Bab 2
Pagi itu Bibi Asih hanya membuatkan nasi goreng, sebenarnya dia sudah sarapan dan minum obatnya.
Dengan uang yang tinggal beberapa lembar didompetnya, dia berjalan dengan lunglai menuju pasar swalayan. Kakainya yang masih lemas karena sakit yang tidak ia rasakan.
Dengan tertatih-tatih akhirnya sampai juga dia ditepi jalan raya dan menghadang angkot yang akan lewat dari sana.
"Kenapa kakiku gemetaran gini, aku pusing. Aku tidak boleh pingsan lagi. Kalau aku pingsan, Bibi Asih dan Paman nanti akan memarahiku. Aku harus kuat," kata Nirmala.
Tak butuh waktu lama angkot itu lewat, dia menghadang dengan melambai-lambaikan tangannya.
"Pasar Tenggilis Bang," ucapnya pada supir angkot yang belum menanyai tujuannya.
Sebenarnya dia bisa mengayuh kepasar sana dengan sepeda. Tapi karena dia sangat lemas dia tidak berani mengambil keputusan itu. Dia akan jatuh lalu menjadi bahan tontonan orang.
Dalam angkot terdapat dua pria bertubuh bringas. Nirmala duduk terpojok karena takut dengan wajah seramnya. Dengan kumis yang sengaja di tarik pelan, memandang Nirmala dengan tatapan nakal.
Nirmala semakin menepi hingga saat sang supir menyetir mobil terkejut seseorang lewat begitu saja di depan angkotnya, dia harus mengerem dengan mendadak.
"Aduh," Rintihnya pelan
Nirmala terbentur ke kaca jendela mobil dengan keras. Satu pria pada satu kursi panjang yang tadinya berjauhan dari nya sampai pindah karena tergelincir hingga ke belakang bedekatan dengan Nirmala.
Nirmala bergidik karena takut. Dia tidak ingin dua pria itu macam-macam. Samapi melihat mereka saja tidak berani.
"Ah, kenapa harus takut. Aku tinggal berteriak kencang. Nanti Pak Supir akan menolongku. Bukan begitu ya?" gumam Nirmala dengan menggenggam kedua tanganya dengan erat.
Semilir angin masuk melewati jendela kaca mobil yang separuh terbuka. Lebih menenangkan hatinya pada saat itu.
"Neng, sendirian aja Neng?" tanya salah satu pria bertubuh besar berwajah sangar. Membuat jantung berdetak kencang saat mendengar suaranya menggema. Meliriknya saja Nirmala tidak berani.
Dia akan menjawabnya. Dengan keberanian tinggi.
"Ya Bang, " jawab Nirmala santai. Dia menarik nafas dalam-dalam. Pelan jangan sampai kedua orang itu memperhatikannya.
"Mau gak Abang temenin?" Satu orang yang berhadapan dengannya menyambungnya.
"Terimakasih Bang, tidak perlu," Nirmala memberanikan diri untuk tetap tenang
Sepertinya sopir angkot melirik mereka dari spion mobil. Tapi tidak ada suara dari sana. Dalam hati Nirmala sebenarnya dia ingin minta tolong.
Pria disebelahnya makin merapat dan menghimpitnya, Tanpa di duga tangan nya meraba jari Nirmala. Secepat kilat Nirmala membuangnya begitu saja.
"Maaf ya Bang, yang sopan. Kalau Kalian macam-macam aku gak akan segan untuk berteriak," Kata Nirmala setengah ketakutan. Pak supir langsung memperhatikannya.
"Kenapa dia tidak menolongku?" tanya Nirmala dalam hati.
"Jangan jual mahal Neng, dipegang tangan nya aja gak mau. Apa mau Abang tampol pake uang", Kata pria itu. Bajunya lusuh tidak ada lengan, hingga memperhatikan otot-ototnya yang besar.
Supir menghentikan angkotnya menepi dan mendadak.
Keduanya geram. Belum memulai aksinya sang supir ikut campur urusan mereka.
Dia turun dari pintu depan angkot, berjalan berputar dan masuk melewati pintu penumpang.
"Mas tolong ya, jaga kelakuan mas-masnya di tempat umum!" Supir itu memarahinya
"Kamu jangan ikut-ikutan ya!" jawab Satu pria yang memakai kaos oblong hitam celana pendek compang camping.
Nampaknya dua penumpang berwajah sangar itu tidak ada takutnya. Dia malah menantang supir untuk berkelahi.
keduanya turun, lalu berniat menghajarnya. Pria itu mengangkat kerah bajunya. Nirmala ikut turun.
Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berteriak keras.
"Tolong tolong tolong!" teriaknya dengan nafas tersengal.
Dua pria itu menghajar supir hingga babak belur. Dari kejauhan beberapa orang berlari mendekati mereka.
Tidak perlu banyak bertanya, mereka memisahkan perkelahian mereka yang berdominan pada dua pria berotot kekar itu. Dari tubuhnya seperti seorang pemalak pasar.
"Ada apa ini, berkelahi di jalanan?" tanya warga disekitar yang turut membantu mereka.
"Mereka mengganggu saya Pak, lalu Pak Supir berniat menolong saya. Malah dia dihajar oleh mereka," jawab Nirmala
Tampang preman seperti mereka ternyata takut juga dengan amukan warga. Mereka diam dan meminta maaf pada Nirmala dan supir angkot.
"Bayar dulu!" suruh salah satu warga pada sang preman disaat mereka akan meninggalkan tempat.
Salah satu preman merogoh saku celananya, mengeluarkan uang dua puluh ribuan yang lecek seperti kertas buangan.
"Nih Bang!" Dia berikan uang lusuh itu pada supir angkot, Mereka berputar arah dan melangkah meninggalkan kerumunan.
"Makasih ya semuanya," Ucapnm Mira pada Orang-orang yang berbaik hati menolong.
"Lain kali hati-hati ya mbak,"
"Ya Pak,"
Supir angkot dan Nirmala melanjutkan perjalanan mereka, hingga tidak butuh waktu lama sampai jua di pasar Tenggilis.
Nirmala melihat terik sinar matahari, oanasnta sudah sangat menyengat.
Menoleh ke dinding besar depan gerbang Pasar menunjukkan pukul 09.30 pagi.
Bergegas dia berjalan masuk area pasar bagian belakang, mencari sayur dan ikan.
Setelah menemukan dia kembali, karena kondisi pasar yang ramai. Harus rela ia berdesakan demi bisa mendapatkan jalan.
Barang belanjaan jatuh, Ingin menunduk untuk mengambilnya tapi sayang semua rusak karena tanpa sengaja terpijak oleh lalu-lalang orang lewat.
Saat sudah mulai sepi, dia memungutnya. Melihat sayur yang telah rusak. Tidak mungkin ia bisa membawanya pulang. Hanya ikan ini yang masih bisa di ditolong.
Dalam hati terasa sedih, seperti ini lah hidup menjadi orang susah. Tapi dia tetap bersyukur setiap hari masih bisa melihat nasi di meja makan. Air matanya mengalir begitu saja. tanpa permisi.
Lihatlah, ini dalam keramaian. Kalau sampai menangis dia akan menjadi bahan tontonan orang-orang disana.
Segera ia menghapusnya, dan kembali berjalan mencari sesuatu yang tidak ada di dapur. Harus cukup dengan uang yang ku bawa. Kalau sampai habis, alamat harus jalan kaki nyampe rumah.
Tiba-tiba seorang pria menabraknya dengan keras. Tas plastik berisi belanjaan tadi jatuh lagi isinya berserakan kemana-mana.
"Hati-hati ya kalau jalan," teriak Nirmala keras.
"Siapa yang salah, berdiri ditengah jalan sambil ngelamun!" Pria itu tak kalah keras hingga otot leher terlihat.
"Apa gak lihat aku berdiri disini. Mata kamu taruh mana?" tanya Nirmala dengan menunjuk kedua bila mata pria didepannya.
Hari ini dia sangat geram, sudah dari tadi dia menahan emosi. Kali ini dia ingin meluapkan kekesalannya.
"Hei cewek sombong, cepat kamu minta maaf sama aku, sebelum emosiku naik!" Perintah pria bertubuh tinggi putih, dan terlihat manis meski sedang marah.
Gak, kamu yang salah. Coba lihat semua belanjaannya rusak. Tidak satupun yang bisa ku ambil. Itu jatah makan untuk keluargaku hari ini," jelas Nirmala pada pria yang keras kepala didepannya.