Drrtt... Drrttt...
Alfa membuka mata ketika merasakan getaran ponsel yang ada dalam saku seragam. Ia menegakkan badan dan melihat nomor yang tertera di ponsel.
Saat melihat panggilan dari Kevin Franklin, ayahnya, Alfa segera menggeser layar ke ikon yang berwarna hijau yang ada di atas layar.
"Hallo, Yah," ujar Alfa dan meletakkan ponsel di telinga.
"Apa kabar, Fa? Maaf Ayah jarang kasih kabar dan belum bisa pulang. Ayah masih sibuk ngurus kerjaan. Alfi mana? Dia baik-baik saja, kan?" Terdengar suara Kevin Franklin dari seberang sana.
"Gak papa, kok, Yah. Jaga kesehatan Ayah di sana. Alfi tadi pergi sama temennya, Yah," jawab Alfa sedikit ragu dengan ucapannya.
Ya, saat ini Alfa masih duduk di rooftop. Ia belum melihat Alfi sedari tadi. Alfa menoleh ke samping mencari keberadaan Deon, ternyata cowok itu juga belum kembali. Tadi sempat izin padanya mau ke kantin beli minum.
"Teman? Teman yang mana? Kamu yakin Alfi sama teman dia?" tanya Kevin dengan suara yang terkesan cemas. Kevin sangat tahu, putranya itu belum sembuh dari kejadian tahun lalu.
"Iya, Yah. Ayah tenang aja. Alfa bakal jagain Alfi terus kok. Ayah jangan cemas," ucap Alfa menenangkan Ayahnya dari seberang sana.
"Iya, Fa. Jaga Alfi dengan baik. Ayah sangat takut kejadian itu terjadi lagi. Ayah tidak bisa memantau kalian dari dekat. Ayah jauh di sini." Suara Kevin jadi terdengar serak seperti menahan tangis.
Sejak kejadian itu, Kevin sangat merasa bersalah atas apa yang sudah menimpa putranya yang bernama Alfi itu. Saat itu juga, ia terlambat pulang karena penerbangan kala itu ada gangguan dan cuaca buruk. Ia hanya bisa menelpon dan tahu keadaan Alfi dari ponsel saja. Setelah Alfi pulang dari rumah sakit, barulah ia bisa pulang.
Kevin juga merasa bersalah karena tidak bisa melihat dan menjaga putranya dengan baik. Ia tidak bisa menyaksikan pertumbuhan putranya dari kecil hingga sampai sekaran. Ia selalu disibukkan oleh pekerjaan. Di sisi lain, jika ia tidak bekerja, keluarganya akan kekurangan. Ia ingin orang yang ia sayang merasa cukup dan bahagia.
"Iya, Yah. Alfa akan janji untuk terus jaga Alfi. Ayah jangan sedih. Jaga kesehatan Ayah di sana. Di sini Bunda Alfa sama Alfi baik-baik aja." Alfa menampilkan senyum meski Kevin tidak lihat.
"Ayah selalu jaga kesehatan. Udah dulu ya, Fa, sebentar lagi Ayah mau meeting. Oh iya, Fa, bagaimana? Sudah ada tambahan anggota untuk grup kamu?" tanya Kevin sebelum mematikan sambungan.
"Sekarang belum, Yah. Tapi akan Alfa usahain buat nyari."
"Usahakan ya, Fa. Anggota grup kamu butuh anggota dua orang lagi. Beberapa bulan ke depan kita akan mengadakan konser sekalian untuk sambutan lahirnya perusahaan kita yang baru."
"Iya, Yah. Akan Alfa usahakan bareng Alfi nanti. Semoga ada yang mau gabung" jawab Alfa.
"Baik, semoga dapat. Nanti jam empat sore datang ke kantor. Nanti juga ada pemotretan lagi. Jangan lupa hubungi Aska, Alan, sama Kenzi, ya? Nanti mereka malah lupa," ujar Kevin mengingatkan.
Dengan tiga orang itu Kevin sudah sangat kenal. Kenzi, Aska dan Alan merupakan anggota yang terbilang cukup lama sudah bergabung di perusahaan pakaian miliknya. Banyak brand ternama yang mengontrak atau memberi endorse pada mereka. Kantor ia yang handle saat ini, menunggu si kembar dewasa dan bisa mengelola bisnis.
"Oke, Yah. Nanti Alfa hubungin mereka, sekalian Alfa cari buat anggota. Semoga nanti ada yang mau."
"Iya, usahakan. Kalian butuh latihan juga untuk mempersiapkan diri nantinya di acara. Dengan latihan semoga hasil lebih maksimal dan tentu acara kita jadi meriah." Kevin mengulas senyum dari seberang sana. Ia jadi tidak sabar ingin lihat penampilan si kembar dan yang lain tampil di atas panggung.
"Sudah dulu ya, Fa. Ayah mau meeting setelah ini. Jaga kesehatan." ujar Kevin sebelum mematikan sambungan.
"Iya, Ayah juga."
***
Deon mempercepat langkah dan sampai di kantin. Ia sangat merasa haus karena cuaca sangat terik dan panas. Ia sudah izin pada Alfa untuk pergi ke kantin dan membeli minuman untuk dirinya dan Alfa. Cowok itu masih setia berada di rooftop.
"Deon!"
Deon menghentikan langkah kaki dan mengedarkan pandangan di kantin itu. Ia dengar ada yang memanggil dirinya waktu menuju ke arah tempat yang jual minuman.
Deon bergeser dan mencari seseorang yang memanggilnya barusan. Ternyata Alfi lah yang memanggilnya. Pantas saja ia merasa familiar dengan suara itu.
"Elo, Fi." Deon mengangkat tangan ke atas, melambai ke arah Alfi. Ia urungkan membeli minuman dan melangkah ke sana.
Deon sudah sampai di dekat Alfi dan seorang teman Alfi yang bernama Arvin. Ia dudukkan diri di sana.
"Di sini lo ternyata. Gue sama Alfa nyari lo ke kelas, tapi gak ada," ujar Deon.
"Lo sama Alfa lama. Jadinya gue ngikut Arvin aja ke sini," jawab Alfa dengan mata melirik Arvin sekilas.
Deon manggut-manggut. Ia lirik Arvin yang duduk di depannya. "Udah akrab aja lo pada. Kenalin gue lah sama temen baru lo."
Mendengar perkataan Deon membuat Arvin jadi terkekeh. Ia ulurkan tangan dan memperkenalkan diri. "Gue Arvin. Kalo lo?"
"Gue Deon," balas Deon dan menjabat tangan Arvin. Setelahnya ia lepaskan, begitu juga dengan Arvin.
"Lo ngapain ke sini? Alfa mana?" tanya Alfi setelah Deon dan Arvin berkenalan.
"Mau beli minum lah, masa mau nginep. Alfa ada di atas. Rooftop maksudnya." Deon beranjak dari sana menuju tempat pemesanan air minum.
Setelah memesan minuman, Deon menunggu di sana. Setelahnya ia ambil pesanan yang sudah selesai. Ia bayar terlebih dahulu dan melangkah menjauh dari sana, tidak lupa mengucapkan terimakasih.
Sebelum keluar dari kantin, Deon menyempatkan diri menghampiri Alfi kembali. "Gue mau ke rooftop. Lo berdua mau ikut?"
"Ikut lah." Alfi mengangguk cepat dan bangkit berdiri. Begitu juga dengan Arvin. Alfi mendekat pada Arvin dan merangkul pundak cowok itu.
Deon mengekori Alfi dan Arvin yang berjalan di depan. Kedua tangannya memegang botol minuman dingin yang ia beli. Satu untuknya dan satu untuk Alfa.
"Yon? Alfa pulang tadi nyari apa?"
***
"Fa!" panggil Alfi setelah ia sampai di rooftop. Ia tampilkan cengiran kala cowok yang ia panggil menoleh.
"Dari mana aja lo?" tanya Alfa setelah Alfi duduk di sampingnya.
"Tadi gue di kantin sama Arvin. Trus nemu Deon di sana. Jadi gue ngikut ke sini," jawab Alfi.
"Nih, Fa, buat lo." Deon menyodorkan sebotol fanta ke depan Alfa dan diterima oleh Alfa.
"Thanks, Yon. Tau aja lo kalau gue lagi haus." Alfa meneguk fanta itu sampai setengah. Kemudian meletakkan fanta itu di atas meja.
"Fi, tadi Ayah nelpon."
"Serius? Ayah bilang apa? Kapan Ayah pulang?" tanya Alfi dengan mata berbinar, menandakan kalau dirinya sangat merindukan laki-laki itu. Sudah lama tidak bertemu.
"Belum tau. Tadi Ayah cuma bilang kita harus cari dua orang lagi buat nambah anggota. Kalau sudah cukup, kita bisa beri nama. Ayah juga bilang nanti kita datang ke kantor dan ada pemotretan lagi," ujar Alfa menjelaskan.
Alfi manggut-manggut mengerti mendengar penjelasan dari Alfa. Ia jadi senyum lebar melihat kehadiran Deon dan Arvin ada di sana.
"Kebetulan kalian berdua. Mau ya, gabung sama kita?" tanya Alfi dan menatap Deon dan Arvin bergantian.
"Haa?" Arvin jadi melongo. Sedari tadi ia hanya diam, tidak mengerti dengan apa yang tengah dibahas oleh si kembar, sedangkan Deon hanya diam.
"Vin, Yon? Mau ya? Gue sama Alfa udah capek cari anggota. Kebetulan lo temen gue dan Deon temen Alfa. Jadi gabung aja, biar kita makin akrab. Di sana juga ada Kenzi, Alan sama Aska. Mereka seumuran sama kita, cuma beda sekolah aja sama kita. Nanti lo berdua gue kenalin, deh sama mereka," ujar Alfi antusias dan semangat yang menggebu.
Alfa menatap Alfi sedari tadi. Ia tersenyum senang. Sudah lama ia tidak melihat Alfi seperti itu, mulai semangat dan ceria. Tidak seperti dulu, selalu diam dan murung. Alfa mengangguk menyetujui kalau Deon dan Arvin gabung sama mereka. Ia dan yang lain tidak susah cari anggota lagi.
"Gimana, ya?" Arvin menoleh ke arah Deon, meminta jawaban. Jika menolak, tentu Alfi akan merasa kecewa. Jujur, Arvin kurang berbakat tentang hal itu.
"Fa, Fi, lo tau kan kalo gue sepulang sekolah selalu kerja. Kalo gue ikut lo pada, otomatis gue kena pecat," ujar Deon berharap dua orang itu mau mengerti dengan keadaannya.
"Gak papa di pecat, Yon. Itu lebih bagus." Alfi bertepuk tangan membuat Deon melebarkan mata, tidak percaya.
Alfa membekap mulut dengan sebelah tangan agar tawanya tidak meledak melihat reaksi wajah Deon. Alfi ada-ada saja.
"Lo gila! Jangan asal ngemong lo. Kalo gue di pecat, gimana gue bisa dapat uang. Lo mau gue mati kelaperan? Trus di usir dari rumah karena gak bisa bayar kontrakan? Muka gue terlalu handsome buat jadi gelandangan di luar sana," jawab Deon dengan panjang lebar. Ia tidak ingin kehilangan pekerjaan.
"Lo dengerin gue dulu. Lo kerja jadi model itu dikasih uang. Malahan gajinya cukup buat biaya lo sehari-hari. Gajinya gede." Alfi meyakinkan Deon.
"Ini kesempatan emas buat lo. Lo cuma bergaya aja di depan kamera. Kalo nyanyi, kita tinggal hapalin lirik lagu sama gerakan. Enggak susah kok. Kerjanya juga bersih. Tampang lo udah lumayan ganteng." Alfi mengeluarkan jurus andalan.
Deon jadi terdiam dan termenung. Ia cerna dengan baik ajakan Alfi barusan. Satu hal yang ia pikirkan, bisakah ia jadi model dan penyanyi? Ia tidak punya bakat di bidang itu.
"Lo juga mau, kan Vin? Katanya lo mau jadi temen gue? Kalo beneran mau, syaratnya harus ikutin ajakan gue barusan." Lagi-lagi Alfi mengeluarkan jurus andalan. Tidak lupa ia pasang wajah yang serius.
"Ikut aja lah lo berdua. Soal pemotretan, kalian bisa diajarin. Kerjanya enggak berat kok. Cuma meragain baju yang lagi booming di perusahaan kita aja," bujuk Alfa juga. Ia lempar senyum tipis ke arah Alfi yang terlihat senang.
Deon dan Arvin lempar pandang dan setelahnya mengangguk cepat. "Ya udah, kita mau."
Mendengar jawaban dari Deon dan Arvin buat Alfi jadi senang seketika. Ia raba ponsel yang ada dalam saku seragam.
"Nah gitu dong. Nanti datang, ya jam empat sore. Kasih nomer ponsel lo ke sini. Nanti gue kirim alamat ke kalian." Alfi memberikan ponsel ke tangan Deon.
"Ok." Deon mulai mencatat nomor ponsel ke ponsel Alfi, setelahnya ia berikan pada Arvin, agar cowok itu memberikan nomor ponselnya.
"Misi mencari anggota grup selesai."
See you next part.