Chereads / "Ku Tunggu Kau di Surga" / Chapter 6 - Sony merindukan Nirmala

Chapter 6 - Sony merindukan Nirmala

Bab 6

Sampailah Nirmala di rumah Bi Asih. Dengan perasaan takut bercampur aduk. Antara menjadi anak pembangkang atau apa sekarang ini. Dia harus minta maaf pada Bibi Asih.

"Dari mana kamu Nirmala?" tanya Bibi Asih yang tiba-tiba saja di sampingnya dengan membawa sapu lidi berjalan dari samping rumahnya. Nampaknya Bibi Asih baru membersihkan pekarangan di samping rumah oleh sampah daun pohon yang rimbun disebelah rumahnya tinggal.

"Saya dari pasar Bi Asih, membeli keperluan dapur." Nirmala menjawab dengan perasaan takut.

"Kenapa kamu sekarang jadi tidak pernah menuruti omongan Bibi Nirmala, itu semua demi kebaikan kamu sendiri. Bibi ingin kamu sehat dulu," Lagi kata Bibi Asih penuh emosi karena takut Nirmala pingsan lagi.

Nirmala hanya menundukkan kepalanya, dia merasa bersalah sampai melihat bibinya marah seperti itu. Memandang wajah bibi saja sekarang ini tidak berani.

"Maafkan saya ya Bi Asih," Ucap Nirmala mencoba meredamkan kemarahan sang Bibi.

"Ya sudah sini belanjaannya biar bibi yang masak," Kata Bibi menarik plastik yang dibawa Nirmala.

"Masuklah Nirmala dan berisirahatlah!" Lagi perintah Bibi Asih dengan wajah datarnya.

Nirmala berjalan masih menyeret satu kakinya, Bibi Asih memperhatikannya.

"Kenapa dengan kakimu?" Tanyanya menghadang jalannya

"Terkilir Bi," Jawab Nirmala singkat.

"Kenapa kamu diam saja, ini kalau dibiarkan akan bengkak Nirmala," Bibi Kira menyuruh Nirmala duduk di kursi ruang tamu. Dan masuk kedalam rumah lalu kembali lagi dengan membawa minyak gosok ditangan.

Dia segera memijit kaki Nirmala. Nirmala berdiri dan menolak.

"Jangan Bi, nanti akan aku kompres sendiri dengan air hangat." Kata Nirmala menolak Bibi membantu kakinya yang sakit.

"Tidak akan cukup dengan air hangat saja Nirmala. Sudah kamu duduk diam saja disitu!" perintah Bibi Asih.

"Makasih banyak Bibi Asih, Bibi sangat baik padaku." Ucap Nirmala

****

Sony Dwi Kuncoro Papa Nirmala perusahaan nya terkenal di seluruh penjuru Nusantara.

Salah satunya Wiharta Pratama perusahaan raksasa yang berdiri di Kota Jakarta. Sony dikenal pendiam tidak banyak bicara, tapi kerjanya nyata. Hingga dia memiliki perusahaan besar ditiap provinsi di pulau Jawa.

Hari ini Sony merindukan Nirmala, sudah empat tahun lamanya dia tidak mengetahui kabar gadisnya itu. Selama empat tahun dia membiarkan anak kandungnya sendiri di luar sana.

Setelah menikahi Wira, semuanya di kendalikan olehnya. Entah orang tua seperti apa dia saat ini. Karena sibuknya pekerjaan kantor dia melupakan anak semata wayangnya bersama Nadia.

Karena bencinya dia pada Nadia yang pergi bersama selingkuhanya Charlos. Hingga sampai saat ini dia tidak mengetahui kabarnya. Pergipun belum mengatakan perceraian.

Mereka masih berstatus suami istri, entah jika dia kembali lagi dan menunjukkan batang hidungnya, dia akan menendangnya dengan keras. Kelakuan buruknya itu membuat hatinya geram sampai saat ini. Hingga Sony mengikut-ikutkan Nirmala yang sama sekali tidak bersalah.

Nirmala, dialah alasan utamanya untuk menikah lagi. Meski dulu dia pernah mengatakan tidak ingin memiliki ibu baru lagi.

Permintaan besar itu tidak diindahkan oleh Sony. Saat ini dia sadar Wira adalah perempuan yang realistis, sosialita dengan Genk istri-istri dari golongan pengusaha, semua barang yang dia punya harus dari brand terkenal dengan stok terbatas semua harus didapatkannya jika dia sudah memiliki keinginan.

Sama halnya dengan anaknya yang dibawa kerumah ini Lea. Dia tak kalah jauh dari sifat ibunya. Brian dan Lea, dia anak dari Wira bersama suami pertamanya. Wira ditinggalkan suaminya dengan alasan yang sama, Perselingkuhan.

Usia Lea sama dengan Nirmala, dan Brian satu tahun lebih tua darinya. Keduanya kini duduk di bangku kuliah.

Saat kepergian Nirmala, Brian masih di Amerika. Dia belum bertemu dengan Nirmala sekalipun.

Saat Brian duduk santai bersama Papanya di balkon rumah Sony.

"Papa, kenapa papa tidak mencari Kak Nirmala. Apa Papa tidak ingin dia kembali lagi kerumah ini. Bagaimana kabarnya sekarang diluar sana?" Tanya Brian mulai pembicaraan. Dengan menyeruput hot Chofelatte disebuah cangkir yang berukiran bunga.

"Sruuuppp,"

Sony juga menikmati kopi hitam favoritnya. Dengan tenang dan bersandar di kursi santai atas balkon itu dia mulai berbicara.

"Sebenarnya papa saat ini merindukan putri papa itu. Kalau papa mencarinya sekarang dan menemukan nya apa dia akan mau kembali pulang bersama papa. Tapi papa tidak ada waktu untuk itu," Jelas Sony pada Brian

Dengan adab sopannya meski bersekolah di School internasional America, Brian tidak meninggalkan adab sopan santun yang diterapkan neneknya semasa tinggal bersama ayahnya yang dulu. Brian menuturkan beberapa pendapat. Entah papa Sony akan menerima atau tidak.

"Pa, Kenapa papa tidak membayar seseorang untuk mencari Kak Nirmala saja?" Ungkap Brian

"Papa takut pada mamamu. Dari dulu dia tidak menyukai Nirmala," jawab Sony

"Kenapa Papa malah takut dengan Mama. Padahal Kak Nirmala anak kandung papa satu-satunya. Aku mencemaskan dia Pa. Apalagi Kak Nirmala seorang perempuan," Tanya Brian penuh perhatian.

Dia berbeda sifat dengan ibu dan adik perempuannya, Dia pemuda yang baik.

"Aku akan bantu papa mencari Kak Nirmala," lanjutnya lagi dengan menghabiskan sisa Coffelatte di cangkir indahnya. Dan meletakkan kembali di piring alasnya

"Kamu ada waktu?" Tanya Sony mengharap kepastian Brian untuk membantu menemukan Nirmala

"Minggu besok Brian libur tidak ke kampus Pa, tidak ada jadwal praktikum juga. Papa sendiri bagaimana?"

"Sama Papa juga free. Kita berangkat pagi-pagi ya. Tapi jangan sampai Mama dan adikmu tahu!" pesan tegas Sony pada Brian dengan setengah berbisik.

"Baik Pa. Kita juga butuh bantuan anak buah Papa untuk membantu mencarinya," Imbuh Brian

"Ya Brian," Jawab Sony mantab

Wajahnya yang tadinya suram, gelap seperti awan hitam yang belum menjatuhkan air. Kini terlihat lebih bersinar. Ada satu kebahagiaan yang terpancar dari sana.

Wira datang menghampiri mereka yang masih setia disana. Memang pemandangan pada siang dan malam hari terlihat bagus dari lantai atas rumah nya. Terasa tenang jauh dari kebisingan jalan raya.

Teman-teman Brian dan Lea pun kerasan berada dirumah itu.

"Apa yang kalian obrolkan disini tanpa mama?" Tanya Wira yang ingin juga mengetahui mereka sedang membahas apa hingga tidak turun untuk makan malam.

"Biasa Ma, Papa sedang bertanya tentang kuliah Brian di kampus," Jawab Brian.

"Maaf Ma, sebenarnya Brian tidak ingin membohongi mama," gumamnya penuh penyesalan

"Ya sudah Pa, mari kita turun untuk mendampingi permaisuri Papa untuk makan malam!" Ucap Brian mengecup pipi Wira sebagai bentuk sayangnya pada mama yang merawat dan membesarkannya sampai tumbuh dewasa.

"Anak Mama sudah tumbuh menjadi pemuda dewasa. Nama sayang pada kalian Nak," Kata Wira mengelus-elus rambut Brian. Putra sulung yang berwajah bule dan berambut pirang.

Ketiganya turun dari lantai atas menuju meja makan, disana sudah ada Lea yang menunggu.

"Kalian lama sekali sih, perut aku Uda keroncongan dari tadi." Ucapan Lea ketus dan tanpa basa basi.

"Maaf ya adik kecil," Jawab Brian dengan mengelus rambut panjang Lea yang terurai sampai punggung.