Chereads / "Ku Tunggu Kau di Surga" / Chapter 25 - Kevin jagoan bab 25

Chapter 25 - Kevin jagoan bab 25

Keesokan harinya dibawah pohon rindang tempat favoritnya dia berdiri. Menjajakan dagangannya. Aneka pepes, masakan saji yang sudah dibungkus dengan plastik, gorengan, dia biasa berteriak jika belum ada yang membeli.

Ada Kevin lewat didepannya. Tak sengaja suara itu kencang sekali menusuk telinga Kevin pas banget. Sampai Kevin tutup telinga karena sakit pada indera pendengarnya.

Sebenarnya banyak juga pedagang berteriak kencang, tapi entah kenapa Kevin suka meladeni Nirmala jika dia marah.

Malahan saat Nirmala lama tidak berjualan, dia merasa ada yang kurang. Jika Belum beradu mulut dengan gadis aneh itu menurutnya.

Nirmala menyadari Kevin lewat didepannya. Dia putuskan untuk diam sejenak. Tak disangkanya Kevin menutup mulutnya karena berisik.

Nirmala melepaskan tangan Kevin dengan keras. Karena tidak bisa bernafas. Dan mulai melototi Kevin yang kurang ajar menurutnya.

"Eh banyak loh penjual yang berdagang dipasar, tapi mulutnya gak ada yang kaya kamu! Nyaring banget sampe-sampe kupingku sakit!" Kata Kevin dengan nada tinggi

"Uda gak usah dengarkan aku teriak. Beres kan masalahmu cowok aneh!" Umpat Nirmala tanpa melihat wajahnya lagi.

"Eh kalau bicara lihat ya wajah orangnya. Ngomong sama siapa kamu melihat ke arah jalan raya?" Tanya Kevin kesal.

"Suka-suka aku sih," jawab Nirmala membuat Kevin makin gregetan.

"Kamu tuh kenapa gak ada manis-manisnya sih jadi cewek. Sekali aja ngomong yang bener gak pernah!"

"Aku uda lelah berantem terus sama kamu. Mending pergi dech dari sini. Ngehalangi orang beli tau gak? Mana belum ada penglaris siang ini. Dasar cowok pembuat apes!"

"Capek aku berdebat sama kamu!" Kevin berlalu saja dari tempat Nirmala berdiri.

Tak lama itu ada dua pemalak pasar menggoda Nirmala. Dia memegang janggut Nirmala dengan keras. Nirmala melepaskan dengan kasar tangannya.

"Hai cantik, ayo setor uang dua ratus ribu pada kami!" Ucap Salah satu preman.

"Kamu lihat daganganku belum satupun yang laku. Mau ngasih pake daun?" Tanya Nirmala menantang. Dia akan melawannya jika mereka salah dan dia benar.

"Eh, nyolot nih bocah!" Kata salah satu preman berkumis tebal yang kisaran umurnya sama dengan paman Jhony.

"Enaknya kita apain?"

"Rusak aja dagangannya!" Usul satu preman lainnya.

"Heh heh! Sembarangan! Kamu pikir ini masak dari petang gak pake tenaga. Modalnya gak pake uang?" Nirmala mulai ikut emosi jika sampai dua orang itu jadi merusak dagangan miliknya.

"Ya kan gak ada dipasar ini yang berani dengan kita. Cuma kamu cewek tengil yang berani pada kami!"

Preman itu mulai memegang sepeda Nirmala, dan mulai menggoyang-goyangkan sepada itu, saat hendak memegang keranjang Nirmala menggigit tangannya hingga dia teriak kesakitan. Semua orang yang berada disana hanya bisa melihat tidak berani menolong Nirmala.

Mereka takut dengan dua preman itu. Jija mereka ikut campur, akibatnya kaln buruk pada jualan mereka.

Satu preman maju lagi ke arah Nirmala, dia menendang kedepan kearah dua pahanya. Pria itu merintih kesakitan juga.

Satunya datang mendekat memegang tangan Nirmala, tidak lama itu Kevin melintas dan segera menolongnya.

Dengan sekali pukulan kearah wajah ya preman itu terjungkal, dia tidak menyadari kedatangan Kevin. Dua preman melawan satu. Dengan ilmu bela diri yang dia punya. Dua preman itu berhasil dia kalahkan. Mereka berlari terbirit-birit meninggalkan Nirmala dan Kevin yang berdiri disana.

Semua orang yang melihat bertepung tangan atas keberhasilan Kevin mengusir preman pasar yang meresahkan warga sana. Sering meminta jatah paksa pada penjual-penjual yang berdagang di pasar Tenggilis ini.

"Hei, cewek aneh. Ngapain mereka sampai bisa menggangumu. Apa kamu sok berani, menantang mereka berkelahi satu lawan dua? Jangan sok-sokan kamu. Kalau gak ada aku apa jadinya kamu tadi!" Sulut Kevin tidak mendengar dulu alasan Nirmala.

Nirmala diam saja. Ngomong pun nantinya jadi panjang kaya kereta api. Gak ada putusnya.

"Makasih!" Ucapnya pelan

"Apa? Aku gak dengar?" Kevin pura-pura tidak mendengarnya. Dia mendekatkan telinganya kearah mulut Nirmala.

"Gak ada siaran ulang! Udah kamu pergi saja. Daganganku belum laku sama sekali. Aku mau lanjut jualan!" Kata Nirmala setengah mengusir Kevin.

"Dasar cewek gak tahu terimakasih!" Kevin pergi meninggalkan Nirmala dengan membawa bahan keperluan dapur Bu Rosa

Kevin berjalan dengan tidak enak hati, sepanjang perjalanan yang dilewati dengan naik motor butut milik Bu Rossa dia bergerutu soal Nirmala saja.

"Aku gak habis fikir. Kog ada cewek model gitu didunia ini? Apa emang dunia sudah tua. Jadi stok cewek baik dimuka bumi sudah menipis? Amit-amit jangan sampai aku dapat istri macam Nirmala itu." Gerutu Kevin tiad henti

"Awas saja kalau ketemu dia lagi, trus dia gak mau bilang makasih karena sering kali aku menolongnya. Aku akan kitak kepalanya sampe nangis," Umpat Kevin dengan hati berkecamuk karena sebal.

"Dasar cewek jadi-jadian! Untung cantik kalau enggak habis dia!" Kevin terus bergumam sesuai isi hatinya. Dilain hati dia peduli pada Nirmala.

"Meski aku kesal sama dia kenapa aku masih perduli pada Nirmala. Heran sendiri aku dibuatnya," Kevin bergumam sampai depan warung Bu Rosa.

****

Nirmala bersedih hanya beberapa yang laku terjual. Terpaksa dia harus menunggu sampai siang nanti. Atau tidak dia akan berkeliling.

Hari ini terik panas matahari begitu menyengat kulit. Tidak ada awan tebal yang sedikit menghalangi cahaya matahari. Langit terlihat bersih dan berwarna biru.

"Tidak biasanya aku jualan tidak habis gini," keluh Nirmala pasrah. Dia terpaksa bersiap mengemasi dan mengayuh sepedanya meninggalkan pasar.

Pasar Tenggilis tutup sampai pukul 12.00 siang jadi terpaksa dia harus meninggalkan pasar itu. Karena terlihat satu persatu para pedagang berkemas dan pulang. Hanya beberapa toko emas yang masih buka. Biasanya toko-toko itu tutup sampai jam 03.00 sore.

Nirmala mencoba masuk kedesa sebelah pasar Tenggilis, desa Punokawan. Disana dia berteriak-teriak agar dagangannya laku.

"Bali Ayam, Krengsengan, Urap-urap, pepes, gorengan..." Teriaknya berulang-ulang kali.

Sampai gang Kamboja ada seorang ibu menghadangnya dan memanggilnya.

Nirmala menepikan sepedanya ditempat yang teduh. Dia membuka keranjang miliknya. Supaya si ibu bisa memilih.

"Silahkan Bu," kata Nirmala dengan menampilkan senyumnya yang paling ramah. Meski dengan keringat yang membasahi keningnya. Di usapnya dengan lengan sikunya.

"Ini berapa Mbak?" Tanya ibu yang sudah mengumpulkan tiga bungkus Bali Ayam dan 3 bungkus Krengsengan.

"Tiga puluh ribu Bu, masing-masing harganya lima ribuan," jawab Nirmala tegas.

"Makasih Bu,"

Beberapa orang membelinya, dan tersisa sedikit. Karena waktu sudah akan menjelang dhuhur dia memutuskan untuk segera pulang.

Dengan semangatnya yang tidak pernah pudar, Nirmala sampai rumah Bibinya. Dia melihat Bibi Asih sedang menyiapkan makan siang untuknya