" Sudah nikah belum?" tanya yang satu.
" Belum, Bu!" jawab Erna tersenyum.
" Wahhh, kebetulan! Gue punya anak gadis yang belum nikah juga!" kata ibu tersebut.
" Isshhh! Lo tu ya dimana-mana liat cowok ganteng pasti lo jodohin sama anak! Emang anak lo berapa? Selusin?" sindir temannya.
" Sewot aja lo!" sahut ibu tadi.
Daffa memang menjelma menjadi pria matang yang tampan dengan tubuh tinggi dan terbentuk dengan baik akibat selalu menjaga kebugarannya. Dia telah memiliki perusahaan sendiri walau masih dibilang berkembang, semua karena didikan Brian dan Fatma. Dia telah memiliki sebuah rumah yang cukup besar dan isinya, hanya saja dia belum memiliki seorang istri. Entah apa dan bagaimana wanita yang diinginkan Daffa, hanya dia yang tahu.
" Assalamu'alaikum, Kak!" sapa Daffa.
" Wa'alaikumsalam!" sahut Fatma.
" Dek! Gimana? Sudah free?" tanya Fatma.
" Kalo buat kakak aku selalu free, Kak!" jawab Daffa tersenyum dibalas dengan Fatma juga dengan senyuman.
" Bre bilang semua sudah siap, kamu tinggal kirim saja!" kata Fatma.
" Kak Bre?" gumam Daffa.
" Kamu bilang apa?" tanya Fatma yang tidak mendengar dengan jelas ucapan Daffa.
" Nggak ada apa-apa, Kak! Apa barangnya ada di tempat biasa?" tanya Daffa.
" Iya!" kata Fatma.
" Ok, aku akan mengambil lalu mengantarnya!" kata Daffa.
Daffa berjalan ke arah ruang samping yang dijadikan tempat penyimpanan barang dagangan Fatma.
" Ahhhhh...Astaughfirullah!!" teriak Fatma.
Daffa yang masih berada di depan pintu gudang, terkejut mendengar teriakan Kakaknya.
" Kak Fatma?" kata Daffa berlari mendekati Fatma.
" Daffff...antar...kak...kak!" kata Fatma yang merasa sakit pada perutnya.
" Apa sudah waktunya?" tanya Daffa yang melihat kakaknya sudah melakukan pernafasan untuk orang hamil.
" Hufffttttt!" hembus nafas Fatma terdengar di telinga Daffa.
" Sebenarnya...baru bulan depan...tapi...sepertinya...dia...udah nggak...sabarrrrrr! Huft...huft...huft!" kata Fatma sambil mengatur nafasnya dan merasakan sakit 1 menit sekali pada perut bagian bawahnya.
" Ayo, Kak! Kita jalan pelan-pelan!" kata Daffa memeluk kakaknya agar bisa berdiri.
" Bri...annnnnn! Huft...huft...huft!...Telpon...Brian...Daffffff!" kata Fatma lagi.
" Erna! Tolong hubungi rumah, bilang kalo saya bawa Kak Fatma ke Rumah Sakit!" kata Daffa yang menuntun Fatma jalan keluar toko.
" Iya, Pak! Semoga lancar Ustadzah! Aamiin!" kata Erna.
" Trima kasih...Er...jaga toko...ya....!" pesan Fatma, diikuti anggukan mereka bertiga.
Salma segera lari ke rumah belakang dengan cepat. Dilihatnya Briana sedang bermain dengan kedua keponakannya.
" Bu Briana!" panggil Salma.
" Salma? Ada apa?" tanya Briana yang melihat Salma berlari-lari, lalu dia mendekati Salma.
" Ustadzah Zahirah akan melahirkan!" kata Salma terengah-engah.
" Apa? Ssstttt! Lalu dimana sekarang?" tanya Briana khawatir. Dia melihat ke arah anak-anak yang melihat ke arah mereka.
" Pelan-pelan, ada anak-anak! Saya nggak mau mereka mencari Umminya!" kata Briana.
" Pak Daffa membawa beliau ke Rumah Sakit!" kata Salma pelan.
" Trima kasih, Salma! Tolong jaga Toko Kakak ipar saya!" pesan Briana.
" Iya, Bu! Saya permisi!" pamit Salma.
" Iya!" jawab Briana lalu meraih telponnya dan menghubungi Brian.
Brian saat itu sedang ada meeting penting yang kebetulan tidak bisa diwakilkan dan diganggu. Meeting tersebut dilakukan di Kantor Pemerintah bersama jajaran Pemerintah pusat. Briana berkali-kali menghubungi ponsel Brian, tapi tidak aktif, begitu juga dengan ponsel Danis. Briana mencoba untuk menelpon ke kantor, tapi telpon sedang sibuk.
" Mbok Sum!" panggil Briana.
" Ya, Non?" jawab Sumi.
" Tolong jagain anak-anak! Kak Fatma mau lahiran!" kata Briana pelan agar anak-anak tidak mendengarnya.
" Ya Allah! Semoga lancar, Ya Allah!" kata Sumi.
" Aamiin! Saya pergi dulu, Mbok! Assalamu'alaikum!" kata Briana lalu pergi meninggalkan anak-anak yang sedang asik bermain.
" Wa'alaikumsalam, Non! Hati-hati!" balas Sumi.
Briana keluar dari rumah Brian dan menuju ke mobilnya. Dia mengemudikan mobilnya menuju ke Rumah sakit tempat Fatma melahirkan. Dia menghubungi mama papanya juga abi dan ummi Fatma.
" Dimana...suamiku...huft...huft huft!" tanya Fatma di atas brankar yang membawanya ke ruang bersalin.
" Kak Brian dalam perjalanan, Kak!" kata Daffa menenangkan kakakknya.
" Kalo...dia datang...huft...suruh...masuk...huft...huft...huft!" kata Fatma lagi.
" Iya, Kak!" kata Daffa.
" Daffa!" sapa Keisha, dokter kandungan Fatma.
" Dokter!" sapa Daffa balik.
" Saya langsung kesini waktu kamu telpon!" kata Keisha.
" Kak Fatma sudah di dalam, Dok!" kata Daffa.
" Saya masuk dulu!" kata Keisha.
" Silahkan!" jawab Daffa.
Keisha masuk ke dalam ruang bersalin, dia membersihkan tangannya dahulu setelah mengganti pakaian. Dia melihat perawat telah mengganti pakaian Fatma dengan pakaian rumah sakit saat masuk ke tempat Fatma.
" Brian...huft...huft...mana!" ktanya Fatma saat melihat Keisha datang.
" Dia pasti datang Ustadzah!" kata Keisha.
" Kenapa...lama ...sekaliiiiii!" ucap Fatma menahan rasa sakitnya.
" Permisi, Us! Tahan, ya!" kata Keisha memasukkan jarinya ke alat kelamin Fatma.
" Aaaaa!" rintih Fatma pelan.
" Apa Ustadzah akan menunggu Pak Brian dulu? Kasihan jagoannya sudah pengen keluar ini!" kata Keisha.
" Sabar...sayang! Abimu...belummmmm...dat...tangggg! Astaughfirullahhhh!" kata Fatma merintih menahan sakit.
Briana memarkirkan mobilnya lalu dengan terburu-buru masuk ke dalam Rumah Sakit. Dia langsung menuju ke ruang bersalin. Deg..deg! Dilihatnya Daffa yang sedang duduk di kursi tunggu sambil menelpon. Briana bermaksud untuk memutar tubuhnya agar menjauhi tempat itu, tapi Daffa terlanjur melihatnya.
" Anne!" panggil Daffa.
Deg! Dia masih saja memanggilku dengan nama itu! batin Briana senang.
" Assalamu'alaikum!" sahut Briana.
" Wa'alaikumsalam! Maaf! Apa kabar?" tanya Daffa yang menatap Briana dengan penuh misteri.
" Baik! Kamu...apa kabar?" tanya Briana gugup.
" Baik! Aku dengar kamu akan bertunangan bulan depan!" kata Daffa dengan nada sendu.
" Iya! Itu...aku harap kamu bisa hadir!" kata Briana memaksakan senyumnya. Jantungnya saat ini sudah ingin meloncat keluar karena Daffa yang terus menatapnya.
" Alhamdulillah! Semoga dia nanti bisa menjadi Imam yang baik buat kamu!" kata Daffa dengan hati berat.
" Aamiin! Kamu...bagaimana?" tanya Briana.
" Aku? Masih mengejar cita-citaku!" kata Daffa.
" Kamu sudah memiliki segalanya, Daf! Tunggu apa lagi?" tanya Briana.
" Entahlah! Masih mencari!" kata Daffa.
" Apa perlu aku carikan?" tanya Briana yang bermaksud bergurau tapi hatinya terasa perih.
" Apakah kamu ada teman?" tanya Daffa.
" Ada! Dia sangat taat pada agama dan orang tua!" kata Briana, suaranya seakan tercekat di tenggorokan saat mengatakan hal itu.
" Boleh! Jika kamu memang mengenal dia!" jawab Daffa dengan hati sedih.
" Kapan kamu ada waktu?" tanya Briana lagi.
" Mungkin nanti kalo aku ada waktu!" kata Daffa lagi.
" Ok!" jawab Briana.
Kemudian mereka berdua terdiam, Daffa berdiri di depan pintu ruangan bersalin dan Briana duduk di kursi tunggu. Sesekali Daffa menatap sendu Briana yang sedang memainkan ponselnya. Briana tahu jika Daffa sesekali menatap ke arahnya dan dia mencoba menghilangkan rasa gugupnya akibat tatapan Daffa dengan pura-pura membalas pesan di ponsel.
Diluar tiba-tiba terlihat awan hitam berarak diatas kota, tidak lama kemudian turun hujan dengan derasnya membuat udara menjadi dingin dan jalanan tergenang air yang cukup tinggi.
" Daf!" panggil Keisha.
" Ya, dok?" sahut Daffa.
Briana yang melihat ada Dr. Keisha keluar dari dalam ruang bersalin segera mendekati mereka.