Suasana pilu mengisi sesi pemakaman Audrey siang ini.
Beberapa tamu yang menyempatkan waktunya untuk memberikan sekedar ucapan berbela sungkawa pada keluarga Melden sudah kembali ke kediaman mereka masing masing.
Kini, hanya ada beberapa orang saja yang mendiami gundukan tanah yang penuh taburan bunga itu.
Cleo masih sama dengan posisinya dengan beberapa menit lalu.
Gadis kecil itu terus memeluk kayu bertuliskan nama sang bunda yaitu Audrey.
Mata sembab dan wajah pucat menjadi pelengkap penampilan gadis kecil itu.
Bibirnya tak henti hentinya memanggil nama sang bunda.
"Kami permisi dulu pak Steven, dan semoga almarhum diterima di sisi Tuhan." Ucap salah satu tamu yang masih ada di tempat itu.
"Terimakasih sudah menyempatkan waktunya pak Ahmad." Ucap Melden pada orang tersebut.
"Saya permisi pak." Ucap orang itu lagi dan di ikuti oleh tamu yang lainnya, hingga tersisa Melden, Steven dan juga Cleo.
Melden dan Steven saling memandang.
Kedua orang itu seakan akan megerti pikiran masing masing mengenai Cleo.
Steven dan Melden mendekat dan jongkok tepat di samping Cleo.
Melden langsung memeluk tubuh sang putri itu untuk memberikan ketenangan pada Cleo.
"Bunda nga sayang kita lagi yah. Bunda ngak sayang Cleo, bunda udah ninggalin Cleo. Bunda biarin Cleo sendiri di sini. Bunda udah nga sayang Cleo lagi hikssss." Ucap Cleo dengan suara pilu sambil menyembunyikan wajahnya di balik tubuh sang ayah.
"Cleo sayang bunda nga nak?" Tanya Melden.
Mendengar pertanyaan dari ayahnya, membuat Cleo langsung kebingungan dan menatap ayahnya dengan penuh pertanyaan.
"Cleo sayang bunda nga?" Tanya Melden untuk kedua kalinya.
Cleo mengangguk pelan, mengiyakan ucapan ayahnya.
"Kalau Cleo memang sayang sama bunda, Cleo harus bisa ikhlasin bunda ya nak. Bunda ngak akan bisa bahagia kalau Cleo terus terusan tangisin bunda."
"Tapi yah..."
"Ayah tau Cleo pasti belum bisa untuk ikhlasin bunda dalam waktu dekat ini, tapi ayah juga tau kalau Cleo orang yang dewasa. Ayah juga tau kalau Cleo itu orang kuat, jadi ayah mohon sama Cleo kita sama sama bertahan ya sayang, kita sama sama berjuang. Cleo ngak boleh jadi anak yang nakal, Cleo harus tetap jadi anak yang selalu ayah dan bunda banggakan."
"Iya ayah."
"Ayah udah pernah bilang kan sama Cleo, walaupun bunda udah ngak ada di sini lagi, tapi bunda akan selalu ada di hati kita. Dia ngak akan pernah ninggalin kita. Dia akan selalu ingat Cleo, ingat ayah dan juga kak Steven. Cleo juga harus sama seperti bunda, jangan pernah lupain bunda ya sayang." Ucap Melden sambil mengusap puncak kepala putrinya itu dengan lembut.
Cleo langsung memeluk tubuh sayang ayah dengan erat.
"Makasih yah, makasih udah jadi ayah yang sempurna buat Cleo dan kak Steven. Cleo ngak tau lagi harus ngomong apa, Cleo sayang banget sama ayah dan kak Steven. Cleo janji, Cleo ngak akan pernah lupain bunda. Cleo janji yah."
Steven yang melihat adiknya dan juga Melden yang asik berpelukan langsung memeluk kedua orang itu.
Ia juga ingin merasakan kenyamanan itu.
Walaupun bundanya sudah tidak ada, ia harus bisa menciptakan suasana nyaman dalam keluarganya sama seperti bundanya ketika masih ada bersama sama dengan mereka.
***
Cleo berlari menyusuri jalanan itu dengan air mata yang sejak tadi sudah membasahi wajahnya.
brukkk...
"Jangan lari lari dong dek, kamu liat jalan ngak sih?." Bentak seorang wanita paruh baya pada anak kecil yang baru saja menabrak tubuhnya.
Cleo tersungkur ke aspal yang menyebabkan tangannya tergores oleh bebatuan.
Ia menatap orang itu dengan tatapan sendu.
"Ma... maafin Cleo, maaf...." Ucap Cleo lirih
Tanpa menjawab ucapan Cleo, wanita itu langsung pergi meninggalkan Cleo yang masih berada di sana.
"Bunda!!!!! Cleo butuh bunda. Tolong bantu Cleo." Ucap Cleo lirih.
Cleo berusaha untuk bangkit.
Namun, tubuhnya terasa sangat lemas seakan akan tulang tulang di dalam tubuhnya kini seakan remuk dan tidak bisa menopang berat tubuhnya.
Air mata Cleo terus bercucuran dan tak terbendung lagi.
Steven yang sejak tadi mencari keberadaan Cleo langsung berlari menghampiri adiknya itu ketika melihat Cleo yang masih berada di lantai.
Steven menopang tubuh Cleo dan membantu gadis kecil itu untuk berdiri.
"Cle, kamu kenapa? Kenapa kamu bisa jatuh?" Tanya Steven sambil memeriksa setiap bagian tubuh Cleo untuk memastikan bahwa gadis itu baik baik saja.
Cleo tidak menjawab sama sekali.
Steven yang melihat tidak ada respon dari adiknya itu, lantas menarik tubuh Cleo ke dalam pelukannya.
"Maafin Kaka Cle, maafin kakak karena udah harus kasih tau tentang semua ini sama kamu. Maafin kaka karena udah buat kamu harus tau tentang semua fakta menyakit kan ini. Maafin kaka Cleo." Ucap Steven sambil terus memeluk adiknya itu dengan penuh sayang.
Brakkkkkk.
"Auuuuu, sakittttt." Ringis Cleo saat sebuah benda mengenai punggungnya yang entah berasak dari mana.
"Kamu kenapa?" Tanya Steven.
"Ada yang lempar aku kak." Adu Cleo sambil mencari cari barang yang tadi mengenai tubuhnya itu dengan keras.
Steven langsung meraih sebuah tumpukan yang berada tepat di samping kaki Cleo.
Mereka berdua saling menatap saat melihat sebuah benda yang berbentuk seperti batu yang di balut dengan kertas.
"Itu apa? Kenapa di lempar sama Cleo?" Tanya Cleo bingung.
"Kakak juga ngak tau Cleo. Kakak juga bingung kenapa ada yang iseng ngelempar ini sama kamu." Ucap Steven sambil melirik ke sekitarnya untuk mencari keberadaan orang yang sudah melemparkan barang ini kepada adiknya itu.
Tidak menemukan siapa siapa, Steven langsung membuka gundukan itu.
Steven menemukan sebuah tulisan yang di tulis menggunakan tinta berwarna merah pekat.
Steven sedikit aneh dengan warna tinta itu.
Steven mencium aroma tinta itu, dan betapa kagetnya Steven saat mencium aroma amis darah yang berasal dari kertas itu.
Steven refleks menjauhkan kertas itu dari dirinya hingga membuat Cleo kebingungan.
"Kak Steven kenapa? Tulisannya apa kak?" Tanya Cleo sambil meraih kertas yang ada di tangan Steven tersebut.
Steven hendak meraih kertas itu agar kembali lagi padanya, namun Cleo langsung menghalangi langkahnya dan mulai membaca tulisan yang ada di kertas itu.
"KE-LU-AR-GA MEL-MELDEN A-AKAN HA- HAN-HANCUR." Ucap Cleo mengeja tulisan itu satu persatu.
Cleo langsung menatap Steven dengan tatapan takut.
"Maksud tulisan ini apa kak? Keluarga Melden maksudnya kita?" Tanya Cleo pada Steven.
"Ngak kok, itu cuman main main doang. Mungkin ada orang iseng yang mau ganggu kita. Cleo ngak usah pikirin itu lagi ya." Ucap Steven.
Saat Cleo dan Steven masih sibuk memikirkan tentang surat itu, tiba tiba sebuah mobil yang melaju dengan sangat kencang datang dari arah belakang Cleo dan hendak menghantam tubuh gadis kecil itu.
"CLE AWAS!!!!!!!!!!"