Chereads / Triangle Of Love / Chapter 4 - 3. Ujian Dan Cobaan

Chapter 4 - 3. Ujian Dan Cobaan

Alfa melenggang masuk ke dalam kelas 11 IPS 2 yang merupakan kelas kembarannya, Alfi Kevza Franklin. Alfa menghentikan langkah kakinya kala ia merasakan ada yang mengikutinya. Ia menoleh ke belakang. Dugaannya benar, ia mendapati Deon yang berjalan di belakangnya, mengikuti dirinya.

"Kenapa gue harus dipertemukan dengan orang gila ini. Sekali dapet temen, dapat yang beginian," gumam Alfa dengan pelan. Ia menghela napas jengah.

Alfa berbalik badan, menghadap Deon sepenuhnya. "Ngapain lo ngikutin gue?" tanyanya dengan malas.

Deon menghentikan langkah kaki saat sampai di dekat Alfa. Ia cengengesan dengan sebelah tangan menggaruk kepala belakang yang tak gatal.

"Habisnya gue bingung mau ngikutin siapa lagi kalo bukan ngikutin lo. Lagian, gue gak punya temen," jawab Deon dengan wajah memelas.

Lagi-lagi Alfa hanya bisa menghela napas pelan. "Terserah lo.

Alfa melangkah mendekat ke arah meja murid yang berada di kelas itu, jangan lupakan Deon yang terus mengekori dirinya.

Alfa mengedarkan pandangan. Ruangan kelas lumayan luas dan murid terbilang banyak. Matanya tertuju pada seorang cowok yang duduk sendirian. Lebih tepatnya menyendiri, jauh dari banyak murid.

Alfa hanya bisa tersenyum sendu. Di saat semua orang menyukai keramaian, kembarannya malah menyukai kesendirian. Di saat semua ingin bergabung, kembarannya terus-terusan menjauh. Seberat itu trauma yang diderita oleh kembarannya itu.

"Alfi, sini," panggil Alfa dengan pelan. Ia bergeser ke arah bangku yang ada di sudut, dekat pintu.

Seorang cowok yang sendirian duduk di pojokan merasa terpanggil. Ia menoleh ke depan dan mendapati orang yang ia tunggu sedari tadi kedatangannya. Jujur ia merasa takut ada di kelas barunya. Ia belum kenal dan tidak ingin mengenal. Menurutnya, semua orang sama saja. Jahat dan jahat.

Sudut bibir Alfi terangkat. Rasa takut dan canggung yang ia rasa mulai menghilang ketika mendapati Alfa berdiri di sana. Ia segera bangkit berdiri dan melangkah mendekat.

Saat melihat seorang cowok yang ada di belakang tubuh Alfa, perlahan senyum tipis yang ada di wajah Alfi mulai memudar. Ia tidak suka melihat cowok itu bersama Alfa.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Alfi dengan wajah terlihat kesal. Ia tatap cowok itu dengan sinis.

"Menurut lo?" Deon menaikkan sebelah alis matanya ke atas. Ia amati wajah cowok itu, memang terlihat mirip dengan Alfa.

Alfi mengikis jarak dengan Deon. "Ngapain lo ke sini? Lo yang tadi, kan? Yang mau mukul gue?" tanya Alfi dengan wajah masam.

Melihat situasi yang tidak memungkinkan, Alfa melerai dua orang itu yang terus adu bacotan. Sikap Alfi terkadang memang begitu, jika bertemu dan tidak suka dengan seseorang, cowok itu akan marah-marah dan mendumel.

"Jangan mulai, Fi," cegah Alfa dan menyeret cowok itu ke samping badannya. Ia tidak ingin ada pertengkaran antara Deon dan Alfi.

Merasa mendapat pembelaan dari Alfa, Deon tersenyum senang dan penuh kemenangan. Nyatanya Alfa membela dirinya, ketimbang cowok itu.

"Lo nanya ngapain gue ke sini? Gue ngikut temen baru gue," jawab Deon dengan senyum miring. Ia tepuk pelan pundak Alfa.

Alfi mengamati Alfa yang hanya diam, tidak menepis tangan Deon dari pundaknya. Alfi tidak terima jika hal itu sampai terjadi. Tidak ada yang boleh berteman dengan Alfa, kecuali dirinya.

"Fa? Lo beneran temenan sama dia? Jangan mau, Fa." Alfi geleng kepala pelan dan menatap Deon dengan sinis.

"Alfa yang temen sama gue, ngapain lo yang sewot? Terserah Alfa mau temenan sama siapa aja," jawab Deon, ia juga menatap Alfi dengan sinis.

"Gue gak nanya sama lo!" Alfi merasa muak pada cowok itu. Ia menghadap Alfa yang hanya jadi penonton.

"Biarin aja, Fi. Dia anak baru di sekolah kita. Jangan kayak anak kecil, lo udah gede," ucap Alfa, melerai adu mulut yang terus terjadi antara dua orang itu.

"Lo belain dia?" tanya Alfi tidak percaya. Ia menghela napas pelan, Alfa berada di pihak Deon.

Alfa menggeram kesal. Jika ia bela Deon, Alfi akan marah. Jika ia bela Alfi, Deon akan seperti itu juga. Ia jadi serba salah.

"Huh! Lo berdua bikin gue pusing!" Alfa melangkah menjauh dari kelas. Ia berjalan keluar dengan langkah lebar. Kepalanya jadi pusing menghadapi dua orang itu.

Setelah kepergian Alfa, Alfi mendelik kesal pada Deon yang masih berdiri di kelasnya. "Lo sih!" Alfi mendorong pundak Deon ke belakang.

Deon tidak mau kalah. Ia juga mulai membalas dan mendorong pundak Alfi ke belakang. "Lo sih!"

Terus saja begitu. Sampai kiamat.

***

Alfa melangkahkan kaki menuju taman yang ada di belakang sekolah. Ia mendudukkan diri di sana sambil cari angin dan menghirup udara yang berembus. Rasanya sangat sejuk, apalagi ada pepohonan hijau di dekat taman.

Alfa memejamkan mata dengan pelan. Ia menekan dada dengan pelan. Ia harus tetap semangat, apapun yang akan terjadi nantinya. Yang terpenting, ia selalu menjaga kembarannya dengan baik, seperti janjinya pada Sang Nenek.

Alfa membuka mata ketika mendengar suara berisik dari arah samping. Ia sedikit menoleh ke arah sumber suara, melihat pelaku yang sudah mengusik ketenangannya.

Alfa menghela napas kasar. Dua orang itu lagi. Siapa lagi kalau bukan Deon dan Alfi yang tengah adu bacotan dan saling menyalahkan. Alfa kembali memejamkan mata. Tidak ada gunanya ia ikut campur.

"Lo, sih!"

"Kenapa lo malah nyalahin gue mulu, ogeb?! Lo sendiri yang sok merajuk segala. Mulut lo gak bisa diem. Karena lo, Alfa jadi marah sama gue."

"Bukan salah gue! Ngapain lo masuk ke kelas gue? Gue gak suka!"

Alfa dapat mendengar dengan jelas ucapan dari dua orang itu. Ia pijit pangkal hidung dan selanjutnya kepala. Ia jadi merasa pusing. Niat ingin mendinginkan kepala malah jadi kepala terasa panas.

"Lo yang sabar, Fa. Anggap aja ini ujian dan cobaan dari Tuhan. Deon adalah titisan dakjal dan satunya lagi titisan setan," gumam Alfa dengan perasaan dongkol.

Dua orang itu masih terus-terusan berdebat. Alfa menoleh ke sana tanpa minat. "Mau sampai kapan lo berdua berdiri di sana?"

Mendengar suara Alfa yang sedikit menggelegar buat Alfi dan Deon jadi gelagapan. Dua orang itu lempar cengiran pada Alfa dan melangkah mendekat.

"Fa? Lo marah sama gue? Kembaran lo tuh, dia yang mulai duluan." Deon mendudukkan diri di sebelah Alfa, sebelum Alfi rebut kursi panjang itu.

"Heh! Lo kenapa nyalahin gue? Lo yang duluan ngikut sama Alfa dan masuk ke kelas gue! Gue gak suka dan gue ngerasa keberatan!" jawab Alfi sewot, tidak terima disalahkan.

"Terserah gue ngikut sama siapa. Kenapa lo yang sewot?!" Deon balas dengan judes. Sungguh kesabarannya sangat diuji saat ini.

"Jelas gue sewot! Lo gak boleh temenan sama Alfa. Ngapain tadi lo ngikutin Alfa? Lo gak punya kerjaan lain, selain ngikutin kembaran gue?" tuding Alfi dengan panjang lebar.

Alfa menatap Alfi dan Deon bergantian dengan tatapan malas. Andai saja ia bisa berubah jadi Vampir atau semacamnya, sudah ia pastikan akan mencekik dan menerkam dua orang itu, supaya berhenti berdebat.

"Udah?" Alfa mulai jengah. Jika ia biarkan terus, tentu saja perdebatan itu tidak akan berhenti dan bahkan sampai Upin dan Ipin tamat TK.

"Dia yang mulai, Fa," tunjuk Alfa pada Deon yang mulai diam. Saat ia tunjuk, mata cowok itu jadi melebar menatap ke arahnya.

"Kenapa gue? Gue udah diem loh!" Deon tidak terima disalahkan terus menerus.

"Udah setop! Telinga gue udah mau pecah denger perdebatan lo pada!" Alfa menarik rambutnya frustasi. Ia bangkit berdiri. Mending ia pergi saja dari sana.

Saat Alfa ingin beranjak, dengan segera Deon tahan lengan cowok itu. Begitu juga dengan Alfi. "Mau ke mana lo, Fa?

Alfi mendelik melihat Deon yang mengikuti pergerakannya. "Ngapain lo ngikutin gaya gue? Pake nahan lengan Alfa segala lagi. Lo pegang yang lain kek," ujarnya dan menepis tangan Deon dari lengan Alfa.

"Udah, ya! Liat muka lo pada buat gue jadi susah nahan berak." Alfa menatap dua orang itu dengan tajam, setelahnya berjalan menjauh dari taman.

"Lo, sih! Karena muka lo, Alfa jadi susah nahan berak." Deon yang kesal mendorong pundak Alfi ke belakang.

"Jangan salahin gue! Salahin noh, muka lo yang kek tai!" Alfi mendorong baju Deon dan berlari menyusul Alfa.

"Sembarangan tuh anak! Ganteng gini dibilang kek tai." Deon menggerutu seraya menyugar rambut ke belakang. Kemudian ikut berlari mengejar Alfa dan Alfi.

"Woi, tungguin!"

***

Deon menghentikan langkah di depan toilet. Ia celingukan kanan kiri mencari keberadaan Alfa. Mungkin cowok itu ada di dalam, jadilah ia tunggu di sana.

Alfi yang lewat di dekat toilet melihat keberadaan Deon di sana. Keningnya mengernyit melihat Deon yang celingukan. Apakah cowok itu tengah mencari Alfa? Alfi geleng kepala dengan pelan. Alfa berada di kantin, ia ke kelas karena di suruh ambil uang yang ketinggalan dalam tas.

Alfi berjalan mendekat. "Heh muka kek tai, lo ngapain celingukan depan toilet kek orang bego? Jadi kang ngintip?"

Deon yang mendapati kehadiran Alfi menatap cowok itu dengan sinis.

"Mulut lo kampret! Gue nunggu Alfa di sini. Sesuai yang Alfa bilang, dia susah nahan ber—"

Alfi terkekeh pelan. Deon memang mudah dibodohi ternyata. Ia tepuk jidat dengan pelan. "Mau aja lo dibodohin. Jelas-jelas Alfa lagi di kantin," jawabnya.

Deon menatap Alfi dengan tidak percaya. "Yakin lo? Gue gak percaya sama tampang modelan kayak lo gini. Tercium bau-bau penipu," celetuknya.

"Terserah lo! Gue mau ke kantin!" Alfi berdecak malas. Ia berbalik badan dan meninggalkan Deon sendirian di sana.

Melihat kepergian Alfi menuju kantin, Deon akhirnya memilih percaya. Ia ikuti cowok itu. Saat sampai di depan pintu, barulah ia dapati Alfa duduk anteng di kursi dan meja, tempat makan.

"Gilak! Gue kena kibul!"

See you next part.