Bab 20
"Mimpi apa semalam? Perasaan dari tadi melamunin Nirmala, tapi yang datang ondel-ondel Betawi. Apes banget," lagi batinnya berkecamuk ingin melepaskan diri dari cewek bohongan ini.
"Ehm aku minta panggil Kevin aja ya, gak pake ayang-ayang! Aku gak suka dengernya!" Kata Kevin memperingatkan.
"Baik Ayy, ehm Kepin," jawab Senja membenarkan ucapannya yang hampir membuat Kevin melotot.
"Apa itu Kepin-kepin. Kevin! Pake V bukan paket P! Benerin tuh mulut!" Ucap Kevin setengah emosi.
"Kenapa sih ngomongnya paket emosi gitu?" Tanya Senja dengan air matanya yang sedikit jatuh tapi tak membuat basah bola matanya.
"Huh, air mata buaya." Ucap Kevin, dari awal dia tidak suka dengan wanita itu. Jadi apa-apa saja yang dia lakukan selalu salah dimata Kevin.
"Apa sih Kevin? Kamu tuh harus sabar dong dengan wanita. Bicara baik-baik," Nasehat Bu Rossa yang tidak sengaja mendengar perkataan Kevin yang sedikit kasar.
"Ya Bu, padahal susah payah saya datang kesini mau mengirimkan sarapan untuknya. Eh tapi responnya gini kesaya!" Curhatnya dengan melan kolis. Membuat Kevin sangat geram mendengarnya.
"Aduh, kapan sih manusia setengah amuba ini segera pergi. Gedek banget ngelihat mukanya yang dibuat-buat," gerutu Kevin tiada habisnya.
"Ya sudah Bu Rossa Senja pamit dulu." Ucap Senja pada akhirnya.
"Ya gitu napa dari tadi. Bikin tekanan darah tinggi aja," ucap Kevin pelan namun terdengar Bu Rosa dan Senja.
"Ngomong apa Vin?" Tanya Bu Rosa ingin mendengarkan ucapannya sekali lagi.
"Gak Bu Rosa, salah bicara!"
"Ini Bu Rosa, tolong kasihkan ke Mas Kepin yang mirip oppa Korea tuh!" Kata Senja menyerahkan satu sebuah temper glass berisi sebuah masakan.
"Ini untuk Kevin saja? Terus buat Bu Rosa mana?" Ledek Bu Rosa.
"Ini cuma buat Mas Kevin aja Bu, hanya Mas Kevin karena di buat dengan kasih sayang setulus hatiku," jawab Senja, dengan memejamkan matanya mendalami ucapnnya. Membuat Bu Rosa dan dua orang dibelakang mereka namun bersembunyi tak bisa menahan tawa.
"Dasar cewek setengah amuba!" Gumam Kevin pelan.
"Udah-udah katanya mau pulang. Sana pergi yang jauh!" Usir Kevin seperti mengusir ayam masuk rumah.
"Eh, gak boleh gitu Vin!" Kata Bu Rosa
"Biar Bu Rosa kelamaan nunggu dia selesai bicara!" Jawab Kevin.
Senja berjalan terus keluar tanpa pamit lagi pada mereka.
"Uh dasar ayang Kepin! Menggemaskan sih wajahnya. Cakepnya kebangetan, mamanya nyidam apa sih sampai gantenganya kelewat kontrol gitu," Puji Senja tiada habisnya. Dia senyum-senyum sendiri dijalan, yang melihatnya di kira orang gila baru. Sampai tanpa sadar kakinya menendang batu.
Sementara Di warung Bu Rosa Kevin dibuat bahan ledekan oleh mereka. Sampai pusing sendiri Kevin ingin izin pulang.
"Lain kali punya cewek tuh diperhatiin Kevin, jangan di anggurin dong!" ledek Dio tertawa terpingkal-pingkal.
"Suer cewek tuh gokil abis!" Imbuh yang lain
"Ya gokil, coba anak itu jadi orang-orangan sawah pasti pada kabur tuh hama2," lanjut Kevin tak kalah bicara.
"Sttt! Gak boleh kaya gitu. Itu juga perempuan, punya perasaan," Bu Rosa mengingatkankan.
"Ya Bu Rosa, kami minta maaf. Ya sudah saya mau melanjutkan masak. Ayo bantu didapur! Biar warung cepat dibuka!" Kata Bu Rossa menggiring ketiga pemuda yang biasa membantunya.
"Kenapa gak nyari asisten wanita sih Bu Rosa, biar masaknya cepat!" Usul Kevin
"Itu Uda ada Dio dan Tommy, mereka lihai loh kalau urusan dapur!" Jawab Bu Rosa
"Aku selama disini belum pernah loh melihat mereka masak!" Kata Kevin mencoba mengingat kapan dua orang begajulan itu bisa masak. Dia sama sekali tidak pernah melihat mereka memasak sendiri.
"Lihai tuh gak musti bisa masak Kevin. Hehe, gak perlu difikir terlalu panjang," kata Bu Rosa
****
"Nirmala, Nirmala bangun Nak! Napa pintunya dikunci?" Suara, Bibi Asih setengah berteriak karena Nirmala tak kunjung menjawab sapaan Bibi Asih.
"Nirmala, Nirmala!" Bibi Asih makin cemas karena tidak ada suara sahutan dari dalam kamar.
"Pak, Bapak!" Teriak Bibi Asih lagi memanggil suaminya.
Tak butuh waktu lama Paman Nirmala datang dengan nafas ngos-ngosan. Baru pulang dari sawah.
Dengan tubuh gontainya, sampailah Paman Jhony didepan pintu kamar Nirmala.
"Ya Buk ada apa berteriak-teriak kencang gitu?" Tanya Sang Paman dengan perasaan cemas, melihat pintu kamar Nirmala masih tertutup sejak pagi.
"Ini loh Pak, Nirmala belum keluar juga dari tadi. Saya khawatir Pak," jelas Bibi Asih dengan menekan dadanya.
Tanpa basa-basi Jhony mendorong kuat pintu kamar Nirmala, dengan beberapa kali hentakan akhirnya pintu kamar terbuka.
Bibi Asih berlari masuk kedalam, melihat Nirmala dengan mata tertutup. Fikirannya sudah mulai tidak karuan.
"Nirmala, Nak. Bangun Nirmala!" Panggil Bibi Asih berulang kali dengan mengoyakkan tubuh Nirmala. Tapi tak kunjung Nirmala tak kunjung membuka matanya.
Jhony memeriksa nafasnya, dan mengetahui bahwa Nirmala saat ini sedang pingsan.
"Ambilkan minyak kayu putih Buk!" Suruh Jhony
"Baik Pak," jawabnya dengan setengah berlari kedalam rumah mencari minyak kayu putih yang berada didalam lemari. Tak lama itu dia kembali dengan minyak itu ditangannya. Dengan tidak berhati-hati kakinya sampai menyandung pintu kamar Nirmala hingga memar dan sedikit berdarah
Bibi Asih mendekatkan tangan yang di oles minyak kayu putih kedepan hidungnya. Usaha Bibi Asih membuakan hasil. Nirmala mulai membuka matanya dan menggerakkan kedua tangannya.
"Aduh maaf Bibi Asih saya ketiduran," ucapnya polos melihat sekelilingnya ada Pamannya juga.
"Ada apa mereka berdua menatapku begitu!" Gumam Nirmala dengan linglung.
"Kamu gak tidur Nirmala, kamu pingsan. Bibi gak tahu dari jam berapa kamu gak sadarkan diri, karena pintu kamarmu terkunci!" Jelas Bibi Asih
"Pingsan? Aduh aku ini selalu saja membuat orang khawatir." Ucap Nirmala memukul dirinya sendiri.
Bibi Asih mengukur suhu tubuh Nirmala dengan telapak tangannya.
"Demammu sudah turun Nirmala," kata Bibi menurunkan btanfannya dari kening Nirmala.
"Ya Bi, sudah lumayan. Kepala juga sudah tidak pusing. Mungkin karena obat dari klinik tadi,"
"Syukurlah Nirmala," jawab paman Jhony yang juga sempat mencemaskan Nirmala.
"Nirmala, sebenarnya Paman juga ingin tahu dengan hasil lab mu kemarin. Kamu tidak memberitahukan pada kami?" Lagi tanya Paman Jhony.
"Hasilnya baik semua kok paman. Kalian tidak usah khawatir ya? Kata dokter Ridwan hanya faktor lelah saja," jawab Nirmala menutupi kebenaran tentang sakitnya.
"Aku bisa mengatasi sendiri, aku tidak boleh membebani fikiran Paman dan Bibi." Gumam Nirmala dalam hati.
"Benar begitu Nirmala?" Tanya Bibi Asih memastikan. Dia tidak sepenuhnya percaya dengan omongan Nirmala. Bibi Asih menyangka ada yang dia sembunyikan darinya.
"Ya Bibi ku yang aku sayangi, aku tidak apa-apa." Jawab Nirmala dengan membelai pipi bibi yang sudah mulai kusut fakor usia