Setelah sesi pemotretan dan melihat hasil potretan itu, si kembar dan anggota The Boys yang ada di sana belum beranjak pulang. Masih duduk di kantor dan bercerita banyak pengalaman, sekaligus pendekatan diri di antara mereka yang baru gabung ke The Boys, seperti Deon dan Arvin.
Deon dan Arvin duduk bersebelahan di kursi sofa panjang yang ada di ruangan itu. Si kembar duduk di ujung kursi dengan Aska, Alan dan Kenzi yang duduk berhadapan dengan Arvin dan Deon.
Tidak sampai sehari, mereka mulai akrab dan terbiasa. Deon dan Arvin bisa merasakan jika anggota The Boys yang anggota lama sangat ramah, terbuka dan seru diajak bercerita. Apalagi dua cowok yang ada di ujung kursi, si kembar, dua orang itu sangat baik. Alfi tidak semenyebalkan yang ia kira.
"Udah berapa lama lo gabung sama si kembar dan jadi model gini?" tanya Deon dengan mata yang masih tertuju pada Kenzi. Cowok yang lebih kalem dari semua anggota.
Kenzi mengingat dengan sebelah tangan mengetuk dahi. Ia berpikir saat ia kenal dengan si kembar dan gabung ke The Boys.
"Lumayan lama sih. Mungkin sekitar dua tahunan. Dulu awalnya gue ikutan gabung ke sini, bokap sama nyokap enggak kasih izin, dilarang gitu. Mereka larang gue. Tapi ya ... gue tetep nekat, karena ini yang gue mau, ini cita-cita gue," ujar Kenzi yang diangguki oleh anggota yang lain.
Kenzi jadi terbayang di masa itu, di mana kedua orang tuanya melarang jadi model. Menurut kedua orang tuanya, buat malah saja berfoto dan pamer-pamer seperti itu. Mungkin karena kedua orang tuanya belum tahu banyak tentang pekerjaan jadi model pakaian. Di sisi lain, kedua orang tua Kenzi berkata, mereka masih mampu membiayai Kenzi tanpa boleh cowok itu bekerja. Namun Kenzi tetap bergabung, karena dari kecil cita-citanya adalah jadi penyanyi dan model sekaligus.
"Tapi sekarang udah enggak ngelarang lagi. Gue udah jelasin apa kerja gue di sini, dan semuanya kembali baik-baik saja. Mereka udah enggak marah lagi. Dan... kadang mereka juga pernah berkunjung ke sini, liat gue," ujar Kenzi lagi dengan senyum mengembang.
Deon manggut-manggut pelan. Ia juga ikut senang jika kedua orang tua Kenzi sudah mengizinkan cowok itu gabung ke sana.
"Yang berarti, cita-cita lo sekarang udah tercapai?" tanya Deon memastikan.
Kenzi menganggu semangat. "Udah. Kedua orang tua lo gimana? Ngizinin lo gabung ke sini? Boleh jadi model dan penyanyi?" tanya Kenzi.
"Kalo mereka masih ada, tentu bakal ngebolehin dan kasih izin buat gue. Karena apapun yang gue buat dan gue jalanin, mereka selalu beri izin asalkan itu hal yang positif," jawab Deon dengan senyum getir.
Deon menghela napas pelan. Mengingat bagaimana senyum ayah dan ibunya yang saat ini masih membekas dalam benak kepala. Semasa hidup, Deon selalu mendapat perhatian dan dukungan dari kedua orang tuanya, walaupun mereka sedang sibuk sekalipun. Deon tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang, dua orang itu memberikan kasih sayang yang tulus sehingga Deon merasa cukup dan bangga punya orang tua seperti mereka.
Keluarga Deon termasuk keluarga harmonis dan hangat. Deon tidak pernah merasa tersisihkan oleh pekerjaan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Namun, kehangatan itu tidak bertahan lama dan menjadi sirna. Deon mendapat kabar jika pesawat yang ditumpangi kedua orang tuanya sepulang dari Inggris menuju Indonesia dinyatakan mengalami kecelakaan yang sampai sekarang jasad dari kedua orang tuanya itu tidak ditemukan. Deon selalu berharap jika dua orang itu masih hidup, namun terasa begitu mustahil.
"Sorry, perkataan gue jadi ngusik perasaan lo. Jujur, gue beneran enggak tau. Tapi lo tenang aja, dengan lo gabung ke sini, lo akan dapatin keluarga yang baru dan suasana hangat yang bakal bikin lo betah. Kita akan selalu ada buat lo, apalagi lo sekarang bagian dari keluarga Franklin," ujar Kenzi merasa tidak enak dan mencoba menenangkan Deon yang terlihat tidak seceria tadi.
"Bener banget, Yon. Kita bakal ada buat lo. Tenang aja. Semoga kedua orang tua lo selalu tenang di alam sana," ujar Aska dengan tulus.
Deon mengangguk samar sebagai respon. Hatinya menghangat kala banyak yang dekat dengannya di sana. Deon dapat teman baru lagi.
"Dulu hari-hari gue juga sangat berat. Gue ikut ini buat bokap sama nyokap marah. Gue enggak dianggep. Bahkan pertama gue manggung di acara yang apa, ya, gue lupa, mereka enggak datang. Padahal gue berharap banget mereka datang," ujar Kenzi dengan tenggorokan yang terasa tercekat.
"Di sana gue kecewa banget. Semua temen gue, bokap dan nyokap mereka pada datang dan kasih semangat buat anaknya, dan juga kasih tepukan paling meriah dari kursi penonton. Sedangkan gue?" Kenzi menggeleng pelan.
"Gue iri banget. Tapi saat itu, keluarga Franklin selalu dukung gue. Mereka bilang gue enggak sendirian. Mereka anggap gue sebagian dari mereka. Mereka selalu kasih semangat, kepercayaan diri dan semuanya. Makanya sampai sekarang gue bisa bertahan di sini," ujar Kenzi lagi.
Semua anggota The Boys mendengar curhatan Kenzi di masa paling sulit waktu itu. Tapi mereka bersyukur, Kenzi bisa bangkit kembali.
"Asal lo tau, Yon. Bokap gue ambil semua fasilitas gue. Mulai dari kartu ATM, mobil dan semuanya. Tapi bokap si kembar selalu ada buat gue. Namanya Om Kevin. Om Kevin kasih gue rekening baru buat gue bertahan hidup, gue di kasih apartemen buat tempat tinggal. Satu hal yang enggak pernah gue lupa sampai sekarang. Om Kevin baik banget sama gue. Gue ngerasa berhutang budi banget. Gue gak akan pernah lupa dengan kebaikan Om Kevin. Dan karena gue udah berhasil, makanya nyokap sama nyokap enggak marah lagi," ujar Kenzi lagi dengan sudut mata yang basah.
Deon terdiam mendengar curhatan Kenzi, yang menurut Deon sangat berat dan sulit untuk dilewati. Kedua orang tua ada tapi Kenzi tidak dianggap dan diambil semua keperluan cowok itu.
Deon membawakan cerita Kenzi ke hidupnya. Ia jadi menggeleng pelan. Jika itu terjadi padanya, belum tentu ia bisa melewati masa itu. Dan tidak mungkin Deon bisa bertahan, seperti Kenzi yang sekarang.
"Gue jadi salut sama lo. Kuat banget." Deon menepuk pelan pundak Kenzi yang diangguki oleh cowok itu.
"Bentar, ya." Aska bangkit berdiri. Ia berjalan menuju kulkas pendingin untuk mengambil minuman.
"Semua orang punya kehidupan yang sulit. Semuanya mereka lalui. Bagi yang lemah, mungkin akan mengakhiri hidup dengan sendirinya. Dan bagi yang kuat, akan bertahan sampai sekarang. Lo jangan merasa iri melihat orang yang bahagia. Belum tentu mereka bahagia sungguhan. Bahagia diluar dan menderita di dalam. Sama kayak gue, gue diluar terlihat bahagia, tapi di dalam gue hancur," ujar Kenzi menatap Deon dengan lekat.
"Lo harus tau satu hal. Orang yang sukses diluar sana, enggak mungkin gak ngalamin kesulitan. Semua kesulitan, kesedihan, dan kehilangan adalah cobaan hidup. Jadi gue saranin sama lo. Walaupun lo sekarang sendiri, gak ada penyemangat, gue harap lo bisa bertahan sampai ke titik akhir. Jangan pernah menyerah. Di sini kita semua akan jadi keluarga dan yang pastinya keluarga baru. Kita bisa saling kasih semangat dan dukungan. Kita semua sama. Kita punya perjalanan hidup dan masa lalu yang sulit. Sekarang kita satu grup, satu kelompok, yang tentunya akan menjadi saudara, walaupun kita enggak sedarah," ujar Kenzi bijak.
Deon mengangguk membenarkan. Ia jadi salut sekaligus bangga dengan pemikiran Kenzi yang dewasa. Semua yang Kenzi ucapkan melekat di otaknya. Dulu, Deon juga pernah merasa iri melihat orang sekeliling. Tapi setelah apa yang dikatakan oleh Kenzi, maka ia buang jauh rasa iri itu.
"Serius banget lo berdua. Ngomong apa?" tanya Aska yang kembali bawa tiga botol minuman dingin. Ia letakkan di atas meja.
"Kita tadi cuma cerita tentang perjalanan hidup gue yang sampe sekarang," jawab Kenzi yang diangguki oleh Deon.
"Yang seneng apa yang sulitnya?" tanya Aska dan duduk di antara Deon dan Arvin.
"Tadi gue cerita ke Deon perjalanan hidup gue dari yang sulit hingga ke titik sekarang. Dan lo tau banyak tentang gue," ujar Kenzi.
Aska mengangguk mengiyakan. "Dan lo juga tau seperti apa kesulitan gue dulu. Gue yang kurang kasih sayang, diacuhkan kedua orang tua, bahkan sampai sekarang. Gue enggak pernah rasain gimana nonton bareng orang tua, jalan-jalan. Enggak ada. Mereka pada sibuk."
"Tapi gue udah kebiasa. Udah enggak jadi masalah lagi. Gue udah gede, udah bisa jaga diri. Dan semua kesibukan kedua mereka juga gue mengerti. Mereka kerja juga buat gue nantinya," ujar Aska lagi.
"Lo denger Aska, kan Yon? Bokap sama nyokap dia ada, tapi Aska enggak pernah bareng mereka. Sama kayak lo, cuma bedanya ortu lo ada di surga. Mereka berdua pasti bangga punya anak kayak lo. Walaupun lo tinggal sendirian, tapi lo masih bertahan sampai sekarang. Gue bangga punya temen kayak lo," ujar Kenzi dengan senyum hangat.
"Kita harus banyak berjuang untuk diri kita sendiri. Walaupun awalnya gak ada yang peduli dan ngedukung. Tanpa kita tau, suatu saat bakal ada yang peduli sama kita, apalagi kalo kita udah sukses," ujar Aska menimpali.
Deon membenarkan ucapan Aska dan Kenzi. Di sini Deon jadi banyak belajar. Deon jadi sadar, pasti banyak kesulitan yang di alami oleh orang yang sudah sukses itu, hingga ke titik sampai sekarang.
Arvin dan yang lain mengangguk membenarkan ucapan Aska dan Kenzi. Mereka memang begitu, selalu mengasih masukan satu sama lain.
Alfa bangkit berdiri ketika tidak ada lagi perbincangan di antara mereka. Ia ambil jaket yang ia buka waktu selesai pemotretan tadi.
"Yon, Vin, ayo balik. Lo berdua mampir ke rumah dulu. Bunda mau kenalan sama kalian," ujar Alfa yang dapat respon dengan kerutan di kening Deon dan Arvin.
Aska yang lihat itu jadi terkekeh. "Tante Zalfa emang begitu. Kalo ada anggota yang baru gabung, harus datang ke rumah dan ngenalin diri, biar saling kenal."
Arvin dan Deon jadi paham. Mereka mengangguk dengan cepat. "Oke, Fa.
Alfi bangkit berdiri. " Gue balik dulu sama mereka. Lo bertiga hati-hati kalo balik," ujar Alfa seraya berjalan mendekat pada Alfa yang tengah pakai jaket.
"Yoi, lo juga."
Alfa dan Alfi keluar dari kantor diikuti oleh Deon dan Arvin. Setelahnya baru di susul oleh Aska, Alan dan Kenzi.
See you next part.