi ketika mereka bersama.
"Jadi beneran hukumannya tidak jadi? Tapi bagaimana, apakah suamiku sekarang sudah memaafkan kesalahan istrinya?" tanya Naura memberikan baju tidur untuk Aldi.
Baju yang mereka berdua tadi sedikit basah terkena air hujan.
Aldi membuka baju tepat dihadapan Naura. Bukan apa-apa, Naura hanya tidak sanggup ketika melihat Aldi yang seperti itu. Detak jantung Naura sangat tidak beraturan serta secepat mungkin memalingkan wajahnya agar dirinya tetap sadar.
Aldi hanya tersenyum tipis melihat tingkah istrinya.
Setelah Aldi selesai dari pekerjaannya barulah Naura kembali menatap Aldi dengan jantung yang masih berdebar-debar.
Sambil mengangkat salah satu alisnya Aldi membuka mulut dan bertanya.
"Apakah harus aku yang melakukannya?"
Mendapat pandangan seperti itu dari Aldi membuat Naura serasa kaku, penglihatan yang begitu tajam seperti mampuh membuat Naura tidak merasakan sehelai kain melekat pada tubuhnya.
"Dasar mesum." Naura bangkit dari tepi ranjang lalu mendorong tubuh Aldi sedikit kasar dan melangkah dengan terburu masuk ke dalam kamar mandi.
"Aldi memang payah."
Menatap dirinya dikaca besar yang ada di dalam kamar mandi, menangkup pipinya yang memanas.
Lalu tersenyum.
"Aku sangat mengantuk istriku, apakah kamu masih lama berada di dalam sana!" teriak Aldi dengan nada yang sangat rapuh.
Seolah terikannya meminta Naura untuk segera keluar dari dalam kamar mandi. Aldi selalu nyaman ketika tidur dan Naura berada disampingnya.
Naura tidak menjawab, membiarkan Aldi sendirian disana, sekarang Naura ingin menghukum Aldi karena telah membuat jantungnya berdebar tidak menentu.
Saling melengkapi, saling memberi dan saling dalam segala aspek yang selalu mereka berdua terapkan. Bukan hanya memberi akan tetapi saling, keduanya tahu betul jika rumah tangganya ada ditangan mereka berdua. Cinta yang sedemikian rupa tidak akan memberikan efek yang luar biasa indahnya jika hanya memberi dan meminta tanpa mengembalikan.
Aldi butuh Naura dan juga sebaliknya.
Rasanya suatu keharusan bagi keduanya.
Gerakan lambat Naura terhenti ketika ketukan terdengar dari luar pintu kamar mandi.
"Kamu ingin menghukum suamimu ini?" terdengar Aldi yang mulai merengek.
Laki-laki berumur 27 tahun ini memperlihatkan sifat kekanak-kanakannya, tidak ada yang ditutupi sama sekali. Semakin mengetahui keburukan antar pasangan, semakin bertambah pula rasa sayang.
Kekurangan bukan cela untuk dimanfaatkan agar bisa menjauh, Naura mencintai kekurangan dan kelebihan Aldi secara bersamaan.
Naura tetap diam, sangat menggemaskan bayi tua itu.
Klik
Pintu terbuka memperlihatkan senyuman lebar Aldi. Keduanya melangkah menuju ranjang berukuran besar, setelah seharian kerja waktunya untuk beristirahat.
"Apakah sekarang waktunya?" batin Naura.
Untuk masalah ini sepertinya Naura ingin menghindari, seolah Naura tidak ingin mengetahui jawabannya akan tetapi rasa penasarannya sering sekali menyiksa.
Ketidaktahuan bisa membuat kenyamaan dan kesulitan dalam bersamaan.
Melihat Naura yang terdiam disampingnya seolah sedang berpikir Aldi mendekatkan diri lalu menaruh sebelah tangannya agar dijadikan batal Naura.
Naura mengalihkan pandangan kepada Aldi yang sebelumnya menatap langit-langit kamar.
Menatap kedua mata itu, ada keraguan serta ketakutan.
"Apa yang sedang kamu pikirkan? Aku akan membawamu pulang besok jika kamu tidak menolak," ucap Aldi mengelus kepala Naura lembut kembali menyalurkan rasa nyaman yang sangat luar biasa.
Naura memejamkan matanya sebentar, mengumpulkan keberanian. Beberapa hari terakhir ini Naura sangat ingin mengetahui jawaban itu dan menginginkan segera mempunyai waktu yang tepat agar perasaanya bisa lega. Akan tetapi, malam ini sangat berbeda, Naura ingin melupakan kejadian itu.
Puas dengan jawaban isi kepalanya untuk tidak bertanya.
Ada sebuah perbedaan yang Naura rasakan tetapi Naura juga sangat tersiksa.
"Kakak Naura sangat takut, apa yang harus Naura lakukan?" batin Naura.
Fadil adalah kakak terhebat Naura, selalu menjaga Naura, memberikan kasih sayang lebih dan tidak pernah mengecewakan. Fadil selalu memperlakukan Naura sebaik mungkin, apa yang didapatkan Naura dengan semua perlakuan Fadil ingin juga Naura rasakan ketika bersama Aldi.
Lagi-lagi Naura merasa sangat egois, wanita egois yang menuntut semua orang menyayanginya sampai lupa cara menyakitinya.
Akan tetapi, Fadil dan Aldi adalah dua laki-laki yang jelas sangat berbeda. Meski keduanya sangat menyayangi Naura bukan berarti apa yang dilakukan Fadil dapat dilakukan juga oleh Aldi.
Bukankah selama ini Naura mencintai dua sisi Aldi, kekurangan dan kelebihan. Jika ada kekurangan secepatkan akan diperbaiki, ketakutan sesuatu yang tidak pasti akan menambah beban.
"Maaf karena aku tidak berada dirumah tadi, aku tadi keluar bersama para karyawan menyetujui ajakan salah satu karyawan yang mentraktir kita di sebuah caffe. Caffe yang ternyata milik dia dan hari ini adalah hari pertama buka," jeda, "Tadi pagi kamu mengatakan jika kamu akan lembur jadi aku pergi ke caffe dan pulang sebelum pukul jam Sembilan tapi sayangnya perhitunganku tidak tepat," ucap Naura yang penuh penyesalan.
"Itu bagus, kamu tidak harus menungguku seperti biasanya yang selalu membutuhkan waktu yang berjam-jam. Aku mengizinkanmu tetapi kamu melupakan sesuatu."
Naura memperbaiki posisi tidurnya, mencari posisi senyaman mungkin agar bisa menatap Aldi.
Aldi sangat tidak suka ketika dia bercerita Naura tidak menatap matanya, Naura tahu itu.
"Melupakan sesuatu?" guman Naura.
Aldi mengangguk.
"Kamu tidak meminta izin dengan cara mengirimkan sebuah pesan."
Benar Naura melupakan hal itu, selama ini sudah sangat diajarkan Aldi tentang hal itu. Sebelum Aldi menghubungi Naura ketika ada pekerjaan tambahan Aldi selalu mengirimkannya pesan.
Selalu meminta izin dengan tulisan dan ucapan.
Rasa bersalah kembali menyeimuti Naura, Naura melupakan pelajaran yang sangat berharga. Meski Aldi tidak menjelaskan Naura seharusnya tahu mengenai itu.
"Maaf," lirih Naura.
Kembali meminta maaf padahal dari tadi Aldi sudah memberi penjelasan jika ini bukan salah Naura.
"Tapi aku juga minta maaf, telponmu tidak keangkat. Tadi aku sedang mandi, bukan tanpa alasan aku mandi berjam-jam. Alasannya hanya satu agar nanti saat istriku pulang dapat melihat suaminya yang segar bugar. Aku ingin melakukan hal yang sama ketika kamu menyambutku pulang. Aku selalu suka itu."
Sudut bibir Naura tertarik sangat lebar, perasannya membuncah.
"Bahkan kamu juga minta maaf meski tidak melakukan kesalahan."
"Karena aku takut kamu kecewa."
"Dan itu terjadi kepadaku Aldi. Hari ini aku benar-benar takut membuatmu kecewa sehingga kata maaf terus aku ucapkan. Rasanya memang sangat bersalah, selama tiga tahun ini aku selalu menyapamu pulang. Mengambil alih tas kerjamu serta melepas dasimu, aku sangat suka melakukan hal-hal seperti itu. Jadi, meski kamu melarangku untuk tidak megucapkan kata maaf itu semakin membuatku bersalah," Naura menghela napas, "Karena aku takut kamu kecewa."
Ketika selesai mengucapkan kalimat tadi langsung Aldi memeluk Naura, membiarkan Naura berada di dalam dekapannya.
"Terima kasih banyak Aldi," lirih Naura yang kelewat pelan tepi Aldi masih bisa mendengarnya karena malam semakin larut serta tidak ada suara kebisingan seperti pada siang hari.
Naura membalas pelukan Aldi lalu memejamkan kedua mata.
Malam ini Naura melewatkan sebuah kesempatan.