Semua murid kelas 11 IPS 1 tengah sibuk berganti seragam di bilik pengganti yang ada di sudut ruangan kelas. Murid perempuan ada yang memilih berganti seragam di UKS, toilet dan lain-lain, yang menurut mereka aman. Begit juga dengan Alfa dan Deon. Mereka juga berganti seragam karena sebentar lagi mereka akan ke lapangan. Setiap hari rabu merupakan jadwal pelajaran penjaskes atau lebih tepatnya pelajaran olahraga.
Setelah memakai seragam olahraga, Alfa dan Deon berlari kecil menuju lapangan. Di sana sudah ada semua murid yang berbaris dan dengan guru olahraga yang bernama Pak Budi. Alfa dan Deon cepat-cepat masuk ke dalam barisan agar tidak ketinggalan.
Pak Budi berbaris di depan dengan kedua tangan di belakang badan. Ia menatap semua murid, dalam hati menghitung semua anggota murid, memastikan tidak ada yang tidak hadir, dan ternyata, murid IPS 1 hadir semua.
"Selamat siang murid-murid," ujar Pak Budi menyapa semua murid terlebih dahulu sebelum masuk ke pembelajaran atau praktek.
"Selamat siang, Pak," jawab mereka kompak.
"Kita langsung saja masuk ke pembahasan. Hari ini kita akan praktek permainan bola basket, karena rabu kemaren kita semua sudah mencatat materinya. Minggu depan kita akan masuk ke materi bola volly," ujar Pak Budi yang diangguki oleh semua murid yang ada dalam barisan.
"Untuk sekarang, kita pemanasan dulu sebelum mulai ke praktek. Silakan Alfa, kamu yang mimpin." Pak Budi menepi ke samping.
"Siap, Pak." Alfa mengangguk dan berjalan cepat ke depan. Ia berbalik badan dan menatap semua orang di barisan yang mulai mengambil jarak.
Alfa mulai melakukan gerakan pemanasan diikuti semua murid dengan hitungan satu sampai delapan dengan cara bergantian.
Setelah selesai melakukan pemanasan, semua murid berlari menuju lapangan basket dan mengambil bola basket yang dibawa oleh Pak Budi dari ruangan yang ada di depan lapangan, yang merupakan ruangan Pak Budi. Satu bola basket diberikan kepada murid perempuan dan satu bola lagi untuk murid putra. Mereka bagi beberapa kelompok.
Setelah membagikan bola, Pak Budi berjalan ke tepi lapangan. Ia memantau dari sana murid yang tengah melakukan teknik-teknik dasar yang telah dipelajari minggu lalu.
Setelah menerima bola, Alfa dan Deon beserta murid putra lainnya langsung memulai permainan. Alfa mendribble bola kemudian ia lemparkan ke dalam ring.
Hap! Dan masuk ke dalam ring. Alfa mengambil bola yang tengah memantul di lantai. Ia berikan pada Deon yang ada di samping, mereka melakukan itu secara bergantian.
Deon melakukan hal yang serupa dengan Alfa. Ia lempar ke dalam ring, namun meleset dan tidak masuk ke dalam ring. Deon selanjutnya memberikan bola pada teman kelas lainnya. Untuk sekedar melalukan pemanasan sebelum memulai permainan.
Semua murid putra sudah melakukan teknik dasar yang diajarkan di materi minggu lalu. Setelahnya, mereka buat beberapa kelompok yang beranggotakan lima orang. Dua tim yang akan mulai duluan. Tim lain akan menunggu di tepi lapangan.
Tim Alfa beranggotakan Deon, Ibra Nabil dan Nathan. Sedangkan tim Rasya, teman kelas Alfa beranggotakan Bayu, Naldi, Rangga dan Ranggi.
Setelah tim terbentuk. Alfa berdiri di tengah lapangan bersama dengan Rasya, ketua tim lawan. Alfa dan Rasya memegang bola bersamaan, setelahnya mereka lempar ke atas. Permainan pun di mulai.
Setelah lima menit bermain, tim Alfa berhasil mencetak skor. Permainan terus berlanjut sampai skor jadi 2:1, dan tentu tim Alfa memiliki satu poin lebih tinggi daripada tim Rasya.
Alfa memutar badan dan mengoper pada Nathan yang ada di sisi kanan dekat ring. Setelahnya, Alfa lari mendekat dan kembali menerima bola yang dilempar oleh Nathan kembali. Mereka mengoper bola demi mengalihkan perhatian dari tim lawan.
Alfa mengumpar senyum tipis melihat Rasya ingin merebut bola yang ada di tangan, di atas kepala. Alfa berlari pelan dan melompat, melempar bola dengan gerakan cepat. Namun bola yang dilempar Alfa meleset dan melambung tinggi keluar dari lapangan.
"Amora! Awas!"
***
Liora terus mengomel sedari tadi, menyamakan langkah dengan Amora yang terlihat semakin buru-buru. Gadis itu ingin mencari seorang guru untuk mengumpulkan tugas yang telat di kumpul.
"Mor, lain kali aja. Muka lo pucet banget sekarang. Lo itu lagi sakit, mending kita ke UKS aja," ujar Liora yang terus mengomel. Ia tahu keadaan Amora yang saat ini sedang demam.
"Lo berisik banget, Ra. Kalo nanti gak gue kumpul, kapan nilai gue masuk coba? Lo enak, tugas lo udah kekumpul. Lagian, gue enggak sakit, cuma pusing aja," jawab Amora yang terus berjalan dengan mata celingukan ke jendela kelas yang ia lewati.
Tujuan Amora adalah ingin mencari Pak Budi, untuk mengumpulkan catatan yang akan dikasih nilai. Ia tidak sempat mengumpulkan karena catatan miliknya waktu itu ketinggalan di rumah. Terkadang Amora memang ceroboh, tidak cek buku pelajaran saat akan berangkat.
"Gue yang liat, Mora. Muka lo pucet banget. Atau ... kita ke kantin aja. Lo juga belum sarapan tadi, kan?" ujar Liora tanpa henti. Ia takut jika sahabatnya itu tambah pucat dan lemas.
"Diem Liora. Gue tambah pusing kalo lo ngomel terus." Amora berhenti melangkah, ia lihat ke dalam jendela kelas. Amora berdecak pelan, ternyata guru di dalam bukan Pak Budi.
"Oke, gue diem." Liora merapatkan bibir, ia terus melangkah menyamakan langkah kaki pada Amora yang mulai berjalan ke depan.
Amora melirik Liora yang berjalan di sampingnya. "Tumben lo bisa diem?" tanya Amora.
Liora berdecak malas. "Ngomong salah, gak ngomong salah. Serba salah gue."
Amora cengengesan dan mencubit pelan lengan Liora karena gemas. "Gue kira lo kesambet apaan, makanya bisa diem gitu. Kalo gini kan, enak. Adem telinga gue."
Liora menghentikan langkah. Ia lihat guru yang dicari oleh Amora sedari tadi. Pantas saja tidak ketemu di kelas, ternyata Pak Budi ada di lapangan.
"Mor, itu Pak Budi di lapangan," ujar Liora seraya menunjuk ke arah lapangan, tempat Pak Budi duduk di kursi.
"Iya, yah. Pantesan gak ada di kelas, di sana ternyata." Amora menuruni tangga kecil dan berjalan ke arah lapangan.
"Amora, tunggu. Nih anak cepet banget jalannya," dumel Liora yang ketinggalan. Ia lari kecil mengejar Amora yang sudah sampai di tepi lapangan.
Liora menambah kecepatan kakinya mengejar Amora yang terus melangkah ke lapangan. Bola mata Liora melebar melihat bola basket melayang ke arah Amora berada.
"Amora! Awass!"
Dukk!
Belum sempat menghindar, kepala Amora tertimpa bola dan membuatnya terjerembab ke tepi lapangan. Amora meringis pelan dengan sebelah tangan memegang kepala. Buku catatannya masih ia pegang. Kepala Amora yang sakit cuma sedikit, sekarang jadi bertambah sakit.
Alfa yang melihat bola yang dilemparnya mengenai seseorang, segera ia lari mendekat. Apakah gadis itu terluka karena lemparannya yang terlalu bertenaga?
Alfa sampai di dekat gadis itu dan mulai berjongkok. "Lo gak apa-apa, kan?" tanya Alfa pelan.
Amora mendongak dengan kepala yang semakin terasa pusing. Kepala lututnya juga terasa perih, mungkin karena tergores lantai lapangan yang berpermukaan kasar.
"Amora?" seru Alfa ketika melihat wajah Amora. Ternyata bola yang ia lempar mengenai kepala gadis yang saat itu ia dan Alfi tolong.
Liora mendekat dan berjongkok di sebelah Amora. "Amora? Lo gak apa-apa? Gue bilangin malah gak mau denger," omel Liora.
"Gue cuma pusing," ujar Amora pelan.
Alfa yang lihat keadaan Amora jadi merasa bersalah. Pasti kepala Amora jadi sakit karena lemparan bola tadi. Ia tarik pelan lengan Amora dan membantunya bangkit berdiri.
"Sorry, gue beneran enggak sengaja. Gue bawa temen lo ke UKS. Ayo, lo bisa istirahat di sana. Lo udah makan?" tanya Alfa menatap Amora dan Liora bergantian.
Amora menggeleng pelan. Ia segera di bantu oleh Alfa berjalan menuju UKS. Liora mengikut dengan tangan meraih buku catatan Amora yang terlepas dari tangan gadis itu.
Liora melangkah cepat menuju Alfa yang tengah membawa Amora dengan hati-hati. Terlihat Alfa sangat sopan dan bertanggung jawab.
"Ternyata Alfa enggak sedingin yang orang-orang bilang."
***
Sesampai di UKS, Alfa membantu Amora untuk naik ke brankar. Ia rapikan bantal yang berwarna putih itu. Ia tidurkan kepala Amora ke sana. Tangan Alfa terulur dan meletakkan telapak tangan di kening Amora. Terasa panas. Berarti gadis di depannya itu tengah demam.
Amora memejamkan mata. Ia merasa sangat pusing. Ia juga belum sarapan. Amora jadi merasa menyesal mengabaikan perkataan Liora tadi.
Alfa menarik selimut sebatas dada Amora. Biasanya orang demam akan merasakan dingin. Alfa menoleh ketika ada seorang perempuan mendekat, orang yang mengawas UKS hari ini.
"Bisa saya bantu, Kak?" ujar perempuan itu dengan sopan. Ia letakkan minyak angin ke dekat Alfa.
"Bisa beliin gue teh hangat sama bubur ayam yang ada di kantin?" tanya Alfa.
"Boleh, Kak," jawab perempuan itu dan mengangguk cepat.
"Terimakasih, ini uangnya." Alfa memberikan selembar uang ke tangan perempuan itu. Ia ambil minyak angin yang ada di dekatnya itu.
"Saya permisi dulu." Perempuan itu segera keluar dari UKS.
Alfa membuka tutup botol minyak angin dan ia ambil sedikit, ia oleskan pada kening dan telapak tangan Amora dengan gerakan pelan.
Alfa menatap wajah Amora yang tengah memejamkan mata. Terlihat sangat cantik dan damai. Gadis itu hari ini terlihat pucat, tidak seperti hari lalu. Tangan Alfa terulur merapikan helaian rambut Amora yang sedikit menutupi wajah.
Jantung Alfa berdegup kencang kala tatapan mereka bertemu. Dunia terasa berhenti. Alfa tidak bisa mengalihkan tatapan. Ia terpaku pada tatapan mata Amora yang begitu memesona.
Pipi Amora terasa panas kala cowok yang ada di depannya menatap dirinya dengan lekat. Amora jadi gugup seketika. Jantungnya jadi berdegup kencang.
"Ha-hai," sapa Amora dengan pelan. Suasana begitu hening buat ia jadi semakin gugup.
"Ha-hai juga," jawab Alfa yang langsung tersadar dan segera memalingkan wajah.
Alfa jadi merasa gugup. Ia menggeleng samar. Ia tidak boleh menaruh rasa pada Amora. Ia akui Amora memang sangat cantik. Namun ia tidak boleh suka. Waktu pertama kali Alfi lihat Amora saat hari lalu, Alfa tahu jika saudara kembarnya itu tertarik pada Amora.
"Ada yang aneh sama muka gue?" tanya Amora ketika Alfa terlihat gugup ketika ia memergoki cowok itu yang menatapnya dengan lekat.
Alfa menoleh dan menggeleng cepat. "Enggak ada. Gue cuma mastiin lo baik-baik aja. Gue pikir lo tadi tidur," jawab Alfa dengan cepat.
Amora mengulum senyum melihat Alfa yang terlihat begitu gugup menjawab pertanyaannya. Di sisi lain, Amora sangat senang ditatap oleh Alfa. Jantungnya jadi berdegup kencang. Apa ada sesuatu dengannya?
"Maaf ya, gue enggak sengaja lempar bola dan kena kepala lo," ujar Alfa dengan rasa bersalah.
"Enggak apa-apa. Santai aja." Amora mengulas senyum.
"Apa masih ada yang sakit?" tanya Alfa memastikan.
"Kepala gue pusing sama lutut gue agak perih," jawab Amora seraya menunjukkan lututnya yang terasa perih itu.
Alfa lihat ke arah yang ditunjuk oleh Amora. Ia lihat lutut gadis itu sedikit tergores dan berdarah.
"Bentar, biar gue obatin." Alfa berjalan cepat menuju kotak obat untuk mengambil kapas dan obat merah. Setelahnya, ia kembali mendekat pada Amora.
Alfa membersihkan luka yang ada di lutut Amora dengan hati-hati. Setelahnya, baru ia beri sedikit obat merah. Karena luka goresannya tidak parah, maka Alfa tidak beri perban.
"Makasih," ujar Amora setelah Alfa selesai mengobati luka di lututnya itu.
"Sama-sama. Kepala lo masih pusing? Gue pijitin," ujar Alfa. Ia harus bertanggungjawab sampai gadis itu sembuh. Bagaimana pun, Amora terjatuh dan merasa pusing karena ulahnya.
Amora mengangguk dan membiarkan Alfa memijit keningnya dengan lembut. Ia pejamkan mata.
"Ini pertemuan kita yang kedua. Kayaknya mereka salah menilai lo. Lo gak seperti yang mereka bilang. Ternyata lo baik dan enggak dingin yang kayak mereka bilang itu," ujar Amora dan membuka mata menatap Alfa.
"Penilaian orang beda-beda."
Bunyi pintu terbuka membuat Alfa sedikit menoleh. Namun ia kembali fokus dengan tangan yang memijit pelan kening Amora.
"Alfa, ternyata lo di si—"
Alfa dan Amora langsung menoleh ke sumber suara. Mereka mendapati Alfi yang berdiri di ambang pintu. Alfa mendapati wajah Alfi yang terlihat, hanya ia yang tahu.
"Sorry, gue ganggu." Alfi yang lihat Alfa dan Amora merasa tidak enak dengan hatinya. Terasa sedikit terusik.
"Fi, sini dulu." Alfa berbalik badan. Ia tidak ingin membuat Alfi jadi salah paham. Segera ia tahan kepergian cowok itu.
Langkah kaki Alfi terhenti ketika lengannya di cekal oleh Alfa. Ia berbalik badan dan menatap Alfa.
"Bantu pijit kening Amora, ya. Tadi gue gak sengaja lempar dia pake bola. Jadinya Amora pusing," ujar Alfa menjelaskan. Alfa tahu jika Alfi terlihat cemburu melihatnya berduaan dengan Amora seperti tadi. Ia tidak ingin Alfi merasa terusik atau tersinggung. Ia paham apa keinginan adiknya itu.
Alfi mengangguk pelan dan balas menatap Alfa dengan tatapan berbinar. Ia menoleh sekilas pada Amora yang ada di brankar.
"Oke," jawab Alfa dengan ceria. Ia senang bertemu lagi dengan Amora. Sudah dua kali dengan ini ia bertemu Amora.
Alfa membawa tangan Alfi pada kening Amora. Cowok itu sudah tahu bagaimana cara memijit. Amora akan cepat sembuh dan tidak pusing lagi.
"Gue keluar, mau ganti seragam. Jaga Amora, kalo udah enggak pusing, anter ke kelas," ujar Alfa dan menepuk pelan pundak Alfi.
Alfi mengangguk. "Iya, Fa," jawabnya.
Amora yang lihat Alfa keluar dari UKS jadi merasa sedih dan kecewa. Ia mau hanya Alfa yang di dekatnya. Bukan Alfi. Entah kenapa, ia merasa suka dengan kehadiran Alfa.
"Gue mau sama lo, Fa. Kenapa lo malah keluar?"
***
Liora yang baru balik menemani perempuan tadi membeli teh hangat dan bubur ayam untuk Amora, sesuai yang diperintah oleh Alfa tadi. Di kantin sangat ramai, mereka jadi lama.
Pintu terbuka membuat Liora melihat ke pintu. Di sana ada Alfa yang keluar dari dalam UKS dengan wajah yang terlihat murung. Padahal tadi masih cerah-cerah saja. Apa terjadi sesuatu di dalam? Apa Amora bertengkar dengan Alfa?
Ingin Liora menyapa Alfa. Tapi melihat wajah Alfa yang tidak bersahabat jadi ia urungkan. Ia beri jalan untuk Alfa yang bahkan tidak menyapa apalagi melirik ke arahnya.
Alfa mempercepat langkah pergi dari UKS. Perasaannya jadi tidak karuan saat melihat Alfi tersenyum senang ketika dekat dengan Amora. Apa ia merasa cemburu dan tidak rela?
"Kenapa perasaan gue jadi campur aduk gini? Gue gak boleh egois. Tujuan gue cuma mau buat Alfi bahagia. Hingga hari itu tiba, lo gak akan menyesal, karena tujuan dan janji lo sama Nenek udah terpenuhi," gumam Alfa dan terus berjalan dengan kepala menunduk.
Liora terus menatap punggung Alfa yang semakin menjauh. Ia lihat kepala Alfa mulai menunduk menatap lantai. Ia jadi tambah penasaran. Apa yang sudah terjadi di dalam?
"Sepertinya ada yang enggak beres. Gue harus cari tau."
See you next part.