Alfa dan Alfi berjalan di koridor sekolah menuju tempat parkir. Keduanya melangkah dengan cepat karena sedari tadi bel pulang berbunyi. Mereka terlambat pulang karena Alfa tengah menyalin catatan yang diberikan oleh guru waktu mengajar. Cowok itu ketinggalan karena minta izin ke toilet.
Sesampai di parkiran, Alfa menghentikan langkah kaki kala mendengar suara gaduh yang tak jauh dari sana. Karena memiliki rasa tingkat penasaran yang tinggi, akhirnya Alfa dan Alfi memutuskan untuk mencari sumber suara.
Alfa dan Alfi mendapati seorang gadis dengan satu orang cowok di depan gadis itu, di belakang sang cowok ada beberapa cowok lain yang duduk di atas motor. Mungkin mereka teman cowok yang tengah berdebat dengan gadis itu.
Alfa dan Alfi mendekat. Mereka menguping dan mempertajam pendengaran. Jarang sekali ada kegaduhan di dekat lokasi sekolah seperti itu. Mata Alfa dan Alfi terus fokus pada dua orang itu yang terus adu mulut. Apakah mereka sepasang kekasih?
"Lepasin tangan gue! Gue gak mau lagi sama lo. Gue mau kita putus. Gue capek liat tingkah lo kayak gini!"
"Apa lo bilang? Putus? Sampai kapan itu gak bakal pernah terjadi! Gue gak mau putus! Berani lo ngejauh dari gue, gue habisin lo." Terlihat cowok itu membentak gadis itu dengan kasar.
"Kenapa? Kenapa enggak mau putus? Lo belum puas ngabisin uang gue? Gue udah tau semuanya. Lo minta duit ke gue dan lo hura-hura diluar sana! Brengsek tau gak!"
Plak!
Alfa meringis ketika tamparan itu melayang ke pipi gadis yang ada di depan cowok itu. Alfa mengusap dada karena melihat cowok itu kembali melayangkan pukulan pada gadis itu. Memang tidak punya hati.
Alfa menoleh ketika mendengar geraman dari Alfi. Ia dapati Alfi dengan wajah memerah dan dengan sebelah tangan terkepal. Apakah emosi kembarannya jadi menyeruak karena melihat hal itu? Sudah lama ia tidak mendapati emosi Alfi seperti ini.
"Gue gak bisa biarin ini." Alfi mengambil ancang-ancang untuk melangkah ke sana. Namun Alfa lebih dulu mencekal lengannya.
"Jangan nekat, Fi. Lo bakal dipukul. Lo gak liat? Mereka banyak gitu," ujar Alfa mencegah kembarannya mendekat. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Alfi karena sudah ikut campur urusan orang.
"Kita gak boleh liatin dia nyakitin cewek, Fa. Bunda kita juga cewek. Kasian dia. Lo gak liat dia nangis? Gak ada yang nolongin," jawab Alfi dan melepas cekalan Alfa dari lengannya.
Alfa terdiam sejenak melihat emosi yang akan meluap dari kembarannya itu. Alfi benar, tidak seharusnya cowok itu berbuat kasar kepada gadis itu. Apalagi di tempat terbuka seperti ini. Dan satu lagi, beberapa orang cowok di sana hanya diam menonton dan sesekali terlihat tersenyum senang. Benar-benar tidak punya hati nurani. Apakah mereka tidak ada saudara perempuan?
"Lo bener, Fi." Alfa mengangguk pelan. Ia beri jalan untuk saudara kembarnya itu mendekat ke sana.
Alfi melangkah lebar ke sana. Ia sangat benci dengan pemandangan yang barusan ia lihat. Apakah cowok itu tidak punya hati? Tega menyakiti seorang perempuan yang kodratnya sangat lemah di banding dengan cowok itu.
Alfa mengikuti Alfi yang sudah mendekat ke sana. Ia ingin berjaga-jaga. Tidak akan ia biarkan Alfi sendirian datang ke sana. Ia tahu bagaimana kondisi kembarannya itu untuk saat ini. Tidak bisa berkelahi apalagi memukul orang.
Alfa terus memastikan keadaan kembarannya di sana dengan tatapan mata fokus ke sana. Jika cowok itu berani menyentuh kembarannya, bersiaplah, ia tidak segan untuk mematahkan leher cowok itu.
"Lepasin rambut gue. Gue mau pulang. Kenapa lo selalu nyakitin gue! Gue gak mau sama lo!" Suara gadis itu terdengar bergetar, seperti menahan tangis.
"Lepasin dia!" Alfi yang datang mendorong tubuh cowok itu ke belakang. Cowok itu jadi tersentak dan melepas jambakan pada rambut gadis itu.
"Gak nyangka gue! Ternyata masih ada cowok yang modelan kayak lo. Punya hati nggak? Lo gak pantes nyakitin cewek yang bukan tandingan lo," ujar Alfi dengan pedas. Ia tarik pergelangan gadis itu dan menyembunyikan di belakang badan.
"Emangnya lo siapa?! Jangan berani lo ikut campur urusan gue!" Cowok itu dengan emosi dan rasa marah mendorong balik pundak Alfi dengan kasar, alhasil Alfi jadi terdorong ke belakang bersama gadis itu.
"Gue emang bukan siapa-siapa! Harusnya lo mikir! Gak seharusnya lo nyakitin cewek di tempat umum. Masih mending cuma gue yang datang ke sini, bukan orang sekitar sini!" jawab Alfi dengan sebelah tangan terkepal.
Alfa mendekat ketika melihat suasana semakin tegang. Ia mempercepat langkah kala cowok itu terlihat ingin menyakiti kembarannya. Bisa ia lihat dari kepalan tangan yang sudah membulat.
"Kalo lo gak tau apa-apa jangan ikut campur lo!" Cowok itu melayangkan pukulan. Namun tangannya jadi menggantung di udara karena ditahan oleh seseorang.
Alfa datang dengan cepat dan mencekal tangan cowok itu dengan kuat. Matanya jadi memerah melihat perlakuan kasar cowok itu pada kembarannya. Sudah salah masih saja melawan.
"Kenapa? Yang dibilang sama kembaran gue itu emang benar. Lo cowok gak tau diri yang pernah gue temui!" Alfa menghempas tangan cowok itu dengan kasar.
Alfa melirik Alfi yang ada di sebelahnya dengan ujung mata. Ia tidak ingin karena perkelahian ini trauma kembarannya itu jadi kambuh.
"Fi, ke mobil," ujar Alfa dengan suara datar.
Alfi mengangguk dan menurut. Ia tarik pergelangan gadis yang ada di sampingnya dengan lembut. Ia bawa berjalan menuju mobil.
Setelah kepergian Alfi dengan gadis itu. Alfa mengedarkan pandangan pada cowok yang ada di sana. Ia tunjuk satu persatu.
"Lo semua jangan ikut campur. Urusan gue sama dia!" Alfa melayangkan tatapan tajam pada lima cowok yang ada di atas motor. Terakhir ia tunjuk wajah cowok yang ada di depannya.
"Sok jagoan banget lo!" Cowok itu langsung melayangkan pukulan ke wajah Alfa, namun Alfa lebih dulu menahan pukulannya.
Alfa mencengkram tangan cowok itu dengan kasar. Ia tersenyum miring. Ia kenal dengan cowok yang ada di depannya ini. Alfa juga tahu semua tentang kehidupan luar cowok itu.
"Lo emang gak tau diri ya. Cewek tadi bener. Lo emang gak pantes buat dia. Cowok bodoh yang cuma berani sama cewek. Lo gak malu sama diri lo? Dan... kerja lo cuma morotin anak orang," ujar Alfa dengan tenang.
Cowok itu menarik kasar tangannya yang dicekal oleh Alfa. Ia dorong tubuh Alfa ke belakang. "Tau apa lo tentang gue! Jangan sok tau lo!"
Alfa balas mendorong tubuh cowok itu. "Lo salah besar. Gue tau semua tentang lo. Gue tau siapa lo sebenarnya!"
"Lo mau tau sejauh apa gue kenal sama diri lo itu? Oke, gue sebutin satu persatu," ujar Alfa dengan senyum miring.
"Nama lo Andika Arjuna yang kerap dipanggil dengan Dika. Lo murid SMA Rajawali yang kerjaannya cuma bikin rusuh sama buat onar. Lo nyaris kena DO jika buat masalah satu kali lagi. Dan... lo merupakan anak tunggal dari seorang pria yang sekarang jadi buronan polisi karena udah berani bawa kabur uang perusahaan bosnya," ujar Alfa dan bersedekap dada dengan senyum miring.
"Tutup mulut lo, sialan!" ujar Dika dengan marah.
"Kenapa?" Alfa mendekatkan wajah dan berbisik. "Apa perlu gue kasih identitas lo? Mungkin rombongan lo itu perlu tau siapa jati diri lo itu sebenarnya?" Alfa terkekeh sarkas melihat wajah Andika terlihat pucat.
"Dari mana lo tau semua tentang gue?" tanya Andika dengan marah.
"Dari mana gue tau, lo nggak berhak tau!"
Andika menggeram marah. Namun ia tidak bisa berbuat apapun sekarang. Cowok di depannya mengetahui semua rahasianya. Jika ia melawan, tentu cowok di depannya akan membongkar rahasianya.
"Gue heran. Sebanyak ini lo di sini dan ngebiarin cowok ini nyakitin cewek tadi. Lo semua punya hati nggak? Lo malah nonton dan lebih parahnya lo semua senyum-senyum aja liat cowok ini nampar dan jambak rambut cewek tadi." Alfa melayangkan tatapan tajam.
"Lo semua bayangin jika cewek tadi adalah sodara lo, lo bakal biarin dan ngeliatin aja gitu? Bodoh tau nggak!" Alfa menunjuk semua orang yang ada di sana dengan dada naik turun.
Semua orang di sana terdiam dan hanya bisa saling pandang satu sama lain.
"Pergi lo semua dari sini!" bentak Alfa dan menatap Andika dengan tatapan meremehkan.
Alfa merapikan seragam dan menyampirkan tas ke sebelah pundak. Ia berbalik badan." Cih, memalukan!"
"Awas aja lo! Urusan kita belum selesai! Gue pastiin gue bakal ngabisin nyawa lo!" teriak Andika dengan sangat marah.
"Terserah lo!"
***
"Lo enggak papa?" tanya Alfi ketika ia sampai di mobil bersama dengan gadis itu. Gadis yang pertama kali ia lihat di sekolah.
Gadis itu menggeleng dan melepas pelan tangan Alfi yang masih setia menggenggam pergelangan tangannya. Ia mengulas senyum tipis, berterimakasih pada cowok itu. Andai cowok itu tidak datang, mungkin sampai sekarang ia masih berhadapan dengan Andika. Kekasih yang sudah jadi mantan dan bahkan menjadi musuh.
"Duduk dulu. Ada yang sakit?" tanya Alfi dengan mata menatap lekat gadis di depannya. Sudut bibirnya sedikit tertarik. Gadis di depannya sangat cantik.
"Enggak," jawab gadis itu dengan pelan.
"Rambut lo berantakan. Gue rapiin bentar." Tangan Alfi terulur merapikan rambut yang berantakan karena tarikan cowok tadi.
"Makasih." Gadis itu mengulas senyum.
"Buat?" tanya Alfi dengan sebelah alis mata terangkat ke atas.
"Makasih lo udah nolongin gue tadi."
Alfi manggut-manggut mengerti. "Iya. Kalo boleh tau, nama lo siapa? Gue Alfi," ujar Alfi dan mengulurkan tangan, berkenalan dengan gadis itu.
"Gue Amora. Lo boleh panggil gue Amora atau Mora," jawab gadis yang ternyata bernama Amora.
"Oke."
Keduanya menoleh ketika mendengar dan mendapati kedatangan seorang cowok. Sontak Amora menarik cepat tangannya yang tengah bersalaman dengan Alfi.
Alfa mengamati Alfi yang terlihat senang. Ia tidak tahu apa yang buat kembarannya itu jadi senyum-senyum tipis seperti itu.
"Ayo balik," ujar Alfa memecah keheningan yang terjadi karena kedatangannya. Ia mendekat dan berdiri di dekat Alfi dan Amora.
"Hai, thanks, lo udah nolongin gue sama dia," ujar Amora dan menampilkan senyum tipis.
Alfa mengangguk singkat. Ia lihat jam yang menempel di pergelangan tangan. Waktu pemotretan sebentar lagi.
"Gue Amora. Kalo lo? Kalian kembar, ya?"
Amora memperkenalkan diri. Untuk pertanyaan yang satu itu Amora hanya pura-pura bertanya saja dan berbasa-basi. Nyatanya, ia sudah tahu jika Alfa dan Alfi merupakan saudara kembar. Siapa yang tidak kenal mereka. Selalu jadi bahan perbincangan murid perempuan di kelas dan di kantin.
"Gue Alfa," jawab Alfa singkat.
"Ayo balik, nanti kita telat." Alfa berjalan duluan dan membuka pintu mobil.
Alfa menghentikan langkah, ia tidak mendapati Alfi yang mengikutinya masuk ke dalam mobil. Alfa menghela napas pelan, ternyata Alfi masih berdiam diri di samping Amora.
"Alfi, ayo. Kita bisa telat," panggil Alfa dengan suara agak kencang.
Alfi jadi terkesiap. "Ah, iya. Tapi Amora?" Alfi berbalik badan menatap Alfa yang sudah membuka pintu mobil.
"Lo duluan aja. Gue lagi nunggu temen. Sekali lagi makasih, lo udah nolongin gue." Amora sedikit bergeser ke samping.
"Nanti cowok tadi balik ke sini dan mukulin Amora lagi, gimana?" tanya Alfi dengan wajah polos.
"Enggak bakal. Dia udah pergi. Ayo pulang." Alfa datang mendekat dan menarik lengan Alfi agar segera masuk ke mobil.
Alfa sudah memasukkan Alfi ke mobil. Ia kembali mendekat pada Amora yang tengah menatapnya.
"Gue sama Alfi balik dulu. Kalo ada cowok tadi lo lari aja, atau enggak sembunyi di tempat aman," ujar Alfa pada Amora.
"Iya. Makasih bantuan lo." Amora mengangguk dan tersenyum manis.
Alfa berdeham pelan. Ia masuk ke mobil dan menutup pintu. Perlahan, mobil mulai ia lajukan dan keluar dari parkiran.
"Ini pertemuan awal kita selama dua tahun gue sekolah di sini. Ternyata bener, lo ganteng banget." Amora menatap kepergian mobil Alfa dengan senyum semakin lebar.
"Siapa yang ganteng banget?"
Amora terlonjak kaget. Segera ia putar badan menghadap belakang, ia dapati dua orang gadis yang ada di sana. Sudah bersedekap dada mengamati dirinya dengan lekat.
"Liora, Ochi! Kalian ngagetin gue aja." Amora mendekat dan memukul lengan sahabatnya dengan pelan.
Liora mengamati wajah Amora seperti tengah merahasiakan sesuatu. "Lo hutang cerita sama kita berdua," ujarnya.
Amora jadi cengiran. Ia tersenyum lebar dengan kedua mata berbinar. "Nanti gue cerita."
"Ya udah. Yuk pulang. Gue udah selesai piket."
See you next part🌻